Ramai kabar tentang jadinya Inge dengan Jerry anak kelas 10 langsung menyebar pesat. Sebenarnya itu ditujukan untuk satu orang. Sofi.
Inge dan Jerry duduk berdua di salah satu meja kantin. Tak berapa lama Sofi dan dua temannya tiba dan mengambil tempat yang kebetulan tepat disamping meja Inge.
Angel dan Vani saling melirik menyadari keanehan yang ada. Biasanya, secuil saja berita tentang Inge yang sudah mendapat cowok baru terendus ditelinga teman mereka yang saat ini sedang menyantap Bakmi, pasti gadis itu sudah merangkai taktik untuk merebut sesuatu yang ia sebut 'mangsa' tersebut. Tapi ini? Jangankan mendengar, bahkan saat ini keduanya yakin Sofi melihatnya dengan kedua bola matanya yang sangat dipastikan masih berfungsi. Anehnya, cewek itu hanya diam saja.
“Sof, lo sehat, kan?” mendapat pertanyaan itu lantas saja membuat Sofi mendongak menatap tersangka. Yang tak lain Angel.
“Hu-um.” gumamnya dengan alis mengerut. “Emang kenapa? Gue kelihatan kaya orang sakit?”
“Enggak... Cuma aneh aja.”
“Anehnya?” Angel mengode menggunakan telunjuk kearah Inge dan Jerry yang langsung diikuti netra biru milik Sofi. Lebih anehnya lagi, cewek berambut panjang sepunggung itu hanya merespon kata, “Terus??” tak lupa dengan ekspresi cuek.
“Itu Inge, Sof. Dan dia lagi makan sama Jerry. For your information, yang dua hari lalu nembak Inge dan diiyain sama dia.”
“Yang artinya, mereka pacaran!” Vani menambahi penjelasan Angel guna menyadari teman mereka tersebut.
Dan lagi-lagi keduanya mengerutkan dahi dengan reaksi Sofi. Cewek itu berdecak?!
“Bodo amat.” kembali memakan bakminya yang tersisa setengah.
Ditempatnya Inge menegang syok mendengar balasan Sofi. Sedari awal dirinya memang sudah dibuat bingung dan gelisah akan tanggapan acuh tak acuh Sofi, padahal cewek itu jelas melihat dirinya jalan berdua dengan Jerry. Cewek itu bersikap sangat diluar dugaan.
“Jadi ceritanya lo udah tobat nih, ngelakor nya?” tanya Vani yang diangkati bahu sekali oleh Sofi.
“Lagian gue udah punya cowok, kok. Tajir lagi. Si bocil itu gak ada apa-apanya sama dia.” ujar Sofi dengan sikap acuhnya. Inge terkejut untuk kedua kalinya. Gadis itu semakin mempertajam pendengarannya. Bahkan Jerry yang terus-menerus menceritakan entah apa itu, ia tak hiraukan.
“Serius? Siapa?” tanya Angel dan Vani bersamaan.
“Ada deh. Dan mungkin, gue udah gak doyan sama cowoknya Mak Lampir lagi. Soalnya,” Sofi melirik pada Inge. “gue udah cintaaa banget sama cowok gue ini.” Sofi tersenyum diam-diam. Dia yakin sedari tadi Inge mendengar apa yang mereka bahas. Dan ini, sangat menyenangkan.
“Aa... gue makin penasaran siapa orangnya. Kasih tau kita dong Sof.” tuntut Angel penasaran.
“Iya, Sof. Gue pengen tau banget, nih, siapa yang berhasil bikin lo insyaf jadi pelakor. Siapa tau bisa jadi bahan gue nulis di platform cerita gue.” Vani menyambung
“Iya Sof, ayolah!” rengek kedua temannya.
“Gnd, ska. Inisialnya.” Angel dan Vani sontak diam sejenam untuk mencerna teka-teki itu dan memutar otak mereka sekiranya siapa yang dimaksud Sofi. Dan dalam waktu bersamaan, keduanya saling menoleh dengan mata melebar menyebut satu nama yang sama.
“GANDA SUAKA!”
Lain dengan kedua teman Sofi yang riang tak terkira, dalam duduknya Inge merasa dunianya kosong. Seluruh kebisingan yang tadinya berseliuran di telinganya sekejap menjadi hampa saat nama orang yang dicintainya disangkut pautkan.
“Oh my God, lo udah jadian sama Ganda? Kapan? Dimana? Kok bisa?” tanya Angel sangat antusias.
“Tiga hari yang lalu, di apartemen gue.” seketika teriakan Angel dan Vani memekakkan pengunjung kantin lainnya.
Cukup. Inge merasa ini sudah keterlaluan. Kesabaran yang menipis membuat tidak lagi hanya sebatas telinganya yang mencuri dengar. Melainkan kedua matanya yang turut membidik cewek jalang yang asyik membual sesuatu yang tidak masuk akal baginya. Sambil mengepalkan tangan diatas paha, Inge seolah dapat membakar Sofi melalui tatapan tajamnya.
“Kenapa lo gak cerita, sih? Pokoknya kita gak mau tau. Kita harus dapat PJ. Iya gak Ngel?”
“Bener banget!” angguk Angel sangat setuju.
“Dan karena ini Ganda, kita gak level minta yang murah. Harus yang jut-jut pokoknya!”
“Terserah.” sahutnya asal.
“Siiip. Yang penting kita udah dapat restu dari nyonya Ganda.” Angel menaikan alis kearah Vani yang diberi dua jempol oleh gadis berambut hitam sebahu itu.
Bunyi bangku didorong hingga berderak kencang dari samping mereka mengambil alih ketiganya. Lain dengan Angel dan Vani yang acuh tak acuh dengan wajah malas, Sofi justru mengiringi orang yang baru beranjak yang tak lain Inge dengan seringainya.
Kena lo.
•••
Tanpa diketahui Inge, Sofi membuntuti Si Mal Lampir yang berbelok ke arah gudang. Air mukanya benar-benar seperti siap meledak. Hahaha.
Ternyata benar ya, kata-kata mutiara yang mengatakan bahagia itu sederhana. Buktinya hanya melihat musuh memakan umpan seperti ini saja sudah membuat Sofi senang bukan main.
Hm, dia terlihat seperti antagonis nggak, sih? Enggak kan ya? Whatever.
“Halo, kesini sekarang. Ada yang mau aku omongin.” di kelasnya Ganda mengerutkan dahi mendengar nada tak bersahabat kekasihnya tersebut.
“Kenapa sih?”
“Aku bilang kesini sekarang!” bip. Sambungan langsung diputus sepihak oleh Inge.
Ganda diseberang semakin tenggelam dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dikepalanya.
Sebenarnya ada apa sama Inge?
Tidak ingin masalahnya semakin runyam, meski tidak tahu apa-apa kenapa Inge terdengar marah di telepon barusan, iapun beranjak ke gudang, tempat biasanya ia bertemu Inge bila di sekolah.
Sedangkan sosok gadis yang sedang bersembunyi dibalik kardus sambil memperhatikan Inge semakin melebarkan senyumnya saat musuhnya itu menutup telepon dengan amarah memuncak.
Kayaknya makin seru kalau Ganda nggak bisa nemuin Mak Lampir. Pikir Sofi licik.
Dan Sofi benar-benar merealisasikannya. Gadis itu menunggu di depan toilet perempuan sambil manik birunya mengawasi ujung koridor, menanti kehadiran seorang Ganda. Cowok yang akan menghampiri kekasih tercintanya di gudang. Benar-benar so sweet... Tapi bohong.
Beberapa menit kemudian, akhirnya sosok yang dinantinya terlihat juga. Sofi menarik dirinya sebentar untuk merapikan penampilannya agar paripurna. Kalau mau berhasil, lelingkuhan harus terlihat lebih mempesona bukan?
Setelah selesai, Sofi keluar dari toilet bertingkah seakan-akan ia benar-benar menggunakan tempat membuang hajat itu seperti fungsinya.
Didepan sana Ganda terlihat tidak fokus dengan langkahnya, karena sibuk memperhatikan ponsel digenggaman. Sepertinya cowok itu mencoba menghubungi Inge.
Bruk!
“Aw!” Vino refleks merangkul pinggang Sofi yang menabraknya. Pandangan keduanya bersitatap. Ganda membantu gadis itu berdiri. “Sorry, Ga.” ucap Sofi tulus. Tulus-tulus bulus. Ganda mengangguk saja agar cepat.
“Eh, mau kemana?” Sofi menahan lengan cowok itu yang hendak pergi.
“Gue ada ur—” belum selesai berucap Sofi sudah merangkulnya mesra.
“Udah tinggalin aja. Bel udah bunyi lima menit yang lalu tau.”
“Tapi—”
“Udah ayo, ah! Nanti keburu gurunya masuk.” Ganda yang sudah pusing mencari alasan akhirnya memutuskan pasrah saja.
Perempuan memang bikin pusing!