Happy Reading
*****
"Ckck, nggak sia-sia punya wajah mulus, karena diam-diam dia suka modus. "
-Daila Antarisa
*****
Daila membuka matanya perlahan saat tidurnya mulai terusik oleh sinar matahari yaag masuk melalui celah gorden.
Ia mengeliat ditempat tidur miliknya, entah mengapa tubuhnya terasa sangat pegal sekarang. Ah ia ingat, mungkin karena kejadian kemarin yang begitu menguras batin dan fisiknya.
Daila membuka matanya lebar,
Kejadian kemaren?
Ia beru-buru menegakan tubuhnya. Matanya sontak menelisik sekeliling.
Eh, ini benar kamar miliknya. Tapi bagaimana bisa
Ia hanya mengingat Dafhin mengucapkan kata membunuhnya, dan setelahnya ia tak ingat apa-apa.
Shhh, hanya satu orang yang dapat menjelaskan semua ini.
"Mamaaaaaaaaa."
"Mam__" sebelum Daila menyelesaikan tetiakanya, mamanya yang tiba-tiba muncul lebih dulu memotongnya.
"Ishh, ada apa sih, pagi-pagi udah teriak-teriak." Kesal mamanya yang baru saja muncul dari balik pintu, sambil membawa pisau ditanganya.
Melihat pisau yang diacungkan dengan tanganya, hal itu sukses membuat Daila bergidik ngeri.
"Mama, nggak niat bunuh aku kan?" Gilak, hanya karena ucapan Dafhin semalam, ia jadi paranoid sendiri melihat benda-benda tajam.
"Ide bagus tuh. Kalo kamu masih teriak-teriak, kayaknya perlu dipraktekin pertanyaan kamu itu. " ucap mamanya sinis yang dibuat-buat.
"Mama," rajuk Daila kesal.
Mama Daila _Anis_ terkekeh geli disana.
Daila hanya mengerucut sebal, sebelum mulai bertanya.
"Betewe nih ma, yang anter aku pulang kemarin siapa?"
Mama Daila yang mendengarkan pertanyaan Daila pun langsung berkacak pinggang.
"Ck, makanya kalau disuruh makan itu nurut. Mag-nya kambuh sampe pingsan gitu kan bahaya Aila."
Eh,?
Daila menganga ditempat,
"Mag?" Daila membeo.
Mag apanya?
Heh, Kebohongan macam apa ini?
"Iya La, kan kemaren mag mu kambuh sampe pingsan pula. Untung aja ada pacar ganteng kamu itu. Kalau enggak, mama nggak tau nasib kamu bagaimana sekarang."
"Mama nyumpahin aku?" Daila menatap mamanya dengan pandangan tak terima.
"Ye, kapan mama bilang gitu?"
Daila mendengus kesal mendengar ucapan mamanya.
"Pacar ganteng kamu baik ya, kamu bahkan sampe dianter kedokter loh kemaren," puji Anis dengan mata berbinar senang.
Dafhin? Ganteng? Okelah itu memang itu kenyataanya.
Tapi Baik? Hell sepertinya mamanya telah tertipu dengan cover seorang Dafhin.
Dan lagi,
"Dokter?" dokter apa yang dimaksud mamanya ini. Iya sih, ia memang memiliki riwayat sakit mag, tapi ia ingat betul jika perutnya baik-baik saja kemaren, tidak sakit dan tak harus dibawa kedokter.
"Iya, itu obatnya ada dinakas. Jangan lupa nanti diminum." setelah mengucap itu, Anis memutar tubuhnya dan hendak melangkah pergi.
Double kebohongan apalagi ini?
Daila masih terheran-heran ditempatnya, mendengar penuturan mamanya.
"Oh, iya." Anis memutar tubuhnya lagi, untuk menghadap putrinya. "Besok-besok kalau pulang telat, kabari mama dulu ya. Jangan kaya kemarin. Meski niatnya baik nemenin pacar kamu cari buku, tapi tetep aja harus ada izin dari mama."
What the hell?
Triple kebohongan apa lagi ini?
Daila menganga tidak percaya, apa yang sudah Dafhin lakukan hingga mamanya berkata seperti itu?
"Satu lagi, cepet siap-siap. Kata pacar ganteng mu itu, mau jemput kamu pagi ini." Ucap Anis, sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan kamar Daila.
Hell,
Daila menghela nafasnya kasar,ia merasa bodoh sendiri disini.
*****
Daila menuruni undakan tangga seraya bersenandung kecil. Tapi saat ia sampai diujung tangga. Ia melihat seseorang yang membuatnya membulatkan matanya tak percaya.
Dan benar apa yang dikatakan mamanya tadi, Dafhin Benar-benar menjemputnya? dia telah duduk dimeja makan dengan pakaian yang super duper rapi.
Eh, rapi?
Benarkah itu Dafhin?
Atau mungkin Dafhin punya saudara kembar? Nggak mungkin Dafhin serapi itu. Dengan baju atas yang dimasukan kedalam rapi, memakai dasi, sepatu dan sabuk hitam yang mematuhi aturan. Dan lagi rambut Klimis yang disisir rapi.
Hell, dengan semua perubahan yang Dafhin berikan itu, sama sekali tak membuat Dafhin mengurangi ketampananya. Bahkan terlihat culun sedikit saja tidak. Dia malah terlihat seperti good boy most wanted seperti dicerita-cerita n****+ yang sering ia baca.
"Ngapain kamu berdiri disana, sini. Udah ditungguin pacar juga."
Ucapan mamanya sukses membuat lamunan Daila buyar. Segera ia berjalan mendekati meja makan, yang tentu saja sudah ada Dafhin yang duduk disana.
"Kok kak Aila nggak bilang kalo punya pacar ganteng kayak kak Dafhin?"
Pertanyaan Nina adiknya sukses membuat Daila menghentikan pergerakannya.
"Iya La, kok nggak bilang?" Sekarang ganti papanya yang menyahut.
Daila kicep sekarang, tak tau harus berkata apa.
"Mungkin Aila malu om punya pacar kayak saya." Celutuk Dafhin membuat Daila mengalihkan pandanganya kepada Dafhin. Bagaimana Dafhin tau nama panggilannya dirumah? Ah bodoh tentu saja karena mungkin kedua orang tuanya yang memberi tau,.dan lagi adiknya tadi juga memanggilnya Aila tidak mungkin Dafhin tak mendengar.
"Punya pacar ganteng dan baik kok malu sih la-la." Mamanya berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Bukan_" belum sempat Daila menjawab, Dafhin lebih dulu memotongnya.
"Nggak papa kok tante, Aila mungkin memiliki alasan lain. Benar kan la?"
Dengan berat hati Daila mengangguk, bagaimana tidak pasrah mengangguk, Orang Dafhin menatapnya dengan pandangan yang_ ah entah lah yang pasti ia tak bisa ditatap seperti itu. Intinya bisa meleleh Daila nanti kalau terus ditatap seperti itu.
Semua anggota keluarga Daila termasuk Dafhin tentunya, menyelesaikan sarapan pagi ini dengan diiringi bercakap ringan antara Dafhin dan kedua orang tua Daila.
"Ma, pa, Daila berangkat dulu."
Pamit Daila sambil menyalimi kedua orang tuanya, diikuti Dafhin.
"Saya pamit dulu ya om, tante." Ucap Dafhin dan mendapat anggukan dari kedua orang tua Daila.
Dafhin berjalan lebih dulu, dan langsung duduk dijok motor yang terparkir didepan rumah Daila.
"Ayo naik," Ucap Dafhin dingin nan datar.
Loh-loh, kemana sikap manis Dafhin yang tadi mengobrol dengan mama papanya.
"Cepet," Ucap Dafhin lagi, saat melihat Daila yang malah diam ditempat bukanya menjawab.
Daila yang tersadar pun langsung duduk dijok motor Dafhin cepat.
"Pegangan!"
Daila hanya terdiam, malas sekali menuruti perintah Dafhin. Memang Dafhin siapa?
Iya-iya, Dafhin memang pacarnya, tapi dia tidak bisa mengaturnya ini itu. Ya mulai sekarang Daila harus berani menolak Dafhin, tidak perduli semenyeramkan apa Dafhin.
"Ck, ck. Ngeyel banget sih lo."
Sejujurnya Daila tak suka dengan sikap Dafhin saat ini ataupun kemaren.
Tapi kalau boleh jujur ia menyukai Dafhin yang seperti tadi, didepan orang tuanya. Dafhin yang bersikap biasa tak menyeramkan seperti semalam atau menyebalkan seperti sekarang.
Dafhin menarik tangan Daila dan memaksa melingkarkan tangan itu diperutnya.
"Eh,"
Jantung Daila berdegub kencang, saat tanganya sudah melingkar diperut Dafhin.
'Dafhin ngotot maksa, padahal dia tidak mau?'
Kata Fita, kalau ada cowok maksa meluk dengan alasan biar nggak jatuh begini, berarti cowok itu sedang modus?
Daila menggigit bibirnya pelan, mencoba menahan senyum yang berusaha terbit itu. 'bisa juga dia modus hihi.' batinnya.
Daila seperti melupakan kata-katanya, yang tidak mau dipaksa Dafhin lagi.
Heh,
Tapi seakan sudah amnesia, Daila malah mengencangkan tanganya yang melingkar diperut Dafhin.
Kapan lagi bisa begini kan!
*****
Tbc