BAB 5

1506 Words
Pukul 07:15 sang putri dari keluarga erlangga belum terbangun dari tidur cantiknya. "BANGUN..... KEBO...." teriak Rifai. "Rifai... Berisik." ucap elis dengar suara serak khas bangun tidur. "Ini udah jam tujuh lewat kebo, mau kerja ngga, baru berapa hari kerja udah mangkir. Dasar pemalas." Astaga aku lupa kerja. Batin elis. Saat bangun, kepala elis terasa sakit dan berat. "Ah.. Kepalaku." ucapnya memegang kepalanya. "Minum ini, biar pusingnya berkurang dasar pemabuk." cibir Rifai. "Siapa yang mabuk." tanyanya. "Kamulah, siapa lagi, kamu tau ngga semalem minuman apa yang di Kasih david ke kamu?" tanya Rifai. "Air soda yang rasanya aneh." ucapnya polos. "Kamu ini polos apa oon si, yang kamu minun tuh wine ngerti, kalo sampe bunda, papih dan bang vano tau kamu mabuk, bisa abis aku, dicoret dari daftar warisan." "Aku mana tau, aku cuma minta david bawain minuman, udah ah... Mau mandi tar telat, makasih." Elisa nyelonong kedalam kamar mandi meninggalkan Rifai sendirian. Saat sedang asik mandi, tiba-tiba ia teringat tentang mimpinya semalam. Mimpi sedang b******u dengan Rifai. saat Rifai memainkan lidahnya di dalam mulutku dan saat lidahnya bermain di leherku, lalu turun ke payudaraku, dan saat bibir Rifai menghisap lembut pucuk nippleku. Arghh... Otak polosku sudah tercemar sama mimpi sialan........ gimana nanti ketemu Rifai malu banget, meskipun itu cuma mimpi, ahh..... Batinnya frustasi. Elisa turun dari kamarnya dengan wajah yang sulit di artikan. Pokoknya aku harus ngehindarin Rifai, aku malu.... Mimpi sialan, mau taruh dimana mukaku. Batinnya. "ELIS..SARAPAN UDAH SIAP." panggil bunda menggema. Please bund, Elis lagi ngga mau ketemu rifai. Dewi batinnya. "Aduh bund maaf elis ngga bisa sarapan udah telat banget." alibiku. "Yaudah kalo gitu, Rifai cepat antar Elis, dia Udah terlambat." ucap bunda. Buset ndah... Elisa mau ngehindarin Rifai malah disuruh berangkat bareng. "Ayok cepet." ajak Rifai. Mau tidak mau elis mengikutinya. "Hah..." desah kesal pada dirinya sendiri. "Kenapa?" tanya Rifai. "Ah gapapa gapapa." elakku. "Dasar aneh. Tukang mabuk." cibir rifai, Elisa malas menjawab cibiranya, karna fikirannya sedang kemana-mana. "Nanti aku jemput, jangan nolak." ucap Rifai saat sudah sampai. Elis hanya mengangguk pasrah. Sepasrah mimpinya yang sudah di jamah-jamah oleh rifai. "Aku masuk dulu, bye." Elis bekerja dengan tidak semangat. Bukannya ia membenci mimpi dengan Rifai, tapi ia membenci dirinya yang seolah tidak tau rasa berterimakasih sudah mencintai rifai. Aku ingin membuang rasa ini, namun semakin aku mengelak untuk menerima Cinta yang tumbuh untuk rifai, semakin besar juga rasa ini untuknya, dan semakin berakar dan sulit untuk di cabut. "Hey, melamun." ucap Julian tiba-tiba mengagetkan Elis. "Ah maaf pak." kataku formal. "Ada yang ingin aku omongin soal pekerjaan, aku tunggu di ruanganku." Aku mengikuti julian keruangannya. "Besok kita akan meninjau langsung proyek di lombok, mungkin satu minggu, tergantung bagaimana situasi disana, kamu siapkan keperluan untuk kita disana." ucapnya. "Kenapa mendadak?" tanya Elis. "Tidak mendadak, sebenarnya ini pekerjaan sekertarisku yang dulu sebelum cuti melahirkan." Elis hanya ber oh ria. "Kau hanya perlu menyiapkan keperluanku saja." "Siap pak." gurauku. Elisa pov Dirumah keluarga Erlangga minus kak Vano dan papih yang masih di Maroko, oh.. aku sangat merindukan dua pria tampan itu. Sekarang masalahku adalah bagaimana meminta izin kebunda besok harus pergi kelombok untuk pekerjaan. "Emm.. Anu bunda.." ucapku ragu. "Apa sayang." jawab bunda. "Itu, anu bund." "Iya apa." bunda mulai tidak sabar. "Anu..." "Apa sih anu-anu ngga jelas." ucap Rifai ikut nimbrung. "Itu bund... Elis mau minta izin besok ke lombok selama satu minggu, ada pekerjaan disana." kataku dengan nada cepat. "WHAT!!"pekik Rifai. "Lebay kamu Fai." ucap bunda "sama siapa aja berangkatnya." tanya bunda. "Cuma berdua sama atasan aku bund, Julian namanya." jawabku sambil melirik Rifai. "APA... JULIAN.." pekik Rifai lagi. Bunda yang mendengar rifai teriak-teriak, menyumpal mulutnya dengan roti. "Vunda......" "Telen dulu, sakit kuping bunda kamu teriak-teriak." "Tadi kamu bilang atasan kamu siapa? Julian Mahendra? Si cupu itu." tanyanya. "Iya." jawabku singkat. "Kamu yakin gapapa pergi berdua doang sama atasan kamu." tanya bunda khawatir. "Ya bund, lagian Julian itu temen SMA aku dulu jadi ngga bakal terjadi apa-apa." jawabku menenangkan bunda. "Seyakin itu, sapa tau dia cuma modus." "Emangnya kamu, tukang modus, sana sini sama cewe." kesalku. "Siapa yang modus, aku ngga pernah modus, cewek-ceweknya aja yang pada deketin aku duluan." kilahnya. "Beli PD di mana kamu." "Udah, udah. Kalian ini ngga pernah akur, minta bunda kawin apa." ucap bunda menengahi kita. "BUNDA...." teriak Rifai dan Elisa bersamaan. "Ngga bunda, ngga kak Vano ngomonginnya kawin mulu, emang kita spesies langka apa, main kawin-kawinin aja." protesku, tapi dalam hati Elisa minta di kawinin juga. "Dah ah, Elis mau packing buat besok. Good night bund." pamit elis mencium pipi bunda kenanga dan pergi ke kamarnya. Elis menyiapkan keperluannya selama berada di lombok. Tok tok "Masuk." ucap Elisa mempersilahkan, ternyata Rifai yang datang. "Tumben sopan, ngetok dulu." cibir Elisa. "Ngetok salah, ngga ngetok salah." kesal rifai yang selalu salah dimata Elisa. Mungkin karna rifai cowo jadi rifai selalu salah  "Kenapa." Jutek Elisa, entah kenapa hari ini bawaannya mau marah-marah sama rifai. "Galak amat, lagi pms?" gurau Rifai. Elis mengacuhkan Rifai. "Pemberangkatan jam berapa besok?" tanya rifai. "Jam 9 udah lending, berati dari rumah jam setengah delapan udah berangkat dari rumah." "Emang pekerjaan apa sampai harus di tinjau langsung di sana seminggu lagi." tanya Rifai lagi. "Aku dan Julian harus melihat langsung tempat yang akan dijadikan resort, dan bertemu dengan investor disana." jelas ku. "Cuma meninjau dan bertemu investor sampai satu minggu." "Kita kan ngga tau masalah nanti disana, jadi diperkirain sampe berapa hari kita di lombok. lagian kamu kenapa si." tanya Elisa curiga dengan tingkah Rifai. "Aku kenapa? Ya gapapalah, aku cuma mau ngingetin kamu buat hati-hati." jelasnya. Elis memilih tidak meneruskan ucapannya dan mengganti topik. "Besok mau anterin aku ngga?" "Kemana? Kelombok." jawabnya ngasal. "Kebandara Rifai." "Ya, tapi inget, kamu ngga boleh deket-deket sama dia." "Kamu ini gimana si, aku sama Julian itu atasan dan bawahan, mana mungkin kita ngga deket-deketan." "Y-ya maksud aku kamu jangan terlalu nempel sama dia, trus jangan mau di ajak kekamarnya, dan yang paling penting, jangan pernah meminum-minuman beralkohol ngerti, kalo kamu macem-macem aku aduin ke bunda, papih sama bang Vano." rifai memperingati. "Udah? Sana, sana keluar.... Kamu ini ngga ngebantu malah bikin ribet." usir Elisa. "Heh... Aku ini cuma ngebilangin, malah di usir." protes Rifai. "BO-DO-AM-AT." kata Elisa menekankan setiap katanya. * Akhirnya packing mempacking ala Elisa sudah selesai. Ia merebahkan diri dikasur empuk kamarnya di rumah Erlangga. Mengingat sifat posesif rifai tadi membuatnya bingung, ia ingin mengartikan kalau Rifai tidak ingin ia pergi dengan pria lain, tapi kembali ke realita, Rifai menghawatirkan sahabatnya. Kalo lagi begini jadi kangen kak Vano. Dewi batinnya. "Telpon kak Vano ah... Di Maroko jam berapa ya." Elisa mengambil ponsel disakunya dan menghubungi Vano. "Halo." ucap suara berat khas kak vano. "KAK VANO..... I MISS YOU SO SO MUCH...." teriak Elisa. "I miss you too baby. Disana sudah malam kan? Kebiasaan suka teriak-teriak." protes kak Vano pada Elisa yang suka berteriak. "Hehe.. Maaf kak, abis Elisa terlalu kangen sama kak Vano jadi terlalu semangat deh, heehe." "Ada apa sayang telpon kakak malam-malam." tanya kak Vano. "Ih kakak, di bilang Elisa kangen sama kak Vano yang ngga pulang-pulang kaya bang Toyib, papih gimana kabarnya kak, Elis... Kangen papih hot...." "Bang Vano dek bukan bang Toyib, papih baik ko, sebentar lagi papih sama kakak pulang, hot? Durhaka kamu papih di bilang hot." "Haha... Papih emang hot kak udah ngga muda lagi tapi masih tampan, malah makin tua makin hot. Yah... Berati Elisa ngga bisa ketemu papih sama kakak dong." ucap Elisa kecewa "Haha... Kamu bener dek, lagian kalo ngga hot bunda mana mau sama papih. Loh,, loh kok ngga ketemu emang kamu mau kemana?" tanya kak vano. "Besok aku kelombok kak buat beberapa hari, ada urusan pekerjaan." jawab Elisa. "Terus ada masalah apa? Kenapa suaranya lemes gitu?" tanya kak Vano lagi. "Ih siapa yang lemes kak, itu tadi Rifai ngeselin banget." ucapku "Kenapa dia? Bikin ulah?" tanya vano. "Ngga bikin ulah kak tapi tadi... Bla blabla bla..bla...." kata Elisa menceritakan sifat posesif rifai saat tau elis akan pergi dengan julian. "Nanti kalau kakak pulang, kamu dan Rifai akan di jodohkan lusanya langsung menikah." ucap kak Vano sukses membelalakan mata elis. "WHAT!!!!!!" pekik Elisa. "Kenapa?  Ada yang salah? " tanya kak Vano lagi tanpa dosa. "Big nooooo kak, Elis ngga mau begitu, elis juga ngga mau maksa Rifai buat bersama tanpa adanya Cinta." tolakku. "Why not? Selalu ada pepatah, Cinta datang karna terbiasa." "Aku tau, tapi aku ngga mau seperti itu, aku mau semua berjalan secara alami tanpa adanya paksaan." "Terserah kamu, kakak udah ngasih solusi yang terbaik buat kamu." Terbaik buat aku, ngga tau buat Rifai. Dewi batin elis. "Iya, iya makasih buat solusi kakak, tapi aku menolak. Aku mau tidur dulu ah besok udah harus berangkat, good night kakaku tertampan dan terdingin sekutub utara." godaku. "Haha.. Ok good night baby." "Oh ya, jangan lupa kalau pulang bawa kakak ipar." godaku lagi. Dan menutup telpon sebelum kena semprot kak Vano. Elis menatap dinding langit-langit kamarnya, ia memikirkan perkataan kak vano tentang perjodohan. "Andai Cinta tak serumit apa yang dikatakan kak vano. Andai juga Cinta tau, aku sangat menginginkan dia menyadarinya." kata Elisa lirih sebelum menutup mata. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD