Hening menyelumuti sejenak.
Diah mengangguk menyetujui ucapan Aarav yang ada benarnya juga, apa salahnya mencoba lagi. "Gue setuju, kita harus ngelakuin itu." ujar Diah mantap
Geya menatap Diah tak percaya, Geya menghela napas panjang. Jikalau begini tak ada yang bisa Geya lakukan, prinsipnya ketika terkurung di rumah ini. Geya akan selalu mengikuti Diah, karena Geya yakin dengan Diah. "Yaudah deh gue ikut juga." putus Geya akhirnya. Geya harus berani menghadapi apapun yang akan terjadi di masa depan. Dan kini, mereka tengah bersiap-siap untuk melanjutkan misi.
"Jangan lupa dengan senjatanya." Aarav berbalik, memperhatikan kembali Diah dan Geya yang berada dibelakang, apakah sudah lengkap dengan yang akan dibawa nanti keatas.
"Oke." Diah dan Geya bersorak kompak. Mereka memperlihatkan s*****a yang sudah dipegang ditangan masing-masing untuk melindungi diri. Dengan penuh kehati-hatian, mereka pun berangkat keatas. Aarav memimpin, diikuti oleh Geya dan Diah dibelakang Aarav. Dahi meraka sama-sama mengernyitkan dahinya heran, tumben sekali aura atmosfer di atas beda terakhir kali mereka datang justru saat ini lebih terlihat sepi dari biasanya. Aneh sekali!
"Keluar kalian!" teriak Aarav dengan lantang tepat didepan pintu saat mereka menemukan orang tua itu. Aarav tak ingin masuk dana teriakan Aarav cukup mengejutkan Diah dan Geya. Dan menjadi terkejut lagi ketika melihat sosok orang tua itu yang keluar bagaikan angin, cepat sekali dan tak terprediksi.
Wanita tua itu itu tertawa keras cukup mengerikan, menatap Aarav, Geya dan Diah dengan tatapan yang paling meremehkan. “Wah ada apa?" tanya wanita tua itu. Pria tua yang berada disamping wanita itu hanya diam memperhatikan Geya, Diah dan Aarav. Geya dan Diah yang melihat itu bergerak memeluk satu sama lain karena masih trauma dan ketakutan dengan kejadian itu.
Aarav terlihat santai, dia melemparkan tatapan dinginnya. "Kami ingin mengatakan sesuatu." Sentak Aarav tak bersahabat. Aarav, Geya, Diah semakin waspada memegang s*****a masing-masing.
Wanita itu tersenyum sinis. “Oh kalau gitu kita kenalan dulu ya." Wanita tua itu memberikan senyuman remehnya. Tak lama kemudiah wanita tua itu mrmperkenalkan diri. "Nama saya Feti dan suami saya bernama Pinos, jadi siapa nama kalian?" tanya nenek itu hanya untuk berbasa basi.
Diah mengungkir senyum tipis yang angkuh. "Tidak perlu kalian tau kan?" Diah menatap wanita dan pria itu dengan tatapan garangnya.
Feti sontak tertawa mengejek. "Yasudah ayo duduk." Feti duduk di ikuti suaminya. Feti mempersilahan Aarav, Geya dan Diah menyuruhnya duduk tepat disalah satu sofa di koridor gelap rumah ‘angker’ ini. Geya, Diah dan Aarav awalnya ragu, tapi pada akhirnya mereka ikut duduk, begitu menjaga jarak agar berjauhan. Diah dan Geya saling berdempetan sedangkan Aarav paling terdepan.
"Jadi apa yang mau kalian sampaikan?" tanya Feti sarkas.
Aarav menatap mereka datar. "Tolong lepaskan kami!” Aarav berkata dengan suara yang rendah, dia menatap Feti dan Pinos secara bergantian, tatapan Aarav sangat tajam.
“AHAHAHAHAHAHAHAAHAHAH!” Tawa Feti dan Pinos sangat lantang, mengelegar seluruh sudut ruangan.
Geya menatap tak suka kearah Feti dan Pinos, sangat tersinggung dengan suara tawa mereka yang memuakkan. "Kenapa kalian ketawa?" Geya berprotes kesal.
Tawa Feti dan Pinos perlahan mereda, Feti dan Pinos memandangi Aarav, Geya dan Diah dengan sorot meremehkan. "Dasar anak muda bodoh." Feti mendesis sinis.
Pinos melayangkan tatapan menakutkan. “Apa kamu kira bisa keluar dari sini dengan mudah?" Pinos menyeringai kecil.
"Saya bahkan ingin membunuh kalian, dan kalian ingin kita membebaskan kalian?" lanjut Feti dengan bola matanya yang memerah, hendak menerkam Aarav, Geya dan Diah.
Detik itu juga Aarav, Geya dan Diah terbeku di tempat. Mereka merinding seketika saat mendengar kata ‘membunuh’ sudah dipastikan tak ada selamat disini. Ingin rasanya Diah dan Geya menangis keras-keras menerima takdir yang begitu kejam ini, mereka masih muda dan masih banyak cita-cita yang belum tercapai. Muka mereka pias ketakutan.
Dengan tenang dan berhasil mengontrol diri Diah lantas membalas ucapan itu, “Tolong saya akan menuruti semua permintaan anda,” ujar Diah dengan rileks.
"Ya beri kami kesempatan," sentak Aarav.
Geya mengangguk, gelagapan. “Kami janji jika kalian bisa membebaskan kami, kami akan menuruti semua keinginan kamu." lanjut Geya berusaha menyakinkan mereka.
"Itu bukan urusan saya." Feti berkata ketus.
Aarav memutar bola matanya malas. "Bukan urusan gimana? Saya tau rumor selama ini salah, kamu kan yang membunuh semua orang yang datang ke rumah ini." Aarav berujar tak kalah ketus. Raut wajahnya kian dingin dan tajam.
Pinos tertawa prihatin. "Sungguh bodoh?!” setelahnya tawa puas berhambur keluar dari mulutnya.
"Apa setelah apa yang kalian alami masih berpikir bahwa kami dalang dari semua ini?" Feti bertanya, menatap Aarav, Geya dan Diah secara bergilir dengan tatapan kasian.
Aarav, Dian dan Geya hanya bisa berdiam diri. Bingung harus menjawab bagaimana, sulit sekali memecahkan teka-teki yang memuakkan ini.
"Apa yang menimpa teman kalian itu apa yakin kami yang membuatnya seperti itu?" Feti bertanya lagi.
Aarav menghela napas kasar, "Bisa jadi kan kalian ngelakuin tindakan itu dengan cara yang lain, bisa jadi kan di kamar itu ada pintu tersembunyi?" tanya Aarav balik.
Pinos dan Feti hanya diam, tak menjawab.
Aarav masih ingat pintu yang terkunci seperti biasa dan lemari yang masih berdiri di tempat tanpa tergeser sedikit pun. Tapi bisa sajakan orang tua ini melakukan secara diam-diam tanpa mereka ketahui? Aarav tahu betapa liciknya orang tua didepannya ini.
"Ya sudah kalau tidak percaya." Feti menarik napas kasar. Feti bangkit dari duduknya diikuti oleh Pinos di belakang hendak bangun untuk pergi sekarang juga, malas juga mereka terus-menerus meledani bocah bau kencur ini.
Detik yang sama, dengan berani Diah datang dan menghadang Feti dan Pinos dari depan. Diah merentangkan tangan lebar sebagai pertahanan agar Feti dan Pinos tak pergi meninggalkan mereka sebelum Diah menemukan cara untuk keluar dari rumah ‘angker’ ini.
"Tolong, jangan pergi kami butuh bantuan kalian. Kita ingin membawa pulang teman kami yang baru saja meninggal." Diah berkata dengan lantang agar didengarkan oleh Feti dan Pinos.
Untuk kesekian kalinya, Feti tertawa keras begitu pun dengan Pinos. Mereka menggeleng-gelengkan kepala dengan pemikiran bocah di depannya ini, "Sangat lucu, sungguh lucu!” ujar Pinos.
Feti menyeringai puas. "Ada caranya!”
"Apa?" Geya langsung beranjak bangun dari duduknya, melangkah sedikit mendekat kearah Feti dan menatap Feti dengan tatapan penuh harapan yang sangat mendalam.
"Bersekutulan dengan Setan." Pinos berkata enteng.
Diah menyatukan dahinya, tak mengerti. "Maksud kalian?"
Feti menatap Aarav, Geya dan Diah begitu tajam. "Tunduklah kepada tuan kami, maka kalian akan selamat." tukas Feti mengerikan. Diah, Aarav, dan Geya terkejut secara bersamaan, tak menyangka dengan kalimat itu yang justru terdengar di telinga mereka. Aarav, Geya, Diah terdiam sedikit lama dengan berbagai pikiran berkecamuk. Setan? Itu tak masuk akal sama sekali.
"Jadi kalian menyembah setan?" Aarav bertanya cepat.
Feti mengangguk dengan santai. "Benar anak muda."
Aarav, Geya dan Diah kembali terdiam.
"Apa kalian tau saya dulu juga seperti kalian, dan kami datang ke sini dan yah berakhir tidak tau cara keluar dan kami langsung bersekutu dengan setan." jelas Pinos tak bersahabat.
Detik itu juga, Aarav, Geya dan Diah semakin terkejut saat mendengar satu fakta lagi. Rasanya ini sungguh hal yang tidak disangka, terjebak? Kemudian bersekutu dengan setan agar tak mati? Sungguh sangat konyol. Jujur, mereka tak bisa mempercayai itu. Sulit untuk dicerna oleh otak Aarav, Geya dan Diah.
"Apa syaratnya?" Geya bertanya dengan cepat bahkan kaki Geya semakin antusias untuk mengetahui banyak hal tentang itu. Geya maju lebih depan daripada Aarav. Aarav dan Diah langsung menoleh kearah Geya dengan mata melotot tak percaya. Ini sungguh Geya?
Diah menyengol lengan Geya memperingati bahwa Geya sudah kelewatab batas. "Apa yang lo lakuin?" Diah bertanya lirih namun sayangnya Geya tak membalas menatapnya atau bahkan merespon ucapannya. Geya baru saja mengabaikan Diah, Diah semakin syok melihat Geya yang seperti ini.