Pukul 13.00 WIB
Tepat pukul 13.00 WIB, seluruh anggota keluarga Atmajaya datang ke kediaman keluarga Permana, kali ini Alvin terlihat begitu tampan dengan setelan casualnya, siapa sangka pria yang berwajah tampan ini adalah seorang murid SMA. Kedua belah pihak keluarga terlihat sangat bahagia, akhirnya mereka bisa memenuhi wasiat terakhir almarhum kakek mereka. Sedangkan Heriawan Pratama dan Hermanto Atmajaya benar-benar tidak menyangka jika mereka akan berbesanan, karena sejatinya mereka berdua adalah sahabat baik sejak masih SMA
Sedangkan untuk Alvin sendiri jangan di tanya, kenapa dia mau menikah dengan Adel di usia remajanya. Awalnya memang dia menolak mentah-mentah untuk menikah di usianya yang sekarang. Tapi, karena tadi pagi sang papa menunjukan sebuah foto seorang gadis cantik nan imut, yang sudah berhasil membuatnya tidak bisa tidur semalaman, gadis itu adalah Adelia. Ya, setelah pertemuannya dengan Adel tadi malam, Alvin seolah tersihir dengan sosok Adel, sosok cantik itu terus terbayang-bayang di kepalanya.
Tanpa berpikir panjang, Alvin langsung menyetujui pernikahan itu, bahkan kali ini dia rela di atur oleh sang mama.
"Oh ya, Jeng. Adelnya kemana ya? kok, dari tadi saya nggak liat." Yang ini Resti, mamanya Alvin.
"Hari ini Adel ada pemotretan Jeng. Bentar lagi juga dia pulang." Rina terlihat sangat bahagia dengan pernikahan Adel yang akan di laksanakan hari ini juga, dia bahagia karena akhirnya Adel akan terlepas dari Reno.
"Tuh Al, kamu tuh emang beruntung, calon istri kamu tuh emang perempuan tangguh, meskipun masih mahasiswi dia juga model terkenal lho! makanya kamu jangan bolos mulu, malu sama Adel." Alvin nyengir, menanggapi ucapan sang mama yang begitu menohok.
"Bolos ...? maaf sebelumnya tante, emang Alvin ini masih kuliah?" Arka yang penasaran dengan sosok Alvin, memberanikan diri untuk bertanya.
"Eh, emang nak Arka belum tau, kalau Alvin ini masih siswa SMA," terang Resti.
"Apa!" Semua orang terpaksa menutup telinganya akibat nyaringnya suara Arka.
"Arka! apa-apaan kamu ini, jaga tingkah kamu." Heri nampak kesal dengan tingkah sang putra begitu pun Rina, memandang Arka dengan tatapan membunuhnya.
"Maaf, a-aku cuman kaget aja." Arka nyengir, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Huh!! dasar nggak sopan." Yang ini suara si cantik Erika, kakak kandung Alvin, statusnya masih mahasiswi, umurnya hanya terpaut satu tahun dari Adel, tapi Erika tengah menyelesaikan S2 nya, sedangkan Adel, boro-boro S2, S1 aja nggak kelar-kelar.
"Auw!! sakit ma ..." Arka nampak tersenyum melihat Erika yang mengusap lengannya akibat ulah sang mama, sedangkan Erika menatap sebal ke arah Arka yang tengah tersenyum mengejek.
"Apa! lihat-lihat." Erika menatap tak terima ke arah Arka.
" Eng-enggak kok. Siapa juga yang ngelihatin kamu." Balas Arka cuek.
"Kamu pengin mama cubit lagi?" Erika lebih baik diam, dari pada tangannya harus merah-merah karena cubitan sang mama. Sedangkan Arka nampak terhibur dengan tingkah Erika.
"Mama ...!"
Sontak aja semua orang yang berada di ruang keluarga menoleh ke sumber suara itu, di sana tengah berdiri seorang gadis cantik dengan wajah merona merah, siapa lagi gadis ceroboh itu kalau bukan Adelia, sudah menjadi kebiasaan seorang Adel, jika pulang darimanapun dia akan memanggil sang mama, kecuali kalau dia pulang larut malam, dia akan bertingkah seperti maling ayam, hati-hati dan penuh kewaspadaan. Nyengir, itulah yang Adel lakukan, malu? sudah tentu dia malu, tanpa dia sadari ternyata di ruang keluarga sedang ada tamu. Bahkan boleh di bilang banyak tamu.
Tapi tunggu dulu, di antara mereka ada satu orang yang tengah memandang kagum ke arah Adel. Ya, dia benar-benar terhipnotis dengan sosok Adel, jika saja sang papa tidak menyadarkannya dari keterpakuannya, mungkin sebentar lagi air liurnya keluar.
"Al ...! Alvin!" Masih dalam mode diam terpesona, tidak menghiraukan panggilan sang papa.
"Eh, iya. Sayang ..." Tetap memandang Adel, fokusnya cuman ke Adel.
Beberapa detik kemudian ...
"Bepffh! buaha ... ha ... ha ... ha ..." Sontak semua orang menertawakan tingkah Alvin yang mirip orang kesambet.
Herman hanya mampu menggelengkan kepalanya, sepertinya Alvin benar-benar sudah jatuh cinta dengan Adel sejak awal perjumpaannya. Tanpa menunggu komando, Adel mendekat ke arah mereka, mencium punggung tangan calon mertuanya dan ke dua orang tuanya, tak lupa berjabat tangan dengan Erika, dan terakhir dengan Alvin yang masih terpesona dengannya. Tanpa dia duga, Alvin mengangkat tangannya, ngarep Adel mencium punggung tangannya. Adel mengeryit, tentu saja gadis itu menolak untuk mencium tangan Alvin.
"Apa-apaan nih cowok. Emang dia siapa? main suruh cium-cium tangan segala ...," gumam Adel dalam hati.
"Eh bushet! nih cewek kalau siang tambah bening banget, uh ...!! pen nguyel-nguyel aja, " batin Alvin yang terus menatap Adel.
Setelah melihat kode dari sang mama, Adel langsung duduk di sebelah mamanya, matanya mulai mencari sosok Reno, tapi dasar Adel, selalu nggak mau ribet, dia langsung berpikir mungkin Reno tengah bersiap untuk pernikahan mereka.
"Ehem! baiklah berhubung kedua mempelai sudah ada, seperti kesepakatan kita kemarin, bahwa pernikahan akan di laksanakan hari ini juga, besok mereka akan memulai aktivitas seperti biasanya." Adel masih terlihat bingung mendengar kata-kata Herman.
"Oke, aku setuju dengan ucapanmu Man, Adel biar bersiap dulu sebelum penghulu datang." Tanpa ingin mengulur-ulur waktu, Heri memerintahkan Rina untuk membantu Adel bersiap.
"Ayo Sayang, biar mama bantu kamu bersiap," Rina segera menarik tangan Adel yang masih mematung bingung, nampak perempuan cantik paruh baya itu membawa Adel menuju lantai atas.
_______
Kamar Adel
"Ma, cowok yang tadi sama keluarganya itu siapa?" Adel yang masih dalam mode bingung dan penasaran, menanyakan siapa sosok Alvin kepada sang mama.
"Kamu serius? nggak tau siapa Alvin." Adel mengangguk, membenarkan kata-kata sang mama.
"Yang Adel tau, Adel bakalan nikah sama Reno Ma." Kini sang mama yang terkejut dengan kata-kata Adel.
"Ngaco kamu, kamu tuh bukan nikah sama Reno. Tapi nikahnya sama Alvin, cowok yang tadi."
"Apa! Mama jangan bercanda deh, ini nikah untuk selamanya 'kan, bukan untuk sehari dua hari." Terlihat Adel sudah mulai panik, sang mama berusaha menenangkannya.
"Ya tentu buat selamanya. Lagian, meskipun Alvin masih SMA, almarhum kakek kalian sudah menjodohkan kalian sejak masih kecil." Adel terlihat semakin gusar.
"Apa! masih SMA ..." Bener-Bener kesel, mungkin kalau di teve tanduk merahnya dah keluar.
"Iya, dia imut, ganteng kan?" Malah mamanya yang seperti orang lagi jatuh cinta, seraya memegang kedua pipinya, Adel melongo mengamati mamanya, bahkan dia pasang ekspresi mo muntah.
"Apaan, ganteng Reno, macho! ototnya, perut kotaknya, bibir tipisnya, uhhh ... bikin aku betah di peluk sama bang Reno." Adel merona, memegang pipinya dan senyum-senyum. Gantian mamanya yang ngeluarin tanduk merahnya.
Tuk!
"Auw! sakit Ma ..." Tentu saja sakit, orang mamanya mukul kepala dia pake sisir.
"Sejak kapan otak kamu itu ngeres kek gitu, jangan bilang kamu dah macem-macem sama si Reno, udah mama bilang, mama tuh nggak suka kamu sama Reno." Sang mama membuang nafasnya kasar, berusaha mengatur esmosinya.
"Kan Mama tau ... Adel cintanya cuman sama bang Reno, pokoknya Adel nggak mau nikah sama bocil itu, titik!" Rina menggelengkan kepalanya.
"Kamu mau, mama sama papa mati karen malu, kenapa nggak dari awal kamu tolak, udah deh, daripada kamu batalin, mending kamu bunuh aja mama." Kali ini mamanya bener-bener serius.
"Ma, Mama jangan kek gitu, Adel bener-bener cintanya sama Reno, Adel nggak bisa, kalau Adel harus menjadi istri Alvin." Adel mulai menitikan air matanya, dia berharap pernikahannya dengan Alvin tidak terjadi.
"Oke, Mama juga serius Del, coba aja kalau kamu batalin pernikahan hari ini, keluarga mereka akan sangat malu, begitu juga kami, bahkan mungkin persahabatan papa kamu sama om Herlambang akan hancur, jika kamu menolak dari awal, kami tidak akan pernah memaksakan, percayalah sama Mama, Alvin anak yang baik, kelihatannya dia juga sangat menyukaimu, lambat laun cinta itu akan tumbuh di hati kamu, seiring berjalannya waktu, jangan pernah pandang rendah suamimu, meski umurnya di bawah kamu, karena dialah yang akan selalu ada untukmu, baik suka ataupun duka, percaya sama Mama..tidak ada orang tua manapun yang akan membiarkan anaknya menderita. Hem ... mengerti?" meskipun berat, Adel mengangguk, kayaknya kali ini dia terpaksa harus memenuhi keinginan mamanya.