Cold Prince's POV
"Little thief, kenalkan ini adikku, Michael Damien Pereira."
Sama sepertiku, Michael bukan tipe yang murah senyum—hanya jika diperlukan. Itu lah kenapa, rasanya mengganggu ketika anak itu tersenyum sumringah saat menyambut kedatanganku dan Kiera. Senyum di wajahnya, selalu menjengkelkan.
"Oh, sebuah kehormatan akhirnya bisa bertemu dengan gadis yang melelehkan pangeran salju." Michael mengulurkan tangan, "Panggil saja aku Mickey, kakak ipar."
Jangan percaya omong kosong itu.
"Aku juga sama." Kiera tersenyum kikuk, menjabat tangan Michael. "Azrael bercerita banyak tentangmu… Mickey."
Aku mencoba untuk tidak merinding, tapi gagal. “Aktingmu payah sekali, little thief."
"Azrael!" Kiera menyikut pinggulku.
"Adikku tahu."
"Oh."
Selama aku hidup, aku selalu bilang aku paling suka melihat ekspresi ketakutan dari wajah seseorang ketika berhadapan denganku. Namun semua itu berubah ketika aku melihat Kiera Grace Harlow menatapku penuh kebencian, lalu mendadak merona.
Sialan. Seru juga melihatnya kehabisan kata-kata seperti itu.
"Kau merusak suasana, Az." Celetuk Michael, memutar mata.
"Aku setuju denganmu soal itu, Mickey." Ujar Kiera, mendelik tidak ramah padaku.
"Hey, aku suka denganmu." Seru Michael, penuh semangat. "Apa aku boleh memelukmu, kakak ipar?"
Kiera menimang beberapa saat, sebelum mengedikkan bahu, "Ya, tentu saja. Kenapa tidak?"
Dan, mereka berpelukan—seolah mereka memang kakak dan adik ipar sungguhan. Kiera mengalungkan lengannya di leher Michael, sedangkan adikku melingkarkan lengannya di pinggang Kiera. Untuk beberapa saat, mereka hanya berpelukan seperti itu.
Hingga kemudian, Michael berceletuk, "Hm, kau wangi sekali." Wajahnya begitu dekat dengan telinga Kiera.
Tanganku yang bersembunyi di dalam saku celana, mendadak terasa gatal. Sebelum aku sempat berpikir, jemariku melingkar di pinggang Kiera. Menarik gadis itu kembali ke sisiku.
"Hey!" Sembur Kiera dengan tatapan tajam, namun tidak bergeser dari dekapanku, "Sangat-sangat tidak sopan, Yang Mulia!"
Aku tahu Kiera sengaja memanggilku seperti itu untuk mengolok-olok. Tapi alih-alih terganggu, aku justru menyukainya. Memuaskan rasanya mendengar keterpaksaan dalam suaranya ketika dia memanggilku begitu.
"Berpelukan mesra dengan adikku juga tidak sopan, little thief."
Mata hijaunya memutar sebal, "Perusak suasana."
"Sangat setuju." Celetuk Micheal dengan senyum penuh arti, sebelum berlalu. "Ayo, aku akan menuntunmu berkeliling, kakak ipar. Ayah dan Ibu sedang dalam perjalanan."
Kiera berjinjit untuk berbisik di telingaku, "Aku suka adikmu."
Apa gadis konyol ini berharap aku cemburu?
"Jangan tertipu, little thief. Adikku tidak kalah iblis."
Kiera mengedikkan bahu, "Setidaknya dia iblis yang tampan."
Jika iya, maka sudah pasti gadis konyol itu hanya bermimpi.
Aku sama sekali tidak ingin menghajar adikku sendiri karena meletakkan tangannya di tubuh Kiera. Sama sekali tidak ingin menghukum Kiera karena membiarkan laki-laki lain menyentuhnya.
Sama sekali tidak.
***
"Kupikir kita akan makan malam."
Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku mengunjungi ruangan ini. Dulu sekali, perpustakaan ini pernah menjadi tempat sakral—tempat aku dan Michael bersembunyi.
Dari apa? Dari siapa?
Nanti kalian juga tahu.
"Tentu saja, kakak ipar." Michael menjatuhkan tumpukan berkas ke atas meja, "Tapi setelah aku memberitahumu caranya menyelamatkan nyawamu dari predator yang bernama Gabriel Pereira—The Mr. Pereira."
Mata hijau Kiera berlabuh padaku, meminta penjelasan. Gadis itu duduk di kursi sebelahku, tampak lebih lebih tenang dari sebelumnya. Jemarinya bermain-main dengan cincin Ruby—seperti gerakan yang tidak disadari.
"Ada yang perlu kau ketahui tentang keluarga Pereira, Kiera." Tambah Michael, dengan nada yang lebih serius. "Ayahku adalah seorang perfectionist. Untuk diterima sebagai menantunya, kau harus memiliki latar belakang yang sempurna—pekerjaan, pendidikan, keluarga, kekayaan, koneksi—semua itu adalah aspek penting untuk ayah. Lebih penting dari hanya sekedar ‘jatuh cinta’."
Kiera berubah pucat, "Tapi aku tidak punya semua itu..."
"Itulah kenapa aku dan Azrael bekerja selama 3 hari penuh untuk memastikan kau memiliki semua itu." Sahut Michael, menyodorkan salah satu folder ke hadapan Kiera.
Gadis itu menerimanya dengan kening berkerut. Semakin lama Kiera menenggelamkan dirinya pada dokumen itu, semakin masam wajahnya, "Jadi ini yang kau lakukan ketika menghilang selama 3 hari?"
Aku mengangguk, "Dan mendapatkan pelepasan."
Aku tidak tahu kenapa aku berbagi informasi itu dengan Kiera—bukan sebuah kebohongan karena aku sungguhan bermalam dengan seorang escort sewaan. Namun, setelah melihat ekspresi jijik di wajahnya, aku merasa puas.
Berani-beraninya gadis konyol ini menolakku?
"Kita akan kembali lagi pada kebiasaan burukmu, Az." Michael tidak terlihat senang, "Tapi untuk sekarang, aku akan pura-pura lupa." Tatapannya kembali pada Kiera, "Jadi, kakak ipar, seperti yang tertera di dalam dokumen itu, mulai sekarang kau adalah lulusan Yale. Orang tuamu meninggal saat kau masih kecil—mewariskan aset dan Mansion di Kota Breezenia. Tapi karena adikmu melanjutkan kuliah di Windenburg, kau ikut bersamanya dan tinggal di Penthouse Royale Palace sebelum pindah bersama Azrael ke Azrael’s Mansion."
Mata hijau Kiera menajam ke arahku, “Istanamu sungguhan punya nama?!”
“Punya masalah dengan itu, little thief?”
“Seperti sungguh punya nama? Azrael’s Mansion—itu nama resminya?” Dia bertanya lagi. Ketika aku mengangguk, tekuknya hampir jatuh ke lantai, “Astaga, orang gila kaya macam apa sih, kalian sebenarnya?”
“Kita bicarakan kekayaanku lain kali, little thief. Yang terpenting saat ini adalah apa kau mengerti semua yang diberitahu Mickey?”
Ekspresi kebingungannya semakin kacau. "Tidak, sama sekali tidak! Aku tidak mengerti satu kata pun." Kiera memijat alisnya, "Kenapa aku tidak jujur saja? Kenapa harus merangkai kebohongan se-extreme itu?"
"Dan bilang apa?" Aku tidak mengerti kenapa suaraku meninggi, tapi aku tidak bisa menghentikannya, "Jika kau adalah anak nakal yang melarikan diri dari rumah setelah usia 18 tahun dan membawa adikmu untuk sengsara bersama? Tidak pernah kuliah. Memiliki 3 pekerjaan untuk mendanai pendidikan adikmu. Dengan total pinjaman sebesar 28.000$ di bank." Aku bisa lihat jelas bagaimana mata hijaunya meredup, tapi aku tetap melanjutkan, "Apa menurutmu Ayah dan Ibuku akan merestui aku menikah dengan gadis seperti itu?"
Bibir merahnya gemetar, "Kau... memata-matai kehidupanku?" Begitu juga dengan mata hijaunya.
"Menurutmu?" Sial, kenapa tiba-tiba tenggorokanku tercekat, "Aku akan mencalonkan diri sebagai Gubernur San Myshuno. Apa menurutmu aku akan menikahimu begitu saja tanpa melakukan background-checking dengan hidupmu?"
Ada amarah yang berpusar di matanya—seperti setiap kali gadis itu melihatku—namun ada sesuatu yang lain, sesuatu yang membuat mata hijau itu berkilat.
"Aku perlu ke toilet." Kiera bangkit dari kursinya, "Dimana yang terdekat?"
"Dari koridor perpustakaan, ke kanan. Pintu kedua di sebelah kirimu." Sahut Michael, tersenyum ramah.
Begitu Kiera meninggalkan ruangan, senyum Michael berubah mengerikan. Senyum protektif—seolah Kiera lah kakak kandungnya, dan aku hanya cowok hidung belang yang suka merayu.
"What, Mickey?"
Tidak sepertiku, Michael punya sisi lunak. Membunuh dan menyakiti wanita memang tidak ada dalam kamus kami berdua. Tapi di sisi Michael, itu termasuk menyakiti perasaan—sedangkan aku tidak.
"Kau terlalu brutal, brother. Sesuatu mengganggu pikiranmu?"
"Tidak ada. Aku hanya tidak menemukan situasi ini lucu sepertimu."
"Aku mengerti maksudmu. Tapi kau tidak perlu menjadikan Kiera bahan bulan-bulanan. Gadis itu hanya mencuri uang receh dari kantungmu. Dan jika tidak ada dia, kau mungkin tidak akan punya kesempatan untuk memimpin San Myshuno."
Aku tahu Michael benar. Menyerang Kiera seperti itu bukan sikap yang bijak dan sama sekali tidak diperlukan. Jika kepalaku tidak kacau, aku mungkin akan memikirkan hal yang sama—lebih baik mengacuhkan jika tidak sedang diperlukan.
Tapi sejak kejadian di kamar terkutuk itu, sejak merasakan kulitnya yang begitu lembut, aku tidak bisa berhenti memikirkan gadis konyol itu dan bagaimana dia menolakku.
Di waktu bersamaan, Kiera kembali ke ruangan. Duduk tegak di sebelahku, tanpa sekalipun menoleh. Ekspresinya kosong, hanya tersenyum kecil kepada Michael ketika mengatakan, "Maaf jika aku lama. Silahkan lanjutkan, Mickey."
Pintu perpustakaan diketuk dari luar. Salah satu pelayan menjulurkan kepala, "Tuan Muda, Mr. Pereira sudah tiba."
"Sial." Aku dan Michael memaki hampir bersamaan.
Kiera berubah pucat, "T—tapi.. tapi aku belum siap…" Bisiknya lemah, namun tetap bangkit dari kursinya.
Kami bertiga bergegas bersama keluar dari perpustakaan. Kiera berada di sebelahku. Gadis itu tidak memberontak ketika lenganku melingkar di pinggangnya—karena itu adalah rencana.
Tapi yang tidak sesuai rencana adalah ketika jemariku bergerak lembut, membelai punggungnya, dan berbisik, "Jangan khawatir, little thief. You've got this."
Jangan tanya, aku pun tidak tahu apa yang merasukiku.