UNTAI, sekolah elite dan menjadi favorit. Mewah, ternama, fasilitas wah, dan diisi orang-orang yang berasal dari kalangan berada. Salah satunya, Genk BYFA, genk yang sedang nge-hits di sekolah, disegani banyak orang, selalu menjadi pusat perhatian, terdiri dari empat cewek cantik yang bisa dibilang perfect, dompet tebal, dan masing-masing punya kelebihan. BYFA, singkatan dari nama keempat cewek itu.
Beby, asli produk Indonesia. Mata hitam, alis bulan sabit, hidung mancung, tubuh tinggi dan langsing, tegas dan berwibawa karena dia menjadi orang nomer satu di sekolah, Ketua OSIS.
Yona, cantik, blasteran Jerman, mata biru, pecicilan, tapi agak galak.
Findy, pendiam, tapi sekali ngomong suka nusuk di hati.
Arsy, kalem, agak manja, sok imut dan paling suka membela yang benar.
Jika empat cewek itu sudah berkumpul, maka para cowok akan bingung memilih mana yang akan diperhatikan. Tapi tetap saja, Beby yang paling menarik. Dia selalu berjalan paling depan diantara ketiga temannya, dia yang menjadi komando setiap langkah dan tempat yang akan dituju.
Hanya Beby, gadis yang tidak mengenal kelas sosial dalam bergaul, termasuk Mang Ujang yang kerap kecipratan bantuan dari Beby baik berupa tenaga maupun materi.
Keempat gadis cantik itu memang benar berasal dari keluarga berada, hidup dengan harta berkecukupan, kesamaan nasib yang sama-sama tidak beruntung dalam kehidupan keluarga, membuat keempatnya memilih kos dan jauh dari keluarga, tanpa sengaja keempatnya dipertemukan dalam satu atap, hidup dan tinggal di kos-kosan yang membuat keempatnya menjalin persahabatan.
Lorong belakang sekolah tempat biasa para cowok nongkrong sudah sepi. Beby melongokkan kepala, meneliti lorong itu untuk memastikan tidak ada guru yang melintas di sana. Aman. Sekilas bola matanya melirik arloji di tangan. Mampus, ia telat. Dengan kecepatan kilat ia berlari menyusuri lorong setelah sebelumnya tadi ia sempat mengendap-endap memanjat pagar menggunakan tangga. Untung saja tadi ada Mang Ujang, tukang kebun itu tidak segan membantu Beby disaat Beby tertimpa masalah. Seperti tadi, betis indah Beby bisa saja patah jika melompat dari pagar tinggi. Tapi kakinya bisa mendarat dengan cantik atas bantuan Mang Ujang yang menyediakan tangga dari dalam pagar setelah sebelumnya celingak-celinguk takut ketahuan. Jika ketahuan telat masuk, bisa panjang urusannya.
Sesampainya di teras, Beby sadar ternyata bukan hanya dirinya yang telat, tampak Riana, gadis pendiam berkaca mata tebal yang sering dibuly karena berpenampilan cupu itu berjalan gontai dengan langkah lemah menapaki anak tangga. Tas berwarna pink menyelempang di bahunya. Bel sudah berdering sejak tadi, tapi gadis yang jarang masuk sekolah karena alasan sakit itu masih berjalan dengan langkah lunak. Gadis itu memang terkenal lemah. Tidak pernah ikut oleh raga dan guru olah raga memaklumi. Perlu proses penyembuhan sakit yang dia derita memakan waktu lama. Itulah alasan yang membuat pihak sekolah memberi ijin pada Riana untuk tidak masuk sekolah di hari-hari yang ditentukan ketika ia menjalani pengobatan.
Beby berjalan dengan langkah cepat menaiki anak tangga. Melintasi Riana.
Tepat pada saat itu, dari arah belakang muncul Yona dan Findy, mereka saling berkejaran menaiki anak tangga, berebut saling mendahului. Arsy tergopoh-gopoh mengikuti di belakang. Ketiganya mengenakan seragam olah raga. Findy meraih kaos punggung Yona dan menariknya kuat. Yona menghempaskan tangan agar genggaman Findy di punggungnya terlepas. Tapi naas, justru sikunya menjotos bahu Riana hingga gadis lemah itu terpeleset lalu jatuh terguling.
Yona, Findy, dan Arsy bertukar pandang sesaat setelah melihat tubuh Riana terkapar tak bergerak di lantai bawah dengan mata terpejam. Sementara Beby yang tidak menyadari kejadian di belakang karena terlalu fokus dengan keterlambatannya, tetap melanjutkan langkah. Hingga sampai di puncak tangga, barulah Beby menoleh. Merasa bertanya-tanya kenapa gaduh di belakangnya mendadak hening setelah terdengar suara seperti ada yang mengguling bebas. Sekilas Beby sempat melihat sosok tubuh tergeletak di lantai bawah ketika kakinya tanpa sadar mengikuti Yona yang menarik tangannya.
“Kabuuurrr..!” jerit Yona sambil terus menggandeng tangan Beby.
Nyaris seperti terhipnotis, teriakan Yona membuat Beby mempercepat larinya. Rasa sakit di pergelangan kaki dan pinggangnya seakan terlupakan.
Findy dan Arsy tunggang-langgang mengikuti. Mereka berbelok ke arah belakang sekolah dengan perasaan gugup dan kulit bersimbah peluh.
Sesaat Beby terpaku ketika tersadar sesuatu. Tunggu dulu, yang terkapar di lantai bawah tadi itu Riana? Jadi Riana jatuh dari tangga dan dia justru meninggalkan Riana? Pikir Beby sambil geleng-geleng kepala akibat respon otaknya yang entah kenapa pagi itu menjadi lamban akibat panik takut telat.
“Udah. Kita aman!” kata Yona sambil melirik ke kiri kanan.
Tidak pernah sebelumnya mereka setakut itu di sekolah. Tapi kali ini? Seperti sedang dikejar perampok.
“Aduuuh... gue keringetan. Bedak gue luntur, deh.” Arsy mengibas-ngibaskan tangan ke wajah yang basah dialiri peluh.
“Busyet, parah lo! Dalam keadaan genting gini masih aja lo mikirin penampilan,” bentak Yona sengit, membuat Arsy langsung terdiam. Namun tangannya tak henti mengelus-elus pipi. Tidak rela bedaknya luntur oleh keringat.
Beby terdiam dalam penyesalan. Menyesal karena telah mengikuti teman-temannya meninggalkan Riana.