Bab 15 - Naluri Rasa Bersuara

1217 Words
Abani menghentikan aktivitasnya menatap ponselnya yang berbunyi sekali itu pertanda ada notifikasi w******p yang masuk, sekilas Abani berpikir siapa yang mengirimkan pesan padanya dijam menuju tengah malam begini. Meninggalkan laptopnya yang ada di meja belajar langkahnya berjalan menuju ranjang mengambil ponselnya yang tidak ia perdulikan sejak 4 jam yang lalu karena banyaknya tugas yang menumpuk dari dosen. Tanpa sadar senyumnya tercipta melihat nama Titania yang tertera disana. Mengirimkan file berbentuk dokumen padanya, apa perempuan itu ingin bermain teka-teki lagi padanya? Apakah Titania ingin memutar otaknya lagi dalam bermain syair? Abani membuka dokumen itu, untung saja di ponselnya sudah ada aplikasi yang bisa membuka dokumen tanpa harus memindahkan file lagi ke laptop. *** Hai semesta Bagaimana kabarmu? Rasanya cukup sulit kutulis syair ini apalagi saat kamu telah mengetahui kemana tulisan ini harus berlabuh? Semesta. Kau tau? Awalnya aku menganggap takkan pernah ada rasa kupersembahkan untuk seseorang, aku menganggap diriku tidak bisa memberikan seseorang hatiku secara utuh. Aku bahkan menganggap hatiku takkan pernah merasakan debaran sama sekali. Saat pertama kali melihatmu kesannya biasa saja apalagi matamu memiliki bingkai. Tetapi karena sering mendengarkan cerita tentangmu secara tak sengaja lama-kelamaan muncul rasa penasaran untukku, sebenarnya kamu itu bagaimana? Kenapa banyak kaumku yang mendamba tentangmu? Perlahan aku mencari tetapi secara baik-baik bahkan tak ada yang menyadarinya, hatiku mencari sedang logikaku tetap berjalan sebagaimana mestinya. Hingga waktunya tiba aku menyadari jika perasaan itu akhirnya kamu menangkan, menguasai hatiku secara paksa tanpa memberi aba-aba pemiliknya sama sekali. Kadang aku ingin mendustai tetapi Cinta tak ingin mengalah hingga akhirnya kuputuskan mengalirkan rasa itu dalam bentuk syair yang selalu ku tempelkan di mading. Sebenarnya aku tau jikalau ada yang mengambil kata-kata itu tetapi aku tak menyangka jika yang mengambilnya adalah seseorang yang selalu kusebut semesta dalam syair itu. Kau tau semesta? Awal mengetahui tentang itu rasanya ingin berteriak senang bahkan dapat kurasakan jantungku berdebar kencang tetapi aku tetap mencoba mengendalikannya dengan sangat baik hingga tidak ada satupun yang bisa mendeteksinya termasuk dirimu. Apa sikap dingin ku terlalu mengganggumu semesta? Mengapa kamu harus meragukannya sedang aku berusaha mempertahankannya walaupun setiap hari harus mendengarkan kedekatanmu dengan kaumku yang lain. Kala debarku kian memaksa meminta dilepaskan maka saat itu aku mencoba mengendalikannya tanpa harus tersiksa akan sebuah kerinduan tanpa adanya pertemuan sama sekali. Semesta? Mereka mengatakan sikap kita itu tidak akan pernah bisa membersamai atau bisa dikatakan tidak setakdir tetapi kemudian hatiku membantahnya dengan keras ia malah ingin egois agar kamu hanya memandang rasaku saja tanpa menoleh kearah yang lain. Kau tau semesta kenapa aku menulis ini? Karena beberapa hari ini aku tak pernah menempelkan kertas di mading karena rumitnya keadaan. Saat mataku menatapmu dengannya rasanya aku ingin berteriak marah tetapi kemudian aku berpikir, diantara kita ada apa? Bukankah kita hanya saling merasakan tanpa adanya kejelasan? Merindu akan kita adalah hal lumrah semesta tetapi terkadang kita tidak bisa mengendalikan perasaan itu karena besarnya tuntutan untuk bertemu. Semesta? Tetap jalani sebagaimana mestinya, biarkan waktu yang mengalir membawa kita kedalam satu buku aksara. Dariku, Titania. **** Abani : Apa ini pertanda kamu meminta kejelasan hubungan Titania? Abani mengklik icon kirim yang ada di sebelah kanan. Ia kembali membaca setiap kata itu merasa sangat tersanjung atas apa Titania kirimkan padanya. TING. Lamunan abani tersentak kemudian membuka pesan Dari Titania tidak memperdulikan Pesan yang lainnya bahkan pesan kedua sahabatnya. Titania : Tentu tidak. Kita bukan remaja labil yang harus melakukan pacaran bukan? Semesta? Bukankah tadi sudah kukatakan biarkan takdir yang membawanya dalam kejelasan? Abani menghembuskan napasnya pelan padahal ia sangat ingin dekat pada perempuan itu perasaannya sudah sangat utuh padanya. Tetapi Abani cukup tau apalagi ia adalah ketua eskul rohani tentu saja Abani tau bagaimana hukum pacaran dalam pandangan agama. Abani : Kita memerlukan kejelasan Titania, pacaran tentu saja dilarang keras oleh agama tetapi bukankah lebih baik kita memikirkannya lebih cepat? Apa menurutmu takdir datang tanpa diperjuangkan terlebih dahulu? Sebenarnya Abani tidak tau hubungan apa nantinya yang akan ia sepekati dengan perempuan itu sedang didalam agama solusi untuk dua sepasang manusia yang saling mencintai adalah menikah. Tetapi mana mingkin perempuan itu mau menikah secepat ini? Lagi? Mereka berdua baru saja dekat dan saling mengetahui perasaan masing-masing. Titania : Semesta! Walaupun pengetahuan agamaku sangat minim tetapi aku tau apa yang harus kulakukan. Lain kali kita lanjutkan aku sudah mengantuk. Selamat malam semesta. Abani hanya membaca pesan itu tanpa berniat membalasnya lagi, apakah perempuan itu tidak tau bagaimana takutnya Abani jika ada laki-laki lain yang merenggutnya darinya? Perasaan Abani sudah sangat besar untuknya dan Abani tidak akan pernah ikhlas jika sampai pada akhirnya nanti Titania tidak bersanding dengannya. Kaum perempuan takkan pernah tau jika saat laki-laki sudah mengatakan rasa apalagi laki-laki seperti Abani maka itu memang benar. Tetapi terkadang harus disalah gunakan dan katanya itu hanyalah bualan tanpa pembuktian. Abani tidak mempersalahkan persepsi itu karena Abani juga mengakui sebagian kaumnya memang sangat suka bermain perempuan tetapi sekali mereka menemukan apa yang mereka cari maka saat itulah kesetiaan benar-benar utuh dipertahankan. Bahkan kata posesif akan diberlakukan. "Mungkin selama ini aku sudah menyakiti perasaan banyak perempuan dengan menolak mereka padahal mereka belum mengetuk pintu sama sekali, tetapi apakah sebuah kesalahan karena aku memang tidak menyukainya?" gumamnya lirih. "Bagaimana mungkin aku menerima mereka sedang perasaanku sudah ada yang memiliki?"lanjutnya lagi berbicara pada diri sendiri. Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam tapi mata Abani belum ingin terpejam sama sekali. "Belum tidur nak?" pejaman Mata Abani terbuka menemukan mamanya Sedang berdiri di pintu kamarnya. "Mama kok belum tidur? Ini udah tengah malam banget?" "Tadi mama bangun mau ambil air putih, tapi pas lewat sini lampu kamar kamu masih nyala." Abani berjalan menuju mamanya dan memeluknya pelan, malaikat terbaiknya. "Kamu inih kebiasaan sekali." itu adalah teguran tetapi Helma, mama Abani tetap tersenyum lembut pada putra bungsunya. Sangat manja padanya. "Kenapa sih ma! Kan mama aku sendiri." protes Abani. "Udah. Mama mau balik kekamar nanti papa kamu nyariin. Tidur sanaaa besok harus kuliah." setelah mengucapkan hal itu Helma berlalu meninggalkan Abani dipintu kamar. Abani kembali membaringkan tubuhnya di ranjang, mencoba menenangkan pikirannya tentang kejelasan rasanya pada perempuan judes itu. Karena belum ada tanda-tanda matanya terpejam Abani membuka kembali ponselnya membuka grup dengan kedua sahabatnya. Kita para lelaki! Saputra : Ken! Lo punya nomornya Lerta engga? Keno : Ngapain lo minta nomornya si Lerta? Mau PDKT. Wkwkwk Saputra : Kasi aja kenapa sih! Keno : Lo yang minta tapi maksa banget. Kemarin Abani yang minta nomornya Titania terus sekarang elo. Saputra. YAUDAHLAH KALAU LO ENGGA MAU!! keno : Engga usah pake capslock Juga dong Ngambekan lo kayak cewek. Udah gue kirim pribadi. Saputra : Naahh gitu dong. Nanti gue cariin nomornya si Deliana Keno : Engga usah sebut merek Bambang. Saputra : Yaelah kita betiga doang. Yaudah deh gue mau sapa Lerta dulu. Byebye Keno : Oke. Abani tersenyum membaca pesan kedua sahabatnya, cara bicara mereka berdua memang kasar tapi jika sudah bertemu dengan orang lain atau perempuan maka mereka berdua akan sopan. Mengenai perempuan yang disukai Keno dia adalah Deliana, Sahabat Titania. Apa Abani meminta nomornya Deliana melalui perempuan itu? Bisa saja kan Keno akan semakin dekat dengan perempuan yang dia suka. Abani kembali menatap ponselnya membuka satu persatu grup didalam sana. Banyak pesan yang masuk mengenai eskul Rohani atau kegiatan kampus lainnya. Tetapi karena tidak ada yang terlalu penting Abani lebih memilih membacanya saja tanpa membalas atau menampakkan diri dalam grup itu. "Apa aku membaca karya Titania saja di blog kampus?" tanyanya pada diri sendiri. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD