2. Malam Pertama

1687 Words
'Happy Wedding Dress' Tulisan itu memenuhi ruang mata Rea. Ia bertanya apakah ini nyata? Dan bisakah ini hanya mimpi semata tapi seseorang menyadarkannya. Disebelahnya ada Danis yang dengan angkuhnya berdiri tegap seakan semua memang serius ia jalani. Dasar. Semua orang tidak tahu niat busuk pemuda ini. Ah seandainya ibunya tahu apa rencana Danis. Tapi sayang semua itu tertutup oleh wajah tampan dan senyum memikat miliknya. Yang demi apapun Rea akan jatuh cinta bila bukan dalam posisi yang seperti ini. "Kamu suka senyum aku, kan?" kata Danis sambil memamerkan senyum ciri khasnya. Alhasil Rea sempat salah tingkah dibuatnya tapi sesaat. Danis tahu itu dan ia dengan bangga bersorak dalam hati, "Yes aku sempat menangin hati kamu." Entah kenapa ada rasa aneh yang disebut bahagia disana. Danis pun tak menyadarinya. “Wisss senyum-senyum aja lo bro mentang-mentang udah punya ibu Negara sendiri,” kekeh Beni yang entah datang dari mana. Tiba-tiba saja leki-laki itu sudah berada dihadapan Danis. Memang, Beni adalah satu-satunya sahabat yang Danis undang di pernikahannya ini, “Selamat ya, Dan, jagain loh yang satu ini,” Beni menyalami Danis sambil mengerlingkan matanya pada Rea. Gadis itu hanya tersenyum kaku, tak enak hati jika dia harus manyun di pesta yang ramai ini. Rea memberi kode pada Danis, menanyakan dia harus melakukan apa? Danis yang peka segera memperkenalkan Beni pada istri barunya, “kenalin Yea, ini Beni sahabatku,” Danis beralih menatap Beni, “Ben ini bini gue, namanya Anarea Linggga.” Ucap Danis dengan nada yang entah Rea tidak tahu apa namanya. Ada semacam membanggakan? Ah tapi Rea tidak peduli. Dia segera bersalaman dengan laki-laki yang baru saja dikenalkan Danis bernama Beni. “Cantik!” pujian Beni yang ditujukan teruntuk Rea membuat pipi gadis itu mau tidak mau menjadi merah. Namun hal yang dilakukan Danis selanjutnya membuat Rea menganga, “Aww, gila sakit Dan!” ringis Beni tertahan. Pasalnya, Danis telah menonjok perut Beni dengan sedikit keras. “Lo sih. Bini gue ini, Ben. Jangan macem-macem!” ancaman Danis yang tiba-tiba bukannya membuat Beni ketakutan melainkan tertawa terbahak-bahak. “Yaelah lo Dan. Gitu aja cemburu,” goda Beni. Kini Danis mendelik, “Siapa juga yang cemburu!” elaknya. Rea yang melihat interaksi dua orang itu hanya tersenyum. Andaikan kebahagiaan ini lengkap, andaikan Danis menikahi Rea karena cinta. Mungkin Rea akan lebih bahagia atau setidaknya dia akan bahagia, bukan seperti sekarang. Semua terasa hambar meskipun sedari tadi senyum seikhlas-ikhlasnya lah yang ia persembahakan namun hatinya masih berdenyut akibat luka yang belum kering. *** Akhirnya acara pernikahan Rea dan Danis telah usai. Ibu kandung Rea yang baru datang sehari yang lalu itu memeluk haru anak bungsunya. Wanita itu merasa lega karena ia telah menikahkan putri kecilnya dengan orang yang menurutnya sudah tepat. Setelah memeluk Rea, wanita itu beralih memeluk menantu barunya. “Jaga anak ibu Dan, jangan sakiti dia,” ucap ibu mertuanya. “Pasti bu, Danis akan jagain Rea sampai kapanpun.” Itu adalah ucapan dari hati Danis yang paling dalam. Ia tulus. Ibu mertuanya sadar akan hal itu sehingga ia tak segan menganggukkan kepala disela-sela pelukkannya pada Danis. “Terimakasih nak. Ibu sangat mengandalkanmu, kenali Rea, dia akan menjadi istri yang baik.” Ucap ibu mertuanya. Seusai acara peluk-memeluk dan nasihat disana-sini, mereka semua menuju ruang yang memang disediakan untuk acara malam ini. Hanya acara kumpul keluarga saja sekaligus malam pertama bagi pernikahan mereka, seharusnya. Tapi tidak bagi Rea. Malam ini juga ia tidak akan membiarkan sehelai rambutnya ataupun seujung kuku tersentuh bad boy sialan bernama Danis. Itu sumpahnya. Langkah pertama baginya adalah untuk tidak berada dalam kamar pengantin saat ini. Oleh karena itu dirinya memutuskan segera turun selagi Danis mandi. "Om, tante," Panggil Rea pada kedua orang tua Danis. "Sayang jangan panggil om dong. Panggil papa aja ya kan kamu sudah jadi mantu." Kata orang tua itu. Rea hanya tersenyum pasrah mendegar penuturan itu. "Duduk sayang." Ajak Karla, mamanya Danis. Ditanggapi anggukan oleh Rea. “Dimana Ibu dan yang lainnya, ma?” tanya Rea melihat orang-orang yang dia sayang tidak ada disana, termasuk nenek kandung Danis yang tetanggaan dengannya itu. “Mereka sedang beristirahat sayang,” Rea mengangguk untuk menanggapi jawaban dari mama mertuanya. Wajar jika ibunya sudah minta istirahat karena malam memang sudah sangat larut. Tanpa sadar Rea mendesah, dia sekarang adalah istri Danis. Muka murung itu tak dapat disembunyikan dari wajah manis Rea. Membuat mertuanya tak tega melihat itu. Karla pun memulai pembicaraannya setelah memeriksa sekeliling untuk memasyikan matanya tidak melihat Danis. "Rea, mama tahu kamu tidak menyukai Danis. Dia nakal, bad boy dan keras kepala. Mama gak minta kamu untuk menikah selamanya dengan Danis." Perempuan itu menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya.  "Kamu cukup merubah sifat Danis menjadi lebih baik. Itu pun kalau kamu sanggup tapi jika tidak mama dan papa tidak memaksa." Kalimat ibu mertua Rea berhenti disitu. Mata sedihnya mulai mengeluarkan air mata.  Namun Rea tidak terenyuh. Ia terkejut bukan main mendengar perkataan itu. Ia berpikir dirinya hanya dijadikan alat untuk penyembuh sifat-sifat yang dimiliki Danis. Rea kecewa tapi kenapa ia kecewa? Bukankah lebih bagus. Rea tidak perlu menikah lebih lama lagi dengan Danis karena setelah suaminya itu sadar akan kelakuannya, Rea bisa pergi dan kembali pada Fahri. Tapi ada sekelebat rasa kecewa yang entah dari mana asalnya. "Jadi maksud mama pernikahan ini hanya sebuah alat?" tanya Rea dengan nada yang bergetar.  "Bukan sayang," Karla mengibas-ngibaskan tangannya di depan d**a. "Kalau kalian bisa bersama sampai nanti justru mama sama papa senang tapi mama tahu kamu punya kekasih bernama Fahri," wanita itu mengelus rambut menantunya. Sementara itu Rea terbelalak seakan berkata 'kok tahu'. Namun langsung dijawab oleh mertuanya. "Ibumu yang cerita." Jawab Karla. Oh ibu. Hati kecil Rea teringat akan wanita yang rela membiarkan dirinya tumbuh dalam rahim dan membuat perut datar menjadi buncit itu. "Iya ma." Hanya itu yang sempat keluar dari mulut Rea yang kemudian kembali ke kamar. Kakinya terhenti ketika berada di depan pintu, Rea teringat akan sosok Danis yang dingin dan jahat. Saat ia ingin mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kamar, daun pintu itu terbuka. Terlihat seorang Danis. Ia baru saja selesai mandi. Rambut basahnya membuat jantung Rea sedikit aneh. "Kenapa sayang?" tanya Danis saat tahu istrinya menatapinya. Rea yang ketahuan langsung salah tingkah. Sedetik kemudian tangan Rea ditarik oleh Danis membuat keduanya berada di dalam kamar. Klek Pintu dikunci oleh Danis. Rea yang mendengar itu segera membelalakan mata seakan bertanya 'apa yang kau lakukan' pada Danis. Melihat kepanikan Rea, seringai menakutkan disunggingkan oleh sudut-sudut bibir Danis. Kepanikan itu bertambah ketika Danis mendekatinya. Degup-degup jantung keduanya pun mendadak tak karuan. "Kenapa jantungku seperti ini?" tanya hati Danis saat menyadari jantungnya berdegup kencang. Mungkin ungkapan senjata makan tuan berlaku padanya. Namun Danis tidak peduli. Bad boy itu kembali mendekat pada Rea. Kini tak ada jarak diantara mereka berdua. "Mundur!" ujar Rea yang tak lupa menunjuk tegas pada Danis. Sementara yang ditunjuk malah semakin memajukan wajahnya dan entah kenapa Danis yang berniat untuk mengerjai Rea malah serius ingin mencium kembali bibir Rea. Salivanya pun terasa susah untuk ditelan. Rea sendiri merasa semakin aneh, air mukanya berubah-ubah kadang marah kadang merah. "A..apa yang mau kamu lakukan?" tanya Rea terbata-bata. Cupp Masa bodoh! Toh mereka sudah sah. Bibir Danis menempel tepat di bibir Rea. Rasa terkejut manghujaninya saat bibir Danis memaksa bibirnya bermain-main. Marah yang tadinya sempat hinggap dalam diri Rea tiba-tiba kian menjadi. Rea mati-matian menahan agar dirinya tidak membalas lumatan lembut yang diberikan Danis itu.  Sesungguhnya hal itu sangat menggoda jika saja dia tidak ingat bahwa saat ini dia telah kembali berkhianat pada Fahri dengan membiarkan Danis melakukan ini sesuka hatinya. "Aku menginginkanmu," bisik Danis. Sontak Rea mendorong kuat tubuh Danis.  Fahri  Rea mengingat nama itu. Ia merasa telah berkhianat besar pada kekasihnya jika malam ini harta berharganya direnggut oleh Danis. Persetan dengan kenyataan bahwa dirinya adalah istri lelaki itu, yang Rea tahu dia harus menjaga baik-baik miliknya saat ini-keperawanannya. "Apa yang kau lakukan?" lirih Rea. Saat Danis merasa bingung, Rea mengambil kesempatan untuk pergi dari hadapannya. Sambil berjalan Rea menangis sedih. Hatinya bertanya-tanya kenapa ia sempat-sempatnya berfikir untuk membalas ciuman itu. Kenapa hatinya masih berdegup sampai sekarang. Apa yang harus ia katakan pada Fahri. Bagaimana ia bisa menghadapi Fahri. "Fahri maafin aku hiks..hiks." Tangis Rea pecah saat ia sampai ditaman belakang rumah besar itu. "Ini tidak akan terjadi lagi." Ucap Rea. Meski hanya sekedar berpikiran untuk membalas ciuman Danis, Rea sudah kalang kabut dengan rasa bersalahnya. "Tidak akan terjadi untuk kedua kalinya. Itu janjiku." Ucap gadis yang sudah berstatus istri Danis itu.  Suara langkah kaki terdengar saat Rea sedang fokus pada janjinya. Tanpa sedikitpun berniat untuk membalikan badannya karena Rea tahu betul suara derap langkah siapa itu. "Kau sedang apa? Ayo kembali ke kamar." Suara berat tapi terasa menakutkan itu memenuhi telinga Rea. "Aku tidak mau Danis. Jangan memaksa." Bentak Rea pada suaminya. Ada rasa takut dimata itu. Dia pun dengan cepat mendekap tubuhnya dengan kedua tangannya. Sememtara itu Danis yang melihatnya melotot merasa terkejut. Kemudian dengan seringai nakal ia mendapat ide yang cemerlang untuk mengerjai Rea, "Aku tidak menerima penolakan." Ucap Danis seenaknya. Tak lupa ia mendekatkan wajahnya pada Rea. Hingga wajah keduanya persis tak ada jarak. "Apa yang kau lakukan? Aku tidak menginginkanmu. Pergilah dari hadapanku." Ucapnya lantang. Namun reaksi Danis tidak bisa ditebak. Dirinya justru semakin memojokan wanitanya itu. "Baiklah aku akan ke kamar." Putus Rea pada akhirnya. "Tapi tidak denganmu." Sambungnya lagi. Dengan sekuat tenaga didorongnya tubuh Danis. berhasil karena Danis langsung tersungkur. Rea sempat terkejut ternyata Danis mudah dikalahkan karena ini sudah yang kedua kalinya Danis tersungkur karena dorongan yang menurut Rea cukup kuat yang ia punya. Rea berlari dan tak lama tubuhnya sudah berada di dalam kamar. Dengan kencang pintu sudah tertutup rapat. Danis yang melihat itu langsung melotot kesal. "Terus gue harus tidur dimana?" Teriaknya. Tentu saja Rea mendengar itu tapi ia tak peduli. Pintu kamar sudah ia kunci dan ganjal dengan kursi yang melengkapi meja hiasnya. Namun ternyata tanpa mereka berdua sadari orang tua Danis sekaligus mertua Rea melihat kejadian itu. Mereka hanya berharap semua akan baik-baik saja dan Danis dapat berubah seperti harapan mereka. “Nasib! malam pertama dianggurin.” Kekeh Danis menertawakan ulahnya sendiri. Laki-laki itu melangkahkan kakinya untuk menuju kamar tamu yang masih kosong. . . . Tbc. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD