Little Thief's POV
Untuk beberapa detik, aku berpikir Azrael akan menciumku—untuk beberapa detik, aku berharap Azrael menciumku. Ruangan sempit itu telah membuatku gila. Aku pasti sudah gila.
Jemarinya terasa tegas di rahangku. Nafasnya berhembus berat di bibirku. Tapi semua kedekatan itu, tidak lebih mengintimidasi dari mata hitamnya yang menajam, tepat di bibirku. Tatapannya mengunci di sana—Oh, God, I can’t breathe.
Azrael mengedip, dan kelaparan itu sirna seperti hembusan angin. Ketika dia melepaskan rahangku dan menjauh, tubuhku berubah dingin.
Sialan, aku yang terjadi denganku?
Azrael menoleh pada pengawal di belakangku, "Jack, pergi dari sini."
Tidak butuh satu menit untuk Jack bangkit dari lantai, menunduk pada Azrael, sebelum meninggalkan kami berdua di lorong sepi itu.
"Aku telah melakukan apa yang kau inginkan. Jadi giliranmu sekarang." Aku menyeka air mataku, "Katakan kau tidak akan membunuh Jack."
Azrael berdiri di sana, seperti granat yang hendak meledak. Tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Nafas beratnya perlahan berhembus pelan.
“Katakan kau tidak akan membunuh Jack, Azrael!”
Dengan senyum licik di sudut bibir, Azrael mengambil satu langkah mendekat, "Apa yang membuatmu berpikir aku akan menuruti hal konyol yang keluar dari mulutmu?"
“Ta—tapi… Tapi…” Hawa panas menyengat. Menarik langkahku mundur darinya, “Tapi kau sudah berjanji!”
Azrael menyeringai ketika punggungku menabrak kusen jendela. Dia berhenti hanya satu langkah di depanku, hingga aromanya merasuki. Seperti aroma kulit, tembakau, dan kayu.
"Jika kau ingin tahu satu hal tentangku, Little Thief, ketahui ini: Azrael Leviathan Pereira tidak pernah menjawab perintah dari siapapun.” Iblis itu menunduk, mensejajarkan wajahnya denganku, “Terlebih, tidak darimu. Kau bisa memohon dan menangis darah padaku. Tapi aku justru akan tersenyum dan membiarkanmu menangis hingga mati."
Jantungku mencelos bersamaan dengan air mataku kembali meniti, "K—kau akan membunuhnya Jack?"
Jemarinya terangkat, hendak menyentuh wajahku. Tapi aku reflek menghindar. Mendelik tajam padanya, ingin menunjukkan betapa besar aku membencinya. Betapa sentuhannya begitu menjijikkan.
Alih-alih, Azrael menghadiahkanku senyumannya, "Aku tidak pernah punya niat untuk membunuh orang kepercayaanku karenamu."
"Jadi, kau.... kau tidak akan membunuh Jack? Kau tidak akan membunuh dia, kan?" Aku tidak peduli betapa menyedihkan suaraku terdengar. Jika artinya seseorang tidak akan terbunuh karena aku, aku rela bersujud—
"No, little thief. Aku hanya ingin melihatmu memohon." Azrael tersenyum. Benar-benar tersenyum.
Iblis sialan ini bilang apa???
Secepat itu, kesedihan berubah jadi amarah. Berubah menjadi kelegaan yang mengeringkan pelupuk mata.
Oh, Thank God!
Setelah bernafas kembali terasa mudah, aku mendorong tubuh besarnya kuat-kuat. Melampiaskan semua perasaan campur aduk itu pada d**a bidangnya. Berkali-kali. Hingga Azrael terdorong mundur dariku.
Azrael terkesiap di jemariku. Dan baru saat itu aku menyadari apa yang telah kulakukan. Mata hitamnya mengunci tatapanku, rasanya lega dan menakutkan dalam waktu bersamaan.
Apa mungkin aku telah menyelamatkan nyawa Jack tapi justru membahayakan nyawaku sendiri?
Alih-alih, dunia berhenti berputar ketika Azrael Leviathan Pereira tertawa. Kecil dan sekejap. Tapi mata hitamnya melembut. Tapi lubang di pipinya menusuk. Tapi… tapi perutku bergelitik.
Azrael… bisa tertawa?
Dan… terdengar indah?
Aku berbalik begitu cepat, hampir menabrak kusen jendela. Jantungku berdebar begitu cepat, hanya Tuhan yang tahu kenapa. Mendadak pemandangan matahari keemasan yang hampir menghilang ditelan garis lautan di hadapanku tidak semanis ceruk di pipinya.
Sialan.
"Nikmati selagi masih bisa.” Aku mendengar diriku bergumam, “Karena itu adalah terakhir kali kau mendengar aku memohon padamu."
Dari sudut mata, aku menangkap Azrael menyandarkan punggungnya di dinding sebelahku. Kepalanya menoleh padaku, "Mau taruhan, little thief?"
Aku sudah bersiap menghardiknya dengan balasan yang tajam, hingga aku melihatnya mengeluarkan sebungkus rokok dari balik saku celana kain. Mata hitamnya mengkilat ke arahku—kemungkinan besar karena menangkap bagaimana aku menatap rokoknya berlebihan.
Azrael menggoyangkan bungkusan rokok itu dengan sedemikian rupa, hingga satu batang rokok menyembul. Tanpa menggunakan tangan yang satunya, Azrael menjemput rokok itu dengan menggunakan gigi. Perlahan menarik rokoknya keluar dari bungkusan.
‘Jangan lihat, Kiera’ Peri baik berkata di kepalaku.
Tapi bagaimana bisa ketika iblis itu sengaja melakukannya dengan cara paling seksi yang pernah kulihat seorang laki-laki melakukan itu?!
Azrael menyalakan rokoknya. Matanya terpejam ketika ia menyesap dengan satu tarikan panjang. Seakan sangat menikmati racun surga itu.
Dia pembunuh berdarah dingin, Kiera!
Aku cepat-cepat membuang muka, tapi sama sekali tidak membantu rasa asam di mulutku, terlebih ketika iblis itu dengan sengaja menghembuskan asap ke wajahku. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku merasakan nikotin di lidahku.
“Kau monster!" Aku meliriknya tajam.
Azrael di sisi lain, tersenyum puas, "Kau menyedihkan."
Aku mencoba kembali fokus pada udara segar dan pemandangan di depanku, tapi Azrael adalah iblis yang tidak akan menyerah sebelum mendapatkan yang ia inginkan. Saat ini, dia ingin aku memohon padanya untuk sebatang rokok.
Apa aku akan melakukannya?
Tentu saja tidak mungk—
"Beri aku satu!" Aku menyerah. Aku BUTUH rokok itu!
“Kau tahu bagaimana cara mainnya, little thief.” Sudut bibirnya langsung merekah, "Minta baik-baik.”
Aku mencoba menelan egoku, rasanya seperti menelan beling.
"Azrael, may I have one cigarette?"
"No."
Damn it!
Aku tahu apa yang iblis ini inginkan. Dia ingin aku mengucapkan kata ajaib—dia ingin aku benar-benar memohon. Tapi lebih baik mulutku terasa asam selamanya dari pada harus menjilat ludah sendiri.
"Kenapa, sih, kau melakukan ini?" Aku mencoba terdengar lembut, tapi sulit sekali ketika berhadapan dengan kembaran Lucifer, "Apa kau sangat tergila-gila hormat hingga semua pengawalmu perlu menunduk, hingga kau harus mendengarkan permohonan dari semua orang?"
"Ini bukan tentang rasa hormat, little thief." Azrael menyela untuk menyesap rokoknya lalu menariknya ke hidung, "Ini tentang memberimu pelajaran akan apa yang akan kau hadapi selama dua bulan ke depan."
"Apa yang akan aku hadapi dalam dua bulan ke depan?"
"Press, paparazzi, rakyat—mereka akan memakanmu hidup-hidup jika kau tidak belajar cara menurunkan egomu." Azrael menarik rokoknya sekali lagi, menyisakan seperempat, "Kau akan menikahi calon pemimpin San Myshuno. Kau akan mengunjungi ratusan acara penting—gala, fundraising, pesta dansa, interview."
Azrael menegakkan tubuhnya menjulangiku, "Jadi, jika aku bilang makan, kau akan makan. Jika aku bilang duduk, kau akan duduk. Jika aku bilang diam, kau tidak akan mengucapkan sepatah kata pun." Azrael menunduk untuk mensejajarkan wajahnya denganku, "Dan jika aku bilang memohon, kau akan memohon seperti nyawamu bergantung pada itu. Mengerti, little thief?"
Aku tidak menjawab—aku tidak bisa menjawab kalau pun aku mau. Wajahnya terlalu dekat denganku, baru saat itu aku menyadari betapa hitam matanya—hitam metalik yang akan membuatmu tersesat jika berani menatapnya terlalu lama.
"Good girl." Azrael menyeringai, sebelum meletakkan sisa seperempat rokoknya yang masih menyala di kusen jendela, "Itu untukmu jika kau mau."
Aku ingin marah. Aku ingin menancapkan rokok itu ke wajah tampannya. Tapi dua detik aku hanya diam, memperhatikan bercak basah pada bagian filter rokok itu. Tidak bisa mengatakan apa-apa.
Akhirnya aku menemukan keberanian untuk menatapnya tajam tepat pada mata hitamnya yang menusuk, "Apa kau tahu, Tuhan sengaja menciptakan neraka untukmu?"
Azrael mengigit bibirnya dengan senyum, "Dan Dia sengaja menciptakanmu untuk jadi mainanku."