Di sebuah kawasan rumah sakit dengan tiga gedung kembar berlantai empat di dalamnya, beberapa unit mobil ambulans berwarna putih, dengan frekuensi bunyi sirene cepat, melaju begitu kencang memasuki pelataran gedung, dan berhenti tepat di depan pintu gedung Instalasi Gawat Darurat.
Dari kejauhan pun sudah terlihat, beberapa perawat sudah menunggu, bersamaan dengan itu, pintu bagian belakang ambulans mulai terbuka.
Karena mereka berpacu dengan waktu demi keselamatan pasien, hanya dalam waktu kurang dari satu menit, brankar berisi pasien-pasien darurat di atasnya kini sudah keluar dari dalam ambulans, dan segera didorong masuk oleh beberapa tim penyelamat, juga perawat yang baru saja mengambil alih ambu bag dari tangan petugas. Pasien, dengan tingkat kesadaran menurun itu segera di bawa ke ruang tindakan, untuk mendapat perawatan lebih lanjut.
*** (Ambu bag merupakan alat pemompa udara yang dioperasikan dengan cara menekan kantong bulat berisi udara. Dengan alat ini, memungkinkan pasien mendapat pasokan oksigen ketika mengalami henti napas).
“Bagaimana tanda vitalnya?” tanya seorang wanita bersneli, yang ikut berjalan cepat, beriringan, sembari membawa sebuah stetoskop di tangan kanannya. Sedangkan pasien yang lain, di tangani oleh beberapa Dokter jaga IGD yang sedang bertugas hari ini.
“Tekanan darah menurun. Denyut nadi cepat, tetapi sangat lemah. Pasien mengalami kesulitan bernapas. Ujung kaki dan tangan mulai terasa dingin. Dan, tingkat kesadaran semakin menurun. Menurut informasi yang kami dapatkan dari pihak keluarga, pasien sudah pernah menjalani operasi bypass jantung empat bulan yang lalu.”
*** (Operasi bypass jantung, adalah tindakan untuk mengatasi penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah arteri koroner pada pasien penyakit jantung coroner).
Wanita itu mengangguk, kemudian menepuk pundak lelaki yang berjalan di sampingnya. “Terima kasih, Gilang.”
Setelah mengatakan hal itu, ia pun mempercepat langkahnya untuk menyusul brankar pasien yang sedang dibawa menuju ruang triage prioritas utama, atau biasa mereka sebut dengan ruang zona merah.
Setibanya di tempat tersebut, pasien yang sudah dipindahalihkan ke atas brankar rumah sakit, segera mendapat pertolongan pertama. Dokter jaga yang tengah bertugas di IGD pun mulai memeriksa Airways, Breathing, dan Circulation. Sedangkan salah satu perawat lainnya, tengah sibuk menyiapkan berbagai peralatan rumah sakit yang pasti dibutuhkan oleh Dokter.
*** (Airways, adalah pengecekan saluran pernapasan, apakah terdapat penyumbatan atau tidak. Breathing, adalah pengecekan jumlah napas, dan Circulation adalah pengecekan nadi, juga tensi/tekanan darah pada pasien).
Selesai memeriksa keadaan pasein, wanita bersneli dengan nametag bertulis Leta Qirani itu segera menatap pada salah satu perawat lelaki, yang sedang melepas pakaian pasien untuk memasang beberapa elektroda EKG pada kedua bagian sisi d**a, dengan raut wajah serius.
“Damar, setelah hasil EKG keluar, segera bawa pasien ke ruang pemindaian untuk melakukan rontgen!” Wanita bersneli itu beralih menatap pada satu perawat lainnya, yang sedang memasukkan sampel darah ke dalam tabung vacutainer. “Dan, Lala, bawa sampel darah ke ruang laboratorium, lalu minta Dokter Kevin untuk memeriksa troponin dan CK-MB, serta analisis gas darah. Saya akan hubungi Dokter Sharga untuk pemeriksaan lebih lanjut.”
*** (Elektrokardiogram, atau EKG, adalah pemeriksaan medis untuk mengukur dan merekam aktivitas listrik jantung. Troponin adalah molekul protein yang dilepaskan ke aliran darah ketika otot jantung rusak akibat serangan jantung atau penyakit jantung serius. Creatine Kinase Myocardial band/CK-MB merupakan isoenzim kreatin kinase yang paling banyak terdapat pada sel otot jantung).
Setelah mengatakan hal itu, Leta pun bergegas keluar dari ruang perawatan tersebut, kemudian berjalan menghampiri meja resepsionis, untuk mendaftarkan pasien, sembari menghubungi seorang kardiolog terbaik di rumah sakit tersebut, menggunakan ponselnya.
Cukup lama panggilan tersebut memanggil, hingga tepat saat Leta hendak memutuskan panggilan, suara bariton seorang pria dari seberang telepon tiba-tiba menyapa indera pendengarannya.
“Ya, Dokter Leta?” ucap lelaki itu, namun lebih terdengar seperti sedang mengajukan pertanyaan.
“Beberapa saat yang lalu, ada seorang pasien serangan jantung, yang baru saja tiba di IGD dengan seluruh tanpa vital dalam keadaan menurun. Menurut Gilang, informasi yang tim penyelamat dapatkan dari pihak keluarga, empat bulan yang lalu pasien menjalani operasi bypass jantung. Dari semua gejala yang terlihat, sepertinya pasien mengalami gejala syok kardiogenik,” jelas Leta tanpa berbasa-basi.
*** (Syok Kardiogenik, adalah syok yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Ini merupakan kondisi yang cukup berbahaya dan perlu mendapatkan penanganan secepatnya).
“Apa pemicunya?” tanya Sharga.
“Mendengar dari irama detak jantung ketika saya periksa, sepertinya pasien mengalami ventricular tachycardia. Namun, ini hanya diagnosa sementara saja, Dok. Kita baru bisa memastikan semuanya setelah hasil pemeriksaan darah, Rontgen, dan EKG, sudah keluar. Jika benar, pasien mengalami ventricular tachycardia akibat aritmia, pasien harus segera menjalani ablasi jantung,” jawab Leta.
*** (Ventricular tachycardia, adalah kondisi di mana bilik jantung berdetak terlalu cepat. Operasi Ablasi jantung, merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengatasi aritmia atau gangguan irama jantung, dengan memasang kateter khusus di pembuluh darah yang menuju ke jantung).
“Baiklah. Setelah saya selesai dengan operasi angioplasti koroner, saya segera menuju IGD untuk memeriksa keadaan pasien.”
*** (Angioplasti coroner, adalah salah satu jenis operasi jantung yang dilakukan untuk membuka penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah pada jantung).
“Baik, Dokter Sharga,” jawabnya sembari memutuskan panggilan tersebut.
Sedangkan di bagian gedung yang lain, masih dalam kawasan rumah sakit yang sama, seorang gadis cantik, mengenakan pakaian pasien rumah sakit, sedang berbaring di atas brankar ruang perawatan dengan selang nasal kanul terpasang pada kedua lubang hidung. Gadis itu menatap langit-langit kamar, sembari mendengarkan alunan music instrumental yang diputar dari ponselnya.
Ia resapi setiap nada yang mengalun, menyapa indera pendengarannya, kemudian memejamkan mata. Dalam gelapnya pejaman mata, kilas balik perjalanan hidupnya mulai berputar, bagai sebuah rekaman video.
Sejak lahir, ia sudah mengidap kardiomiopati. Salah satu penyakit kelainan pada otot jantung yang mengharuskan gadis itu meminum berbagai obat-obatan, untuk bisa bertahan hidup. Bahkan, tinggal di rumah sakit pun sudah menjadi hal biasa baginya.
Begitu juga di rumah sakit Jidala ini. Setiap bulan, ia akan menghabiskan waktu untuk perawatan, kurang lebih hingga dua belas hari. Tak sedikit, para perawat, juga beberapa Dokter, mengenal dengan baik sosok gadis tangguh, kuat, dan periang itu.
Perlahan, kedua tangannya terangkat, lalu menyilang di depan d**a. Ia usap sisi kiri dan kanan pundaknya dengan lembut, seakan tengah memeluk tubuhnya sendiri, diikuti seulas senyum hangat tertampil di kedua sudut bibir manisnya.
“Tuhan, harus sebanyak apalagi aku berdoa, agar Engkau mendengar, dan mengabulkan satu doa yang selalu aku panjatkan setiap hari sejak aku kecil?”
“Jika memang toples permintaanku masih belum penuh, aku akan kembali memanjatkan doa di setiap malam, agar Engkau segera mengabulkan satu doaku itu.”
“Ha ….”
“Senja.”
“Senja.”
“Senja.”
Masih dalam keadaan mata terpejam, dan memeluk tubuhnya sendiri, gadis itu menghela napas dalam.
“Aku tahu, tubuh kamu lelah. Aku tahu, hati kamu pun sudah mati rasa. Dan … Aku tahu, harapan kamu telah hilang. Tapi, jangan pernah patah semangat, iya? Rupanya, Tuhan masih ingin kamu berjuang.”
“Senja, kamu pasti akan menemukan kebahagiaan suatu saat nanti. Kamu juga pasti bisa merasakan tubuh yang sehat seperti kebanyakan orang. Tenang … jantungmu masih kuat, kok, untuk memompa darah. Oksigenmu pun masih cukup banyak untuk bertahan hidup. Demi Ibumu, juga demi Bang Kiki yang selalu ada di samping kamu, tanpa pernah mengeluh, atau menyerah pada keadaanmu.”
“Ayo! Kamu bisa, Senja. Jangan kalah dengan ujian ini. Ingat! Tuhan gak akan pernah memberi cobaan berat, di luar batas kemampuan umat-Nya.”
Gadis itu kini menepuk kedua pundaknya. Dan, dengan suara yang perlahan mulai terdengar bergetar, menahan kesedihannya, ia berkata, “suatu saat, kamu akan menjadi pemenangnya. Suatu saat nanti, kamu bisa hidup seperti orang lain. Kamu akan bahagia, Senja. Pasti.”
***