“Apa!! Kantor Satpol pp?!”
Alvin langsung menjauhkan ponselnya karena nyaringnya suara Arka dari seberang sana.
“Iya Kak. Tolong jemput kami, nanti aku jelasin kejadiannya. Jangan lupa bawa surat nikah kami.”
“Oke, gue OTW ke sana.”
Klik!
Panggilan langsung terputus, Alvin menghembuskan nafasnya kasar, melirik Adel yang terlihat sangat kesal. Menatap tajam kearah pak satpol.
“Udah Pak, sebentar lagi Kakak Ipar saya datang ke sini, inget … kalau terbukti kami suami istri, Bapak harus minta maaf ke kami, terutama istri saya,” ucap Alvin kesal.
“Iya Pak, kata Alvin tu bener. Kami itu baru satu hari nikah, masa suruh nginep di mari, nggak lucu …,” timpal Adel dengan bibir manyunnya.
“Oke, Adek-Adek sekalian. Kalau emang terbukti kalian suami istri, kami bersedia meminta maaf. Tapi … mana mungkin, wajah kalian aja masih bocah.” Adel langsung meradang mendengar ucapan pak satpol.
Brakk!!
Alvin menoleh, nggak nyangka banget, Adel berani nggebrak meja di depannya, cowok imut itu terlihat menahan tawanya, pak satpol sama bu satpol, jangan di tanya. Mereka terkejut dengan tingkah berani Adel.
“Enak aja Bapak sebut saya bocah. Noh! yang bocah, gini-gini saya itu seorang mahasiswi!” ucap Adel ketus, berdiri, berkacak pinggang, menunjuk Alvin yang berada di sebelahnya. Alvin melotot, ikut berdiri.
“Apa-apaan sih Yang. Maaf Pak, istri saya ini lagi datang bulan, makanya ngomongnya ngawur.” Alvin membekap mulut Adel, sebelum cewek cantik ini keceplosan. Alvin nyengir, mendudukan kembali Adel.
Adel semakin terlihat kesal, rasanya pen nyakar muka Alvin. Pak satpol dan bu satpol pun tertawa, lucu banget ke dua bocah di depannya itu.
“Apaan sih Al, enak aja bilang aku datang bulan …,” ucap Adel lirih, Alvin meringis akibat cubitan Adel di lengannya.
“Biasanya ‘kan, kalau marah-marah lagi datang bulan,” ucap Alvin cuek. Mengusap tangannya yang terasa panas, akibat cubitan Adel.
“Udah, udah … kalian bisa diem nggak? biar nanti orang tua kalian yang jelasin,” ucap bu satpol.
Alvin dan Adel menunduk, bener-bener hari tersial buat Adel, dah nikah salah pasangan. Eh … malah sekarang ditangkap satpol pp.
Beberapa menit kemudian, Arka nampak tergesa-gesa memasuki kantor satpol pp. Semua mata kaum hawa tertuju pada Arka, yang emang ganteng banget.
“Maaf Mbak, mo tanya.” Seorang satpol pp yang di panggil mbk, menghentikan langkahnya. Menatap takjub kearah Arka.
“Eh, i—iya Mas. Ada apa?”
“Gini Mbak, dua anak yang tadi tertangkap itu, di mana ya?!” Mbak satpol tersenyum. Menunjukan sebuah ruangan kepada Arka.
“Oh, yang bocah ngaku pasangan suami istri?!’” Arka mengeryitkan keningnya heran. Dalam hati dia berpikir, pantas saja Alvin suruh bawa surat nikah mereka.
“Mereka emang suami istri kok, Mbak.” Mbaknya bener-bener terkejut. Arka menghembuskan nafasnya kasar.
“Yang bener Mas? Padahal mereka terlihat masih bocah,” ucap mbaknya masih tidak percaya.
“Ya bener lah Mbak. Sekarang mereka di mana?” tanya Arka yang sudah terlihat kesel.
“Di sana Mas …” Mbak Satpol menunjukan sebuah ruangan kepada Arka.
Setelah mengucapkan terima kasih, Arka langsung berjalan menuju kantor itu.
Tok!
Tok!
Tok!
Semua orang menoleh, Arka tersenyum. Adel langsung berdiri, berhambur memeluk kakaknya. Alvin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, pak satpol dan bu satpol saling melempar pandang, mereka makin bingung.
“Kakak …” Arka langsung membalas pelukan adiknya, mengusap lembut rambut Adel.
“Udah, tenang aja. Kakak bakalan bebasin kalian kok,” ucap Arka, mengurai pelukannya pada tubuh mungil Adel.
Arka mendekat, menyalami dua satpol pp yang dari tadi mengintrogasi Alvin dan Adel. Menarik kursi, duduk di sebelah Alvin, Adel berdiri di sebelah kakaknya.
“Maaf Pak, kenapa Adik saya di tangkap ?!” tanya Arka heran.
“Begini Mas, kami terpaksa bawa adik mas ke kantor, karena mereka sedang ciuman di tempat umum. Tapi setelah kami introgasi, mereka ngaku, kalau mereka pasangan suami istri.” Arka berusaha menahan tawanya. Bener-bener pengantin baru ini, ciuman tidak tau tempat, begitulah pemikiran Arka.
“Maaf sebelumnya Pak. Tapi, yang mereka katakan benar adanya.” Pak satpol dan bu satpol terkejut. Keringat dingin mulai membasahi wajah mereka. Alvin dan Adel tersenyum.
Arka mengeluarkan dua surat nikah yang dia bawa, menunjukan surat itu kepada pak satpol dan bu satpol, mereka berdua menerima surat itu, meneliti dengan baik, mencocokan foto yang ada di surat itu dengan wajah Adel dan Alvin. Ternyata sama, ya … mereka berdua emang udah nikah.
“Gimana Pak?! Percaya ‘kan Bapak. Kalau kami berdua udah nikah.” Alvin menaik turunkan alisnya. Adel tersenyum puas.
“I—iya. Kami sekarang percaya, kalau kalian itu suami istri.” Pak satpol menggaruk kepalanya yang tidak gatal, malu banget, dah ngeyel … ternyata salah.
“Makanya Pak, sekali-kali percaya juga sama orang. Bapak hampir saja lho, menggagalkan Malam pertama kami, kalau sampai kami di suruh nginep di sini,” ucap Alvin tanpa dosa, Adel melotot. Bener-bener, Alvin kalau ngomong tanpa sensor sedikit pun, sedangkan Arka tertawa geli, ternyata Adik iparnya lucu juga.
“I—iya Dek. Kami minta maaf ya, dan iya. Kalau mo ciuman jangan di taman, cari tempat yang lebih tertutup.” Alvin nyengir, wajah Adel merona. Sumpah malu banget, rasanya pen nyebur aja ke laut, biar nggak kelihatan mukanya yang nahan rasa malu.
“Bapak kek nggak pernah muda aja, apalagi mereka pengantin baru,” celetuk Arka, Adel langsung mencubit lengan sang kakak. Arka nyengir, mengusap lengannya yang terasa panas.
Pak satpol dan bu satpol pun tersenyum, ngebayangin pas jadi pengantin baru. Setelah mengurus semua nya, juga motor Alvin yang disita. Arka, Alvin dan juga Adel, menyalami pak satpol dan bu satpol, setelahnya mereka meninggalkan kantor tersebut. Alvin berjalan di samping Adel yang masih saja manyun, Arka melirik ke dua pasangan itu, pen tertawa, tapi mood adiknya lagi mode nggak enak di pandang. Geli juga, ngebayangin ke duanya ciuman di taman.
“Ya udah, Dek. Kakak mo balik ke kantor lagi, kalian pulang bareng aja ya … dan inget, kalau mo ngapa-ngapain di rumah kalian aja. Jangan di tempat umum,” goda Arka, Adel melotot, Alvin nyengir. Si ganteng Alvin mah, mana malu. Dia biasa aja tuh.
“Kakak! Apaan sih. Orang aku nggak ciuman, Alvin yang tadi maksa aku.” Alvin menelan salivanya kasar, Adelnya bener-bener polos banget. Arka tersenyum dengan kepolosan Adel.
“Vin, tolong ya … diempet dikit napa ….,” goda Arka. Alvin meninju pelan lengan Arka, setelahnya ke duanya tertawa. Adel hanya bisa geleng-geleng kepala, keknya dua pria tamvan di depannya ini klop banget.
“Ayo del, kita pulang,” ajak Alvin. Menarik lengan Adel yang terlihat masih sangat kesal.
Setelah sampai di parkiran, Arka langsung masuk ke dalam mobil sportnya, sedangkan Alvin dan Adel berjalan menuju motor Alvin yang terparkir tidak jauh dari mobil Arka.
“Duluan ya Vin!” teriak Arka, ketika mobilnya melewati dua pasangan muda itu.
“Iya Kak. Makasih ya!” teriak Alvin. Arka tersenyum, mengacungkan jempolnya kearah Alvin. Mobil Arka pun langsung menghilang.
Alvin menoleh kearah Adel yang terlihat manyun, mendekati istri cantiknya, yang emang wajah Adel masih terlihat imut banget. Menangkup wajah Adel, gemes banget sama Adel.
“Udah dong, jangan manyun terus, entar cantiknya ilang. Maaf ya … yang tadi, harusnya aku bisa sedikit pengertian,” ucap Alvin tulus.
Deg!
Perlahan … hati Adel mulai mencair, ternyata Alvin nggak seburuk pemikirannya, bahkan perlahan, dia mulai ngerasa nyaman dan aman di samping Alvin.
“Hei, jangan bengong. Ayo naik!” ajak Alvin.
Perlahan Adel mulai menaiki motor ninja itu, sedikit berpikir. Tapi dengan cepat, dia membuang pikiran itu. Alvin menoleh, memegang tangan Adel, meletakkan tangan mungil itu ke perutnya, Adel pun menurut.
“Pegangan yang erat ya … kita cari makan dulu. Alvin melihat wajah cantik Adel lewat kaca spion depan, tersenyum … Adelnya benar-benar manis banget, di lihat dari segi manapun, orang tidak akan percaya jika Adel seorang mahasiswi.
“Kita mo kemana Al?” Akhirnya, Adel buka suara juga.
“Kita makan dulu, baru pulang.” Alvin langsung menjalankan motornya.
Menembus jalanan kota Jakarta, yang emang rame banget, maklum … emang ini hari Minggu, jadi jalanan cukup rame. Kebetulan hari sudah sore, karena mereka berdua tadi cukup lama di kantor Satpol pp. Setelah beberapa menit, Alvin menghentikan motornya di sebuah restoran seafood, menggantungkan helmnya pada stang motornya, Adel turun dari motor, diiikuti oleh Alvin.
Dengan hati yang berbunga-bunga, Alvin menggandeng tangan Adel, masuk ke dalam restoran yang terlihat tidak begitu rame, memilih tempat duduk, membaca buku menu, memanggil seorang pelayan. Mulai memesan makanan yang ada di daftar menu.
“Kamu mo pesen apa Yang …?” tanya Alvin lembut.
“Sama juga nggak papa,” jawab Adel singkat.
Alvin terlihat sibuk menyebutkan menu yang dia pesan, sang pelayan pun mencatat semua pesenan Alvin. Setelahnya, pelayan itu pergi untuk menyiapkan pesenan Alvin.
“Al … boleh tanya nggak?!” Alvin tersenyum, semangat banget, jawab pertanyaan Adel. Menggeser kursinya, supaya makin deket dengan Adel.
“Boleh. tanya aja, aku tinggal jawab ‘kan.” Adel menabok perut Alvin.
“Ishh, apaan sih. Aku serius Al,” ucap Adel kesal.
“Aku juga serius kok, udah … mo tanya apa.” Alvin mengusap perutnya. Adel nyengir, sedikit ragu, tapi akhirnya tanya juga, daripada ngganjel.
“Aku … kek udah pernah lihat motor kamu. Tapi … gimana ya …” Adel nampak berpikir. Alvin menelan air salivanya kasar.
“Oh iya. Motor itu ‘kan, sama persis kayak punya orang yang nyelamatin aku malam itu,” ucap Adel. Alvin mengusap tengkuknya, Adel mengeryitkan keningnya, menuntut jawaban Alvin. “Itu kamu ‘kan Vin?!” tanya Adel.
Mau nggak mau, Alvin jujur. Mengangguk, mengiyakan pertanyaan Adel.
“Iya, itu aku.” Adel menutup mulutnya, terkejut juga dengan pengakuan Alvin.
“Makasih ya Al, aku waktu itu belum sempet bilang makasih,” ucap Adel tulus. Tapi inget kejadiaan malam itu, bikin Alvin esmosi, ingatannya langsung kepada Reno. Alvin terdiam.
“Kenapa Al?” Alvin menggeleng. Inget Reno, bener-bener bikin darahnya mendidih. Emang, Avin akui jika Reno seorang pria yang sempurna dan mapan.
“Udah, makan aja yuk! tuh pesenannya udah dateng.” Alvin berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.
Adel mengangguk, jujur dia juga laper banget. Tadi niat hati mo makan bareng Reno, tapi sialnya Alvin dateng, dan bikin semuanya jadi kacau. Pelayan meletakkan pesenan mereka, dengan ramah mempersilakan ke duanya untuk menikmati pesanan mereka.
Keduanya pun tampak menikmati hidangan mereka, karena sama-sama lapar, mereka menikmati menu yang mereka pesan tanpa ada suara diantara keduanya. Setelah menghabiskan hidangannya, Alvin dan Adel nampak keluar dari restaurant itu, setelah sebelumnya
Tanpa rasa canggung sedikit pun, Alvin mengandeng tangan Adel menuju ke tempat parkiran. Adel hanya menurut, dia bener-bener males untuk berdebat dengan Alvin. Hingga beberapa menit kemudian, Alvin sudah mengendarai motornya menuju rumah mereka.
Motor pun melaju dengan cepat, menembus jalanan Ibu Kota yang terlihat masih sangat ramai, beruntung jalanan tidak macet, jadi Alvin bisa melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, Adel memeluk erat perut Alvin, takut juga dia di boncengin oleh Alvin dengan kecepatan tinggi.
Beberapa menit kemudian, motor yang Alvin kendarai sudah sampai di depan rumah minimalis mereka, Adel pun turun, membukakan pintu gerbang untuk suaminya. Alvin tersenyum, seneng banget dengan perlakuan manis Adel.
“Makasih istriku cantik ….” Alvin menjalankan motornya pelan, menoleh kearah Adel dengan tatapan menggoda.
“Apaan sih, lebay.” Adel menjulurkan lidahnya, menutup kembali pintu gerbang, berjalan menuju rumah.
Adel menghentikan langkahnya tepat di depan teras, dilihatnya dua koper besar sudah berada di depan pintu rumah, Alvin yang sudah memarkirkan motornya ikut berhenti di samping Adel, merangkul pundak istrinya, ikut memperhatikan koper itu juga.
“Kenapa Yang?” tanya Alvin. Adel menunjuk koper itu.
“I—itu, punya siapa Vin?” Alvin tersenyum, semakin mengeratkan rangkulannya.
“Oh … itu. Itu barang-barang aku, tadi mang Ujang yang nganterin, besok ‘kan aku harus ke sekolah,” terang Alvin.
“Oh … gitu. Aku pikir tadi bom.” Alvin tersenyum, ada-ada aja pemikiran Adel.
“Kamu tuh lucu Yang, mana ada bom, emang kita orang penting? Hahahaha ….” Adel manyun, mengibaskan lengan Alvin yang merangkulnya, berjalan sebal ke dalam rumahnya.
“Hei tunggu, jan ngambek dong.” Alvin mengejar Adel yang terlihat ngambek.
Tanpa mempedulikan suaminya, Adel langsung berjalan menuju kamarnya, menutup pintu kamarnya, hari ini bener-bener hari yang sangat melelahkan, karena besok dia harus pergi ke kampus pagi, Adel langsung membersihkan dirinya, hari ini dia pen tidur lebih awal. Menit kemudian, Adel sudah selesai membersihkan tubuhnya, tapi tiba-tiba saja lampu padam. Gadis itu pun panik, bener-bener ketakutan.
“Kyaaa! Al! Alvinnn!!!!” teriak Adel panik.
Alvin yang baru saja masuk kekamarnya, langsung menyalakan ponselnya, berjalan cepat menuju kamar Adel.
Alvin langsung membuka kamar Adel, mengarahkan senter ponsel ke dalam ruangan itu, tanpa berpikir panjang, Adel yang melihat Alvin masuk, langsung berhambur memeluk Alvin, tidak peduli siapa yang dia peluk, Alvin menegang, seneng banget di peluk Adel kek gini, membungkukkan badannya, membalas, pelukan Adel. Alvin tau, kalau Adelnya sangat ketakutan.
“Sudah, jangan takut. Aku ada di sini.” Alvin berusaha menenangkan Adel. Mengurai pelukannya, membawa Adel ke ranjangnya.
“Aku takut Al, jan pergi ya …” ucap Adel lirih. Dalam hati Alvin bersorak senang, tentu saja dia mau banget.
“Iya, aku nggak akan pergi, udah yuk! bobok aja, mungkin ini listrik nyalanya lama.” Alvin merebahkan badannya. Adel masih duduk mematung. Tiba-tiba saja Alvin menarik tangan Adel, membuat membuat Adel tersungur ke pelukannya. Adel mendongak, tapi gelap, karena Alvin sudah mematikan ponselnya.
“Eh, jan macam-macam Vin.” Alvin tersenyum dalam gelap, Adel emang lain dari kebanyakan cewek yang mengejar dia.
“Tenang aja, aku nggak bakalan aneh-aneh kok. Cuman bobok bareng aja.” Meskipun canggung, Adel nurut aja. Perlahan Adel melingkarkan tangannya pada pinggang Alvin.
Suasana hening, Adel bisa merasakan hembusan nafas Alvin yang terasa deket banget, keduanya diam tidak bersuara, beruntung mati lampu, jadi nggak kelihatan kalau mereka berdua gugup. Menit kemudian, keduanya sama-sama terlelap, tertidur dengan posisi saling berpelukan.
,,,,,,
Pukul 5.30
Alvin perlahan membuka matanya, tapi kali ini ada yang terasa aneh, sekali lagi dia merasakan sesuatu yang terasa kenyal di tangannya. Nyawanya masih belum terkumpul, jadi dia belum sadar. Kembali dia meremas benda kenyal yang sangat pas di tanggannya, dia sempat berpikir mungkin itu squishy milik kakaknya. Alvin langsung melotot.
“Adel ...,” gumam Alvin.
Baru cowok tamvan itu iget setelah dia benar-benar terbangun. Rupanya semalam dia ketiduran, Alvin menelan salivanya kasar, bener-bener pemandangan yang indah di pagi hari, pakaian Adel tersingkap, hingga memperlihatkan perut mulus Adel yang rata, dan lagi pahaa mulus Adel yang terekspos begitu jelas. Alvin mengusap wajahnya kasar, kelihatan tersiksa banget, mana si ular piton langsung terbangun.
“Pegang nggak ya ...” gumam Alvin. Takut juga dia di gampar Adel. Tapi pen banget pegang squishy nya Adel ….