Sandal Reza 7

1257 Words
Cukup lama kami sama-sama terdiam. Tangisan The Wulan pun sudah reda dan air matanya sudah benar-benar mengering. Wajahnya pun sudah sedikit cerah, mungkin perasaanya juga sudah sedikit plong karea unek-uneknya sudah dia keluarkan. “Sekarang teteh mau tanya sama kamu, Rez. Salahkah bila teteh berharap sesuatu darimu?” tanyanya sambil memegangi daguku. Aku sama sekali tak bisa menjawab dan tak mengerti dengan pertanyaannya. “Sesuatu apa maksudnya, Teh?” Suaraku kembali bergetar dan jantungku berdebar kencang dengan gemuruh yang tak bisa aku definisikan. Libido dan ghairahku yang tadi sempat turun pelan-pelan bangkit kembali. “Daripada teteh mencari lelaki lain di luar sana, bukankah lebih baik dengan kamu. Teteh butuh kamu untuk menggantikan tugas Mas Andy,” jawab Teh Wulan dengan wajah yang semakin dekat dengan wajahku. “Ta…tap…tapi saya belum pernah melakukan itu, Teh?” ucapku dengan perasaan yang makin tidak menentu. Namun anehnya hasrtaku tiba-tiba bergelora. “Ya, selalu ada yang pertama. Artinya kalau saat ini kamu belum pernah mengalaminya, maka teteh bisa mengajak kamu untuk memulainya. Teteh siap menjadi yang pertama buat kamu, Rez.” Suara Teh Wulan makin mendesah, napasnya pun makin memburu. “Sa…sa…saya maa maa masih kecil Teh, belum pan..pan..pantas begituan,” ucapanku makin tak jelas. “Masih kecil apaan, buktinya ini apa?” tanya Teh Wulan sambil mengedipkan matanya dan tangan lembutnya memegangi benda keras di slangkangaku. Meremas dan memainkan benda pusakaku yang sudah berdiri kembali dengan gagahnya. “I… i… iya ta…tapi sa…sa….” Ucapanku makin gagap dan pikiranku makin kacau tak karuan. “Tenang aja Rez. Ini rahasia kita berdua. Selain menjadi yang pertama, teteh juga siap mengajari kamu sampai menjadi lelaki dewasa yang sebenarnya. Daripada kamu main sendiri dengan tanganmu, iya kan?” Teh Wulan makin berani dan aku makin kehabisan kata-kata untuk mengelak atau menyangkal. Dia sudah tahu jika aku sering selfservice jika hasratku sedang berada di puncak. Seisi dunia seolah berhenti berputar. Kembali aku merasakan ciuman seorang wanita di mulutku. Ciuman yang benar-benar penuh birahi dan gelora syahwat yang membuatku melayang. Tubuhku semakin bergetar hebat dan mendadak lemas. Seluruh tenaga yang ada dalam diriku laksana hilang tersedot bumi. Aku merebahkan diri telentang di atas rumpaut dan Teh Wulan langsung menyusul dengan menindihkan tubuh seksinya di atas tubuku yang sedikit kurus. Pelan-pelan dia merayap di atas tubuhku dan tak berapa lama mulut kami kembali berpautan. Aku benar-benar merasakan sensasi aneh yang sangat luar biasa. Bibir bersentuhan dengan bibir ternyata sanggup melambungkan anganku hingga ke puncak tertinggi. Aku tak kuasa menahan gejolak dan entah kekuatan apa yang mendorongku hingga dengan sekali gerakan saja aku mampu merubah keadaan. Teh Wulan kini telentang di bawahku. Aku kembali melumat bibirnya dengan perasaan yang entah apa namanya. Teh Wulan membalas ciumanku dengan sangat mesra dan romantis. Pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajah dalam mulutnya dan mengkait-kaitkan lidahnya, membuat nafas kami semakin memburu. Entah setan apa yang merasuki kami berdua. Di bawah pohon pinus yang cukup besar dan diselimuti rumpun bambu serta ilalang dan rumput jahat lainnya, aku terkapar pasrah. Seluruh tenagaku tak tersisa bahkan untuk skedar mencergah tangan kakak iparku yang dengan sangat lembut melucuti satu per satu celana yang aku kenakan. “Aaaaaaaa, teteeeeeeh saya aaah ssst sa..saya……” Hanya lenguhan panjang yang masih bisa aku suarakan saat senjata andalanku memancarkan cairan kenikmatan yang maha dahsyat dalam mulut Teh Wulan. Wanita yang sangat aku hormati sebagai kakak ipar ternyata sanggup menelan dengan sangat lahap air hina yang terpancar dari tubuhku. Dia bahkan terlihat sangat menikmatinya. Angin siang berhembus lembut membasuh keringat yang membasahi sebagian tubuh kurusku. Teh Wulan tersenyum puas hingga berkali-kali dia menciumi kening, pipi dan mulutku dengan kelembutan yang sangat menenangkan. “Terima kasih, Sayang. Kamu memang luar biasa. Senjata kamu bahkan lebih besar dari milik kakakmu. Teteh yakin kamu akan jauh lebih hebat di atas ranjang, Rez.” Teh Wulan memuji sekaligus menyemangatiku  Entah berapa lama aku terkapar dalam dahsyatnya kenikmatan surga dunia yang baru pertama kali aku rasakan. Walau hanya menggunakan tangan dan mulut, namun kenikmatan yang aku dapatkan sangat dahsyat dan bergelora. Aku merasa seperti  berada di dunia lain. Dunia yang penuh dengan kenikmatan surgawi. “Teh, berarti saya sudah tidak perjaka lagi ya?” tanyaku lemah sambil berusaha bangkit dari telentang karena tubuhku yang setengah telanjang mulai terasa gatal tekena rumput-rumput liar. “Masih dong, kan belum sampai melakukan hubungan badan, Rez,” balas Teh Wulan sambil merapikan pakaiannya dan memberikan kecupuan mesra pada pipi dan bibirku. Aku berdiri dan mengawasi sekeliling, khawatir ada yang mengintip atau setidaknya ada orang di sekitar lapangan. Namun ternyata suasana lapang masih tetap seperti tadi. Rumput-rumput masih tetap bergoyang dengan tenang dan sinar matahari pun tetap bersinar terang. Aku mengambil perbekalan air minum, kue dan rokok yang disimpan di bagasi motor. Setelah itu kami menikmatinya bekal itu sambil duduk berdampingan dan melanjutkan cerita yang tadi sempat tertunda. Kini kami duduk dan bercerita jauh lebih mesra dan hangat dari sebelumnya. Jika ada orang yang melihatnya, mugkin mereka akan menduga kami dua sejoli yang sedang dimabuk asmara dan memadu kasih di bawah pinus di antara ilalang dan rumput liar. “Teteh belum berminat punya anak?” tanyaku kemudian. “Hmmm sejak awal juga teteh sudah sangat ingin punya anak. Tapi Kak Andy masih belum siap.” Jawab Teh Wulan sesaat sebelum memasukan wafer ke dalam mulutnya “Belum siap kenapa?” “Tiga anak dari sitri-istri terdahulu katanya masih sangat membutuhkan biaya darinya.” “Oh, memangnya Kak Andy masih menafkahi anak-anaknya? Saya kira sudah gak peduli lagi.” “Entahlah Rez, teteh juga kurang begitu tahu. Dia memang sering beralasan demikian. Waktu awal menikah dia bilang anak-anaknya sudah menjadi tanggung jawab ibunya masing-masing, karena kan mereka juga sudah punya suami baru. Tapi setelah ke sini malah jadi lain. Teteh juga bingung, Rez.” “sebenarnya teteh tidak terlalu mempermasalahkan nafkah lahir dari dia, teteh juga punya gaji. Namun dalam berumah tangga itu harus ada nafkah lahir dan batin. Justru kini kedua nafkah itu mulai terbengkalai. Teteh seperti seorang janda.” “Hmmm, kaya ibu ya. Ayah sudah bertahun-tahun sakit, pastinya ibu juga gak pernah dikasih nafkah batin, nafkah lahir apalagi, yang ada uang ibu habis buat berobat.” “Ya, gak jauh beda.” “Tapi apa Rez?” “Tapi beneran kan teteh gak punya selingkuhan?” “Sebenarnya banyak yang mengajak teteh main di belakang suami. Tapi teteh belum mau melayaninya.” Teh Wulan kembali memeluk dan menciumiku dengan sangat mesra, namun entah mengapa kali ini aku sedikit merasa risih dan jantungku dag-dig-dug tak tenang. “Kamu mau menuntaskan di sini atau nanti malam di kamar teteh?” tanya Teh Wulan dengan tatapan yang sangat nanar dan napas memburu. “Di sini takut ada orang Teh, kan udah siang juga. Nanti kalau sampai ada yang grebeg, kita bisa mati diarak keliling kampung.” “Hahahahaha, kamu terlalu ketakutan. Dari tadi aja gak ngeliat ada orang lalu lalang di sini, kecuali di warung pinggir lapangan sana. lagian jauh banget.” “Tapi saya tidak tenang. Kita pulang aja yu!” pungkasku. Entah mengapa tiba-tiba aku disergap rasa berdosa dan bersalah pada Kak Andy.   Akhirnya kami pun memutuskan pulang, walau Teh Wulan kembali mencumbuku dengan sangat dahsyat. Namun kali ini aku memiliki tenaga untuk bertahan dan menolak tangannya saat akan melucuti pakaianku. Sekilas aku melihat ekspresi wajahnya yang kecewa namun aku menghiburnya dengan berjanji bahwa nanti malam akan menemaninya di kamar.  WARNING! Yang belum cukup umur, mohon sgera tinggalkan cerita ini, karena untuk selanjutkan kemungkinan banyak mengandung unsur dewasa.  Bijaklah dalam memilih bacaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD