Waktunya Bekerja

1133 Words
Berdesakan di bus kota pada pagi hari akan menjadi aktivitas yang mulai akrab kembali dengan Za. Hari ini dia sudah mulai bekerja. Kakinya melangkah ringan begitu sampai di hadapan salah satu gedung jangkung di kawasan Kuningan. Tidak hanya dia, banyak lalu lalang sibuk di pagi hari seperti ini. Sudah menjadi hal yang biasa. Namun, bagi Za hari ini luar biasa. Za memberi senyum sekadarnya pada tiap-tiap orang yang berpapasan dengannya. Ada yang membalas, ada juga yang cuek begitu saja. Sekarang dia sedang menunggu di depan ruang training HRD, tempat kemarin dia interview. Tepat pukul delapan pagi, seorang wanita menghampirinya. "Mbak Zanna?" tanya wanita tersebut memastikan. Kepala Za mendongak. Dia langsung tersenyum. "Benar, Bu." "Saya Mira, staf personalia. Mari ikut saya. Tapi sebelumnya saya mohon maaf. Karena Mbak Zanna tidak jadi ditempatkan di staf direksi, karena di bagian staf purchasing membutuhkan SDM. Jadi, kami menempatkan Mbak Zanna di sana. Apa Mbak Zanna bersedia?" "Staf Purchasing? Tapi saya tidak punya pengalaman dalam bidang itu, Bu." Ini tidak sesuai prediksi. "Nanti ada yang bantu Mbak Zanna untuk mempelajarinya dulu. Mbak kan masih under training." Wanita itu tersenyum lagi. Apa boleh buat? Za harus bekerja kalau mau bertahan di ibu kota. Tidak mungkin dia minta makan terus pada Ryan. "Baiklah, Bu. Nggak apa-apa, saya bersedia." Mira mengangguk. "Kalau begitu, mari saya antarkan ke divisi purchasing." Za mengikuti langkah wanita itu. Kantor staf divisi purchasing ada di lantai 25. Itu artinya, di bawah lantai yang sekarang Za pijak. Mereka memasuki lift. Za jadi teringat El. Lelaki itu belum bilang padanya bekerja di bagian apa. "Maaf, Bu Mira. Di sini ada karyawan yang bernama El. Apa Bu Mira tau dia di bagian apa?" tanya Zanna. Sebagai seorang staf personalia, mungkin Mira tahu. Namun, wanita itu tampak mengerutkan kening. "El? Sepertinya nggak ada." "Nggak ada? Tapi kemarin saya bertemu dengannya, Bu. Oh, namanya Ellard. Lengkapnya... Duh lupa saya, Bu." Za menggaruk canggung pelipisnya. Kenapa juga dia bisa lupa nama lengkap Ellard? "Saya baru beberapa bulan sih di sini, Mbak. Jadi, agak kurang paham. Mungkin memang benar ada." Za mengangguk paham. Wajar kalau begitu. Pintu lift terbuka, mereka lantas memasuki kantor divisi purchasing. Urusan soal El biar Za pikirkan nanti. Sekarang adalah saatnya berjuang untuk kehidupan lebih baik. "Halo, Pak Rangga. Ini saya bawakan seorang staf untuk membantu bapak." Seorang lelaki berpostur tinggi dengan wajah oriental mendongak. "Halo, Bu Mira. Wah, gercep banget, ya." Dia tersenyum lebar seraya melirik Zanna sejenak. "Nah, Pak Rangga. Ini Mbak Zanna, baru masuk per hari ini. Tolong dibantu, ya." Mira memperkenalkan Za. "Salam kenal, Pak. Saya Zanna, panggil saja Za. Mohon bimbingannya." Zanna mengulurkan tangannya, dan langsung disambut Rangga. "Welcome ya, Za," balas lelaki itu. "Nah, Pak. Tugas saya sudah selesai, ya. Sekarang tinggal tugas bapak mentraining Mbak Za." Mira menarik sudut bibirnya, kemudian beranjak pamit. "Semoga kamu betah di sini, Za. Purchasing kekurangan orang jadi saya membutuhkan beberapa staf baru. Apa kamu sebelumnya ada pengalaman di bidang ini?" tanya Rangga. "Belum, Pak. Basic saya akunting." Ya, Za pernah bekerja di perusahaan jasa akuntan publik. Lalu dia juga pernah bekerja di perusahaan kecil sebagai staf finansial. "Oke, tak masalah. Bisa sambil jalan. Jadi, Za. Kamu tahu tugas purchasing?" Za mengerutkan kening. Mana dia tahu, bahkan baru tadi dia dapat kabar kalau dirinya masuk divisi ini. Dia lantas menggeleng. "Tak masalah. Jadi, tugas kita di sini adalah membeli barang/jasa yang dibutuhkan departemen-departemen di perusahaan ini. Kedengarannya simpel,ya. Mungkin iya, kalau perusahaan kita bukan skala besar." Biar begitu, Za masih belum terlalu paham. Ah, sudahlah, seiring berjalan waktu dia pasti bisa. "Oke, Za. Ini meja kerja kamu." Za tersenyum lebar. Akhirnya, dia mendapat meja kerja sendiri. Za sempat berpikir akan terus berdiri. Namun, belum apa-apa Rangga sudah memberinya pekerjaan. "Za, kamu bisa menginput data ini? Pastikan jangan sampai terlewat, ya. Tolong tandain warna merah untuk tanggal jatuh tempo p********n yang kurang dari beberapa hari lagi." "Oke." Tak ada kata lain selain itu. Dia wajib menurut. "Nah, di situ ada data vendor dan supplier produksi. Tolong kamu hubungi Pak Ragil dari PT. Anugerah Jaya, dan tanyakan kapan barangnya akan dikirim. Karena kalau hari ini tidak ada pengirim, besok produksi bisa waiting material." Rangga menginstruksikan sebuah pekerjaan lagi. Padahal yang pertama saja belum Za pegang. "Oke." Za mulai berkutat pada tumpukan pekerjaan. Untungnya dia sudah mahir memainkan keyboard komputer. *** Sementara itu di kantornya, El tampak bingung. Bukannya kemarin Za bilang wanita itu melamar pekerjaan sebagai staf direksi? Namun, di ruang staf dia tidak menemukan sosok Za. Sampai-sampai dia harus mengonfirmasi pada sekretarisnya soal penambahan staf baru. "Des, dengar-dengar staf kita ada penambahan?" tanya El. "Oh, iya, Pak. Tapi sepertinya ditunda karena ada divisi yang lebih membutuhkannya saat ini," jawab Desi sekretaris El. "Oh, begitu, ya." Lelaki itu mengangguk lalu kembali ke ruangannya. Namun, sebelum membuka pintu dia memutar badannya kembali. "Kira-kira divisi mana yang membutuhkan staf emergency?" tanya El lagi. "Kalau tidak salah, dari divisi purchasing, Pak." "Oh, oke." Jadi, apa mungkin Za ditempatkan di sana? Dia akan cari tahu nanti. Rasanya kalau dia menanyakan langsung ke orang purchasing tentang Za tidak etis. Meskipun dia berhak melakukan apa pun di perusahaan ini. Menjelang makan siang tiba, El keluar dari ruangannya. "Bapak mau ke mana?" tanya Desi melihat atasannya bergegas keluar. "Saya akan ke bagian pengadaan barang sebentar." El lantas cepat-cepat beranjak membuat kening Desi berkerut. Tidak biasanya dia peduli dengan hal-hal semacam itu. Berusaha abai, Desi kembali melanjutkan kegiatannya. El benar-benar pergi ke divisi purchasing setelahnya. Sebentar lagi jam makan siang namun keadaan di kantor tampak masih sibuk. Beberapa staf yang berpapasan dengannya menyapa penuh hormat. Mungkin mereka terkejut karena tiba-tiba pemimpin mereka menyambangi kantor purchasing. Ini bukan hal biasa. "Astaga, Pak Ellard?" Seorang lelaki setengah berlari menyambut kedatangan El. Dia Pak Kusno, sang manajer divisi. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Pak Kusno. El tersenyum canggung. Jangan sampai hal seperti ini diketahui Za. Matanya bergerak mencari sosok Za. Wanita itu tidak ada di mana pun. Bukan kah Desi bilang karyawan baru itu ditempatkan di sini? "Pak Kusno biasa aja. Begini, Pak. Apa di sini ada staf baru?" tanya El pelan. "Staf baru?" Pak Kusno tampak berpikir. Untuk hal ini dia sama sekali tidak tahu. Biasanya urusan seperti ini Rangga langsung yang menangani. Di saat dia sedang kebingungan menjawab pertanyaan sang bos, dari arah pintu masuk sosok Rangga bersama dengan seorang wanita. "Ah, Rangga!" Pak Kusno memanggil Rangga. "Ya, Pak?" Rangga bergegas menghampiri Pak Kusno meninggalkan wanita yang bersamanya di belakang. "Di divisi kita apa ada staf baru?" tanya Pak Kusno. "Ada, Pak. Itu dia." Rangga menunjuk wanita yang tadi bersamanya. Serta merta El menoleh ke arah belakang. Dan benar, itu Za. _____________________ Halo Gaes, per Juli aku mulai nyentuh ELZA, jadi jangan sampai ketinggalan ya. Jangan lupa ramaikan juga tap love kalian, Gaes. Semoga bulan ini lebih baik dari bulan kemarin. Sehat Sehat! Semangat semangat semangat!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD