bc

Inikah Jodoh (Istri Nakal Pak Ustadz)

book_age18+
10.3K
FOLLOW
42.4K
READ
love after marriage
sweet
lecturer
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

"Jangan tuduh sembarangan! Biarpun gue b***t, tapi gue gak pernah jual diri apalagi kasih gratisan ke orang yang gue gak kenal." Citra berapi-api kala dituduh berzina.

"Jika menikah pilihan yang terbaik. Baik, saya akan menikahi Mbak Citra." Zayn terpaksa menyetujui.

Menikah karena dituduh berzina, padahal niat hati ingin menolong perempuan mabuk dipinggir jalan, tapi malah disalahpahami karena citra Zayn terlalu suci, yaitu seorang ustadz.

Akankah cinta hadir di antara keduanya atau memilih berpisah karena hati masing-masing sudah ada yang tempati?

chap-preview
Free preview
Bab 1
“Sumpah demi Tuhan, aku gak pernah ngelakuin perbuatan itu. Ma, Pa, percaya sama aku.” Citra untuk pertama kali menangis sesenggukan, pipinya merah habis ditampar ayahnya. Andai ibunya tak mencegah, dia sudah babak belur dan berakhir di rumah sakit. “Anak tidak tau diri. Semua orang menjadi saksi atas perzinaan ini. Apa yang akan kamu lakukan? Papa benar-benar kecewa sama kamu. Kamu bukan anakku lagi.” Ferry berapi-api. Tangan sang istri terus memegang dadanya agar lebih tenang dan tak lepas kontrol. Di depannya anak semata wayang, meskipun salah tetap darah lebih kental daripada air. “Jika ini sudah menjadi pilihkan kalian. Insya Allah, saya rela bertanggungjawab. Menikahi Citra sekarang juga.” Seorang pria yang menjadi tuduhan perbuatan asusila membuka suara. “Alhamdulillah, doaku terkabulkan,” ucap Ratih, ibunya Citra dalam hati. Tersenyum penuh rasa syukur. * “Sebaiknya Ustadz tidur dulu. Perjalanan kita masih lumayan masih jauh.” Ahmad melihat majikannya terkantuk-kantuk, kelopak mata mulai sayu, tak bisa lagi terbuka dengan sempurna. “Kalau saya tidur, bagaimana denganmu?” Zayn Asegaf, ustadz muda yang baru saja menyelesaikan tugasnya untuk memberi kajian mingguan di masjid raya Pondok Indah, Jakarta Selatan. “Ustadz sudah lelah sepanjang hari, sedangkan saya cuma menyetir saja. Mana mungkin saya lelah.” “Tidak apa-apa. Lagian kalau saya tidur, kamu malah ngantuk karena tidak ada teman ngobrol.” “Saya sudah minum kopi. Saya tidak mungkin ngantuk. Ke manapun Ustadz mau pergi, Insya Allah saya siap mengantar.” Ahmad tersenyum penuh percaya diri. Matanya tetap fokus menatap jalanan yang sudah mulai sepi, karena mereka sudah masuk ke sebuah perkampungan, bukan lagi komplek perumahan elit. Zayn tertawa kecil. “Ya sudah, saya tidur dulu. Tapi kamu harus hati-hati, kalau ngantuk segera bangunkan saya.” “Baik, Ustadz.” Kepercayaan diri Ahmad luntur sudah. Keheningan semakin mencengkeram membuat kedua matanya meminta jatah tidur secepat mungkin. Dan dia pun menurutinya. Hanya sebentar, tiba-tiba kakinya menekan rem saat melihat seorang perempuan melintas di depan. “Astagifullahal ‘adzim, ada apa ini?” Zayn terperanjat kala tubuhnya terpental ke depan. Untung saja dia mengenakan seatbelt. “Tidak tau, Ustadz. Sepertinya saya hampir menambrak orang.” Ahmad gemetaran. Dia mengutuki dirinya yang terlalu percaya diri. Pada akhirnya dia keluar usai Zayn terlebih dahulu turun untuk mengecek siapa yang terluka. “Innalillahi wa’inna ilahi raji’un.” Zayn terkejut saat melihat seorang wanita pingsan di depan mobilnya. “Astagfirullahal ‘adzim.” Ahmad malah beristigfar kala melihat lekuk tubuh perempuan itu dengan pakaian setengah terbuka. “Cepat tolong dia!” titah Zayn melihat Ahmad mematung di sampingnya. “Hah … baik, Ustadz,” ucap Ahmad terbata-bata. Tanpa berpikir panjang dia menggendong wanita itu lalu membawanya masuk ke dalam mobil. “Ustadz, ini sudah larut, rumah sakit pun sangat jauh dari sini, jadi−.” “Kita bawa saja dia ke rumah.” Zayn dengan cepat menyela setelah memastikan jalanan sepi. Ini darurat, andai meninggalkan begitu saja malah membuat perempuan itu menjadi korban pelecehan. “Akan ada banyak fitnah membawa perempuan ini pulang ke rumah, Ustadz. Perempuan ini bau alkohol, bajunya juga seksi.” Ahmad menatap perempuan itu dengan saksama. Dia meringis bahkan mengedik ngeri, penampilan yang dianggap memanjakan mata, tapi sebenarnya malah membuat dosa bertumpuk. Ahmad beristigfar sambil sesekali meliriknya. “Sebagai umat Muhammad kita harus saling tolong menolong. Kalau kita biarkan dia sendirian di jalan andai terjadi sesuatu dengan dia maka kita akan ikut berdoa karena kita tidak menolong dia,” jelas Zayn dengan serius. “Tapi Ustadz, dia itu wanita malam.” Tetap Ahmad enggan menolong. Entahlah firasatnya mulai tak baik. “Bukankah kita pernah mendengar kisah seorang wanita malam, hanya dengan memberi minum seekor anjing yang kehausan di tepi jalan, karena niat baiknya ia masuk surga? Lalu apa salahnya dengan wanita ini? Lagian kita cuma menolongnya saja. Rumah kita ada dua kamar, nanti biar saya yang tidur denganmu dan wanita ini di kamar saya. Besoknya kita antar lagi dia pulang ke rumahnya,” papar Zayn memberi pengertian, berharap Ahmad dapat paham maksudnya dan akhirnya Ahmad berdengus kasar lalu mengangguk. Zayn terlalu baik sampai membuat dia tak bisa menolaknya. Dia masuk kembali ke dalam mobil, melanjutkan perjalanan. Zayn tak lagi tidur, takut kejadian serupa kembali terjadi. Hingga tiba di depan rumah, Ahmad mengambil alih untuk membawa perempuan itu masuk ke dalam kamarnya Zayn. Dia tak ingin memberikan kesempatan untuk perempuan kotor itu bersentuhan dengan majikan. “Semoga menjadi pahala untukmu, Ahmad.” Zayn menepuk pundak Ahmad, memberikan semangat. “Amin. Sekarang mari kita tidur.” Ahmad benar-benar tak bisa menahan rasa kantuk. Segera dia masuk ke dalam kamar dan berbaring di atas kasur lebar yang bisa ditempati dua orang. Tidur sebentar, mereka harus bangun lagi karena azan subuh sudah berkumandang. Untuk subuh ini mereka tak datang ke masjid, kepala terasa berat karena tak cukup tidur dan berniat akan memejamkan mata sebentar lagi usai shalat subuh. Namun, ketidakhadiran Zayn justru menimbulkan tanda tanya bagi jamaah. Mereka sudah terlalu akrab dengan Zayn. “Pak Ustadz, kenapa tidak hadir subuh ini ya?” tanya seorang Ibu-ibu pada temannya saat sedang keluar dari masjid. Dua pasang telinga tidak sengaja mendengar obrolan Ibu-ibu itu. Mereka pun segera menghampirinya. “Ibu-ibu tidak tau ya, kalau semalam pak ustadz membawa pulang seorang wanita cantik ke rumahnya,” ucap Romy menatap mereka semua. “Ah, kamu jangan fitnah pak ustadz seperti itu.” “Ingat, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.” “Bilang aja kalau kamu sirik sama pak ustadz.” Ibu-ibu malah menyudutkan Romy. Mereka sangat percaya dengan Zayn sehingga tidak ada terbesit kata buruk sedikitpun. “Yang dikatakan Romy benar Ibu-ibu. Kami melihat sendiri pak ustadz membawa pulang seorang perempuan ke rumahnya,” tambah Rian membenarkannya. Ucapan Rian tidak sengaja sampai di telinga Pak RT. Dia mengernyit keningnya, lalu berjalan menghampiri mereka. “Apa yang kamu katakan Rian?” Rian dan Romy terkejut saat melihat wajah Pak RT. Tatapan tajam itu seolah menusuk kedua pemuda yang sedang bergosip. “Semalam kami melihat pak ustadz membawa pulang seorang wanita ke rumahnya,” Rian kembali mengulangi ucapannya tanpa rasa gemetar sedikitpun. Pak RT dengan tangannya di genggang ke belakang punggungnya semakin menajamkan sorotan padanya pada mereka. “Kalian berdua jangan menyebarkan fitnah sebelum ada bukti,” tegasnya. “Kalau Pak RT tidak percaya, mari kita ke rumah pak ustadz untuk mengecek sendiri.” Romy tak kalah tegasnya karena merasa sangat yakin dengan apa yang dilihatnya semalam sangat meronda. “Baik. Sekarang kita ke sana!” Pak RT mengakhiri ucapannya, lalu beranjak pergi. Romy dan Rian saling melirik dengan tersenyum licik sambil berjalan mengikuti Pak RT. Begitu juga dengan Ibu-ibu, mereka sangat penasaran hingga mengikutinya. Tiba di depan rumah Zayn, Pak RT memberi interupsi agar warganya tenang dan memberikan kesempatan padanya untuk mengetuk pintu. Suara ketukan pintu mampu membangunkan Zayn yang masih tertidur usai shalat subuh. Dia bangkit karena Ahmad tak lagi ada di sampingnya, dipanggil pun tak ada yang sahut. Hingga akhirnya dia mengucek mata lalu membuka pintu. “Assalamu’alaikum.” Salam terdengar dari mulut Pak RT dan diikuti Ibu-ibu sambil mengamati isi dalam rumah. “Wa’alaikum salam.” Salam dijawab oleh Zayn, suaranya masih serak. Rambut pun berantakan. Semua orang pasti mengetahui bahwa dirinya baru saja bangun dari tidur. “Maaf kami membangunkan Pak Ustadz,” ucap Pak RT merasa tidak enak. “Ah Pak RT ngapain sungkan-sungkan, sudah kita geledah saja rumah ini,” cerocos Romy sudah tidak sabar melihat pamor Zayn jatuh. “Iya benar Pak RT. Kalau kita kelamaan yang ada perempuan itu kabur dari pintu lain,” tambah Rian membuat suasana semakin panas. Zayn mengernyit keningnya menatap Rian dan Romy. “Maaf, gimana?” Tanpa menjawab, Romy dan Rian malah menerobos masuk dengan mendorong tubuh Zayn. Matanya celingukan mencari sosok perempuan yang dilihatnya semalam. “Maafkan saya Pak Ustadz, tapi biarkan mereka menggeledah biar tidak menimbulkan fitnah di mana-mana.” Pak RT sendiri merasa tak enak dengan warganya yang tak sopan. Lantas Zayn menatap keheranan. Mereka menggeledah rumahnya seperti ingin mencari sesuatu dan Zayn sendiri bingung. Laksana rohnya masih belum terkumpul sepenuhnya, dia lupa telah membawa pulang seorang perempuan tadi malam. Pintu kamar Zayn berhasil dibuka, Romy lekas berteriak memanggil Pak RT dan Ibu-ibu untuk melihat apa yang ditemukan di atas ranjang Zayn. “Astagfirullahal ‘adzim.” Semua terperanjat melihat seorang perempuan seksi tidur di atas ranjang milik Zayn. Mereka sama sekali tak menyangka jika orang yang dianggap suci menyimpan perempuan seksi di dalam kamarnya. Padahal dari biodata yang diperoleh, Zayn dan Ahmad masih menyandang status single. Kedatangan mereka murni karena mendapat perintah dari Abah untuk menyiarkan dakwah. Suara berisik mampu membuat sang empunya mengerjap lalu membuka matanya. “Ini ada apa?” Sambil mengucek mata, dia kebingungan melihat orang-orang mengerumuninya. “Nah, sekarang percayakan apa yang kita katakan,” ujar Rian. “Pak Ustadz yang kita kenal selama ini baik, ternyata kelakuannya seperti ini,” ucap salah satu Ibu yang sangat kecewa dengannya. Zayn baru menyadari telah membawa pulang seorang perempuan semalam. Berusaha menjelaskan tapi percuma karena warga sudah berteriak memakinya ditambah Romy dan Rian terus mengompori. “Kalian ribut apa sih? Saya tidak kenal dia.” Perempuan itu berteriak. Dia sudah tak tahan mendengar keributan yang tak berujung. “Ada apa ini?” Ahmad datang terlambat. Dia menenteng satu plastik berisi 3 nasi bungkus. Matanya menyoroti semua orang dengan kebingungan. “Nah, ini lagi. Semalam kami melihat Ahmad yang menggendong wanita ini masuk ke dalam.” Lagi Romy bersaksi. Lantas Ahmad menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil menatap mereka semua, lalu tertuju pada perempuan yang ditolongnya semalam. “Oh … perempuan ini? Kami menolongnya semalam pingsan di jalan.” “Halah, bohong. Lihat aja pakaiannya! Pasti mereka sudah melakukan zina di rumah ini,” bantah Rian menyela sontak membuat ketiga korban terperanjat, dan itu membuat perempuan itu murka. Dia bangkit dari kasur, tangan terkepal itu langsung mendarat di pipi Romy—cukup keras. “Jaga omongan lo! Jangan pernah lo tuduh gue seperti itu!” Tatapan tajam itu seolah ingin menelan Romy hidup-hidup. Dan keributan kembali terjadi. “Semuanya diam! Sebaiknya kita selesaikan semua masalah ini dengan kepala dingin,” ucap Pak RT meninggikan suaranya agar mereka diam dan patuh padanya. Mereka manut. Semua orang pindah ke ruang tamu untuk meminta klarifikasi dari Zayn dan Ahmad, serta Citra, nama perempuan itu. “Semalam habis dari club gue sama pacar gue jalan-jalan, tapi sialnya malah dikejar satpol pp, terus kami berpencar, dan … nggak inget lagi.” Citra berusaha mengingat apa yang telah terjadi semalam, tapi gagal. Pengaruh alkohol yang terlalu tinggi membuatnya lupa. Romy dan Rian mendadak menjadi gelagapan. Tapi mereka tak ingin membuat pemuda pendatang yang mencuri perhatian seluruh warga kampung itu terbebas begitu saja. “Sudah, nikahkan saja mereka.” Romy mengusulkan dan Rian mengiyakan. “Nikah, nikah, nikah, lo kalau udah ngebet nikah sana, nggak perlu maksa kita nikah,” cerocos Citra berdecak sebal. “Sudah tertangkap basah masih saja nyela,” sahut Rian. “Sudah Pak RT nikahkan saja mereka, kita tidak mau kampung ini kena musibah karena perzinaan ini,” tambah Romy. Mereka berdua terus-menerus membakar api agar misi mereka berjalan dengan lancar. “Bagaimana caranya menikahkan orang begitu saja, sedangkan kita sudah mendengar penjelasan dari mereka. Ini semua hanya kesalahpahaman saja,” ucap Pak RT menengahi. “Ibu-ibu sudah lihat sendiri bukan? Perempuan ini ada dalam kamar Pak Ustadz, kita juga tidak tau apa yang telah terjadi yang sebenarnya, tapi bukti sudah ada, apa ibu mau membiarkan semua ini terjadi?” Romy kembali memprovokasi Ibu-ibu. “Iya benar. Sebaiknya kita nikahkan saja wanita ini,” sahut Ibu-ibu mulai termakan dengan hasutan Romy. Keributan mulai kembali terjadi. Mereka menuntut agar salah satu dari mereka mau menikahi Citra. Zayn masih terdiam sembari menekukkan wajahnya. Lalu perlahan dia melihat wajah melas Ahmad dan wajah Citra yang terlihat frustrasi menghadapi warga yang terus-menerus mendesak mereka. Dengan mengucapkan basmallah dalam hatinya, Zayn menatap mereka semua penuh keyakinan. “Baiklah, biar saya yang bertanggung jawab.” Semua orang tersenyum bahagia, terutama Romy dan Rian. Mereka sangat senang karena rencananya berjalan dengan lancar. “Pak Ustadz, yakin dengan ini semua?” tanya Ahmad masih belum percaya dengan apa yang telah di dengarnya. “Insya Allah, saya yakin, Ahmad.” Zayn tersenyum menganggukkan kepala. Meskipun tidak yakin, tidak mungkin Zayn mengorbankan Ahmad untuk bertanggung jawab dengan menikahi Citra, ditambah lagi dengan kondisi ekonomi Ahmad yang tak seberapa pasti akan menambah beban. Citra yang terkejut seketika memposisikan duduk menghadap Zayn. “Lo nggak serius kan dengan ucapan lo?” Zayn meliriknya sekilas, lalu menundukkan pandangannya. “Tidak ada gunanya kita berdebat mencari keadilan di sini. Allah-lah yang Maha Mengetahui perbuatan baik buruknya kita. Kalau semua orang sudah menjatuhkan hukuman, sebaiknya kita laksanakan. Semoga saja ada kebaikan pada musibah ini,” tutur Zayn pasrah. “What? Gue gak mau.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
201.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
218.5K
bc

My Secret Little Wife

read
115.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
18.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook