"Silahkan keluar Nona"
Perempuan itu mematut kembali penampilannya kemudian meraih kacamata hitamnya menggunakannya untuk menambah kesan spesial untuk shoppingnya kali ini.
Matanya mengedar menatap sekitar yang ramai seperti biasa, padahal jam masih pagi mungkin sekarang jam menunjukkan pukul 10 tetapi Mall sudah seramai ini dan tentu saja didominasi kalangan atas yang penampilannya tak jauh berbeda dari perempuan itu.
Setelah beberapa menit terdiam ia berjalan masuk kedalam Mall mengabaikan sebagian tatapan kagum orang padanya, menjadi pusat perhatian sudah hal biasa untuknya dan itu adalah makanan sehari-harinya sejak kecil bahkan mungin sejak ia bernapas dibumi.
"Ehh itu bukannya kak Titania ya? Kok penampilannya beda?" ketiganya berbalik mengikuti arah pandang perempuan tadi.
"Ehh beneran!"
"Kak Keno!!! jangan berisik banget dong." gerutu Serra.
Keno hanya cengengesan mendengar gerutuan Serra, salahnya juga kenapa berteriak didepan telinga perempuan itu.
Saat ini mereka sedang berdiri didepan mall. Keno, serra dan laila, setelah mengambil gambar disekitar sini mereka memutuskan untuk makan didalam mall terdekat dan disinilah mereka.
"Dia udah masuk kedalam, gayanya orang kaya banget gitu. Rambut pendek, kacamata hitam, celana sepaha gitu ditambah mobil yang dia pakai Tadi. Kok kayak bukan Titania banget ya?" Keno kembali bersuara yang perkataannya langsung disetujui oleh Serra dan Laila.
"Bentar aku mau mastiin sesuatu dulu," Serra mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Engga usah, mending kita samperin aja." Setelah mengucapkan kata itu keno berjalan kedalam Mall mengedarkan pandangannya mencari sosok yang mirip dengan ketua eskul sastra mereka.
"Naah itu dia! Sedang masuk kedalam butik." ujar Serra berjalan kearah sana diikuti Keno dan Laila dibelakangnya.
"Kak Titania, apa kabar?" sapa Laila setelah sampai didekat perempuan itu.
"Ya?" sedang yang disapa menatap Laila dengan pandangan asing bahkan seperti tidak mengenalinya.
"Kak Titania kenapa disini?" kini Serra yang bersuara.
"Titania? Name is Valencya Agramata bukan Titania."
Ketiganya mematung bahkan Keno menatap intens perempuan didepannya, benar-benar mirip Titania tetapi setelah diteliti lagi mereka orang yang berbeda.
"Wajahmu mirip Kak Titania. Kau bukan kak Titania?" lanjut Serra lagi.
Sebagai jawaban Valencya menggelengkan kepalanya karena namanya adalah Valencya bukan Titania itu.
Tetapi tiba-tiba mengingat sesuatu yang selalu mommy-nya ceritakan padanya, seseorang yang katanya adalah persamaannya. Jika orang ini mengiranya orang lain jadi-
"Astaga, kalian kenal adikku?" seru Valencya
"Adik?" seru ketiganya secara bersamaan.
****
--
Angin semakin terasa menggenggam hatiku, membekukan seluruh rasa hingga lupa untuk mencair
Awan suci yang sangat kudamba bahkan gemar kupandang kini menghitam dipenuhi noda menghasilkan rintik hujan yang kadang kubenci.
Suara gelagar yang selalu kuhindari malah datang bertubi-tubi membuatku gemetar bahkan lupa sedang berada dimana.
Dorongan beku yang sudah kumatikan malah mendorongku kuat enggan melepaskan bahkan merenggang-pun tak ingin ia lakukan.
Semuanya gelap, jiwaku meronta meminta segera dilepaskan sebelum naluriku bertindak kasar hingga lupa diri
Ada semesta lain yang sedang memperjuangkan sesuatu yang sudah termiliki, ada semesta yang lain sedang berkeping karena jahatnya takdir dalam menempatkan.
Aku ingin memeluknya, berada dalam setiap ceritanya hingga lupa arti jatuh yang baru saja ia rasakan.
Hujan yang terlahir dari awan hitam adalah sebuah kesalahan fatal yang mungkin takkan diakui bahkan diterima dengan baik.
Ada patah yang harus segera diutuhkan
Ada obsesi yang harus dilenyapkan
Ada rindu yang harus tersamarkan
Ada keegoisan yang harus direndahkan
Ada sisi lain yang harus diabaikan
Ada Cinta yang sepertinya memang harus terkalahkan bahkan di hilangkan daripada harus mematahkan banyak hati demi angkuhnya dua hati.
----
"Tan! Sini! Foto bareng-bareng." teriak Aloka dari taman.
Saat ini mereka bertiga sedang berada di taman kota, karena ada pemberitahuan kalau dosen batal masuk maka mereka memutuskan kemari yang tentu saja dipaksa oleh Aloka serta segala Dramanya.
Titania lebih memilih duduk dikursi yang ada ditaman mengeluarkan macbook-nya mengetik beberapa kata daripada harus berselfie ria dengan kedua sahabatnya.
Dari sini dapat Titania lihat jika keduanya bergantian mengambil gambar masing-masing dalam berbagai pose, tetapi Lebih sering Aloka daripada Deliana. Mereka berdua terlihat tertawa bersama membuat Titania ikut tersenyum merasa senang dan beruntung mempunyai sahabat seperti itu.
Setelah menyimpan tulisan sebelumnya, Titania membuka lembaran kosong lagi mengetik kata yang sedang bertumpuk didalam otaknya. Sesekali matanya menatap kedua sahabatnya yang terlihat sangat bahagia disana.
---
Saat aku berdiam diri dalam hening, menikmati bagaimana detak jantungku berdetak. Bagaimana aku begitu memburu meraup oksigen disekitarku.
Aku dihadirkan dua jiwa yang saling bertentangan sikap, mereka datang tanpa adanya jaminan ataukah janji. Hanya datang menghiasi tanpa pemanis dusta.
Tawa mereka saling berderai, dua jiwa itu saling berbagi tawa membuatku terhanyut dalam akan keadaannya. Hatiku bahkan menari begitu membuncah karena memilikinya dalam garisan takdirku.
Dua jiwa itu bahkan tak pernah mengeluarkan amarah apalagi aspirasi. Hanya sebuah perselisihan yang kadang semakin merekatkan dan semakin menghadirkan hubungan yang semakin kuat.
Melengkapi sudut gelap yang tak pernah tersentuh sama sekali, memberinya warna dengan cara yang unik tanpa adanya pemalsuan sama sekali.
Terimakasih karena datang padaku, dua jiwa itu
----
"Tan! Ada yang penting!"
Titania mengembuskan napasnya lega karena Deliana datang setelah ketikan keduanya selesai jadi tinggal Simpan saja tanpa perlu takut hilang atau terhenti ditengah jalan.
"Apa?" tanyanya setelah menyimpan macbook-nya didalam tasnya.
"Tadi Keno nelepon aku."
"Terus?"
"Ya terus, dia senang dong akhirnya Do'i nelepon dia." ujar Aloka yang menjawab perkataan Titania. Dia baru saja tiba diantara mereka kemudian duduk disamping Titania sedang Deliana masih berdiri didepan Titania.
"Ih bukan itu." gerutu Deliana
"Ya terus apaan?" tanya Aloka.
"Katanya dia bertemu kembaran Titania di Mall. Serra dan Laila juga bertemu dengannya." jelasnya kemudian memusatkan pandangannya pada Titania.
"Tan! Kamu engga papa?" tanya Deliana sambari menatap cemas kearah Titania.
"Apa katanya?"
"Keno awalnya kira itu kamu karena wajahnya benar-benar mirip kamu tapi penampilannya beda banget sama kamu. Apalagi katanya kembaran kamu itu rambutnya pendek engga kayak kamu rambut panjang." Deliana menjawab pertanyaan Titania serta memberitahukan apa yang Keno informasikan padanya.
"Warna matanya mirip mata abang kamu kata Serra kan dia sempet ketemu abang kamu beberapa waktu lalu di kampus depan. Tapi jika anak kampus lain ketemu dia pasti mereka ngiranya kamu dengan penampilan yang berbeda." lanjut Deliana lagi.
"Dan namanya adalah Valencya Agramata." gumam Deliana.
"Saya butuh sendiri. Jadi?"
"Baiklah. Kalau butuh seseorang hubungi kami saja." Aloka menggenggam sejenak tangan Titania pertanda dia setuju dengan perkataan Deliana.
Keduanya berlalu meninggalkan Titania sendiri ditaman kota, hingga tak lama setelah kepergian kedua sahabatnya hujan datang awan yang mulanya suci benar-benar ternodai dengan awan gelap hingga menciptakan rintik hujan.
----
Semesta, aku harus apa jika keadaan semakin tak ingin merekatkan keadaan, hadirnya Bintang lain adalah sebuah kejutan yang tak pernah kupinta dalam tidurku sekalipun
Hujan yang tak ingin kurasakan rintiknya sama sekali, salah satu penghuni semesta yang tidak ingin kuhadirkan karena setiap datangnya bersamaan dengan seutas luka yang harusnya tak datang.
Karena dengan datangnya hujan selalu saja identik dengan kepayahan hati, keegoisan keadaan atau mungkin angkuhnya takdir dalam merestui keinginan.
Hujan yang mampu menyamarkan Air mata yang memang pada akhirnya tak diperlihatkan cukup dibiarkan bersatu dengan hujan serta pergi secara diam-diam sepertinya datangnya secara tiba-tiba.
Setiap jatuh, hujan datang mengejek betapa lemahnya jiwa dalam mempertahankan dirinya sendiri. Hujan tercipta seakan melodinya untuk menjatuhkan seseorang tanpa membantunya bangkit. Dibiarkan lebur sendiri tanpa adanya uluran tangan.
----
"jangan pernah memaksa dirimu untuk kuat karena seberapa tangguhpun seseorang akan ada masa menjadi orang payah dan memerlukan pelampiasan yang dinamai menangis atau mungkin pelukan hangat seseorang."
Suara itu membuat Titania membuka pejaman matanya menghentikan perang batin didalam dirinya. Merasakan betapa derasnya hujan menyentuh wajahnya, rintiknya saling berlomba menyentuh wajah Titania berusaha menyakitinya.
"Lepaskan yang hatimu inginkan bukan membiarkannya terkurung dalam keegoisanmum. Berikan kedamaian dalam dirimu untuk pulih secara cepat tanpa harus lama berkenang dalam kenangan."