Bab 16 - Awan Bisa Berubah Jua

1542 Words
"Kamu diantar lagi?" tanya Derta pada Titania yang sedang menikmati roti bakarnya. "Kalau abang engga sibuk." jawab Titania santai karena menurutnya selagi abangnya mau kenapa tidak? Tidak perlu capek-capek menyetir mobil atau menunggu grab/angkot di pinggir jalan Raya depan. "Engga kok. Abang hari ini cuman mau kekantor Ayah bentar terus reuni sama temen lama." Hari ini Derta memang sedikit lenggang lagian dia pulang Ke Indonesia karena ingin menikmati liburannya saja dan sekalian bertemu Titania serta teman-temannya yang lain. "Reuni? Reuni mantan bang?" Derta mengentikan kegiatannya sejenak menatap kesal kearah adik jahilnya itu. "Kenapa bang? Kok kesel sih! Nia kan cuman nanya tinggal jawab aja engga masalahkan?" Derta mendengus kesal dan kembali melanjutkan aktivitasnya yaitu mengoleskan selai nanas pada permukaan roti tawarnya. "Abang tau maksud kamu itu lain!." ucapnya setelah menggigit roti itu. Titania hanya tertawa kecil melihat kekesalan abangnya pagi ini. "Oh iya Nia! Besokkan kamu libur, jalan-jalan yuk?" "Engga jalan sama mantan bang?" "Sekali lagi kamu bicara tentang mantan hari ini abang langsung out ke Luar negeri." Titania gelagapan ditempat tidak menyangka jika keusilannya malah dianggap serius oleh Derta padahal ia sama sekali tidak bermaksud lain. Sedang Derta merasa moodnya pagi sangat berantakan hanya karena adiknya itu membahas soal 'mantan' "Idihh gitu aja kok marah bang! Padahal Nia-kan cuman bercanda doang. Nia tuh masih kangen sama abang masa hari ini udah balik katanya beberapa minggu disini." Derta yang tadinya tidak perduli kini menatap hangat Titania, hatinya menghangat mendengar jika Titania melarangnya padahal ia kira tadi Titania hanya tertawa saja tanpa menyanggah sama sekali. "Yaudah besok kita jalan. Abang udah selesai engga? Kalau udah yuk berangkat! Soalnya hari ini aku ada rapat eskul." Titania berdiri kemudian melangkah keluar menunggu Derta di teras depan. "Ehh Nia tungguin napa!" Derta segera meminum kopi yang dibuatkan Titania tadi secara terburu-buru kemudian menyusul adiknya keluar. "Cepet amat berangkatnya baru jam 8 juga lagian biasanya jam masuk pelajaran kamu-kan jam 10 dek." setelah berhasil menyusul Titania, Derta segera mengeluarkan protesnya tetapi langkahnya tetap berjalan kearah mobil disusul Titania yang kini duduk disampingnya. "Mumpung anak-anak jamnya pada ngaret dan ada 2 kelas yang dosennya engga masuk, terus sebagian lagi Free yaudah aku gunain waktunya untuk rapat aja Bang. Kapan lagi coba bisa keberuntungan langkah seperti sekarang ini." jawabnya sambil memasang sabuk pengamannya. Disusul Derta yang sudah melajukan mobilnya. "Tapikan engga usah buru-buru gitu juga. Abang tadi minum kopinya hampir tersendak tau engga! Untung ponsel dan dompet udah abang simpen dimobil pas bersihinn ni mobil tadi pagi." tadi pagi setelah jogging keliling kompleks Derta memutuskan untuk membersihkan mobilnya terlebih dahulu dan menyimpan ponsel+dompetnya dashboard mobil agar tidak ketinggalan. "Emang abang mau langsung kekantor Ayah?" "Iya. Kenapa harus pulang lagi coba?" "Kok kayak sewot sih bang, Kan aku nanya baik-baik." Derta melarikan tangannya mengacak rambut adik satu-satunya ini merasa sedikit bersalah karena belum memberitahukan Titania mengenai kebenaran mama mereka. "Jangan dirusak bang! Walaupun aku engga terlalu mengurus penampilan tetapi engga berantakan juga kaliii!!" kesalnya, kemudian bercermin pada layar ponselnya melihat apakah tatanan rambutnya sudah rapi atau belum. "Soalnya kamu gemesin dek!" ucapnya diiringi dengan tawa kecilnya. "Abang fokus nyetir aja jangan bikin kesel pagi-pagi." "Lah? Yang tadi pertama kali bikin kesel siapa? Hantu?" "Itu beda dong." bantahnya cepat. "Sama aja." Titania diam bahkan kini menatap jalanan yang padat bahkan sebagian orang sudah memulai aktivitasnya apalagi para pedagang kaki lima diluar sana. Bahkan anak-anak pengamen sudah stay dipinggir jalan menyanyikan beberapa untuk uang yang tidak seberapa. Melihat adiknya terdiam, Derta memilih fokus menyetir daripada harus menambah kekesalan Titania hingga perempuan itu menjadi harimau. Derta masih ingat saat Titania benar-benar kesal adiknya itu melemparkan buku tebal padanya yang mendarat sempurna diwajahnya Membuat hidupnya terasa nyut-nyutan selama beberapa detik. **** "Titania?" Titania yang baru saja menutup pintu mobil abangnya kini membalikkan badannya menatap seseorang yang tadi menyebutkan namanya. "Leonard? Kenapa kamu? Mau nyari masalah?" moodnya yang tadinya sudah membaik kini harus melonjak turun melihat wajah menyebalkan laki-laki sok kegantengan itu "Siapa dek?" Titania menoleh kesamping yang ternyata abangnya belum pergi bahkan kini melihat bersama Leonard. "Temennya Titania Kak. Kakak siapa? Pacarnya perempuan judes ini?" rasanya Titania ingin menampar mulut laki-laki didepannya apalagi asal bicara seperti itu. Derta hanya tersenyum Singkat tidak ada niat menjawab pertanyaan orang yang mengaku teman adiknya. Apalagi melihat ekspresi wajah adiknya yang sangat tidak bersahabat sama sekali dari hal ini Derta bisa menyimpulkan jika berdua tidak berteman baik. "Duluan ya!" tanpa menunggu jawaban adiknya Derta melajukan mobilnya meninggalkan kampus itu tanpa perduli bagaimana pandangan laki-laki tadi padanya Melihat hitam itu berlalu Titania meninggalkan Leonard didepan kampus sendirian tanpa mengucapkan apapun, Titania harus mampu meredakan emosinya daripada anak-anak eskul sastra yang merasakannya nantinya. "Tan...Tan. " Titania menggeram kesal dan membalikkan badannya karena pagi ini banyak sekali orang yang ingin merusak mood paginya. "Woooww santai dong. Kayak mau nerkam tau engga." Saputra, seseorang yang memanggil Titania tadi kini mengangkat kedua tangannya berjaga-jaga jika perempuan itu ingin memukulnya atau hal lainnya. Melihat Titania yang sepertinya sudah mulai tenang Saputra menurunkan Kedua tangannya mencoba bersikap biasa saja padahal tadi ia sangat kaget bahkan takut beberapa saat melihat wajah marah perempuan itu dan seperti ingin menerkamnya. "Sorry Tan ganggu jalan kamu, tapi yang pengen aku bilang penting banget." Saputra memasukkan kedua tangannya kedalam jaketnya karena sepertinya jari-jarinya membeku, setelah ini ingatkan Saputra untuk tidak menyapa Titania jika tidak bersama Abani. "Apaan?" tanya Titania karena selama yang dia tau ia tidak pernah mempunyai urusan dengan orang ini terkecuali jika semesta yang menyuruhnya "Boleh minta nomornya Deliana engga?" bisiknya pelan agar tidak ada mahasiswa lain yang mendengarkan perkataannya Titania yang mendengarkan perkataan itu mengerutkan keningnya bingung melihat penampilan Saputra dari atas lalu kebawah. Rambut yang berantakan, jaket berwarna navi serta celana jeans robek di lutut. "Bukan aku yang butuh tapi Keno. Kamu tau Keno kan? Dia suka sama sahabat kamu itu tapi gengsinya ketinggian." mengerti tatapan Titania, Saputra segera mengeluarkan suaranya jangan sampai perempuan ini salah paham. "Ohh untuk Keno, kenapa bukan dia aja sih yang minta langsung." gumamnya tapi masih mampu didengarkan Saputra. Titania membuka tasnya kemudian mengeluarkan kertas notes, menulis nomor ponsel Deliana yang sudah ia hapal diluar kepala. "Nihh! Bilang sama Keno jadi cowok gentle dikit." Saputra hanya mengangguk pelan kemudian menerima kertas berisi nomor ponsel Deliana. "Ehh Abani!" Abani hanya tersenyum singkat sebagai balasan sapaan Saputra. "Jangan salah paham Ab! Gue cuman minta nomernya Deliana sama dia untuk gue kasi ke Keno. Sumpaah ab! Gebetan lo nyeremin." setelah mengucapkan itu dengan berbisik pelan pada Abani ,Saputra berlalu meninggalkan Abani yang tertawa kecil mendengarkan ucapan terakhir sahabatnya. "Ada yang lucu, semesta?" Abani yang tadinya melihat Saputra yang berlalu kini fokus ke menatap Titania yang menatapnya dengan wajah datarnya. Abani sebenarnya baru tiba di kampus tetapi baru beberapa langkah memasuki kawasan kampus malah menemukan Sahabatnya dan Titania sedang berbicara tak jauh dari tempatnya berdiri. Abani melihat Titania menyodorkan kertas origami pada Saputra dan kertas itu mirip dengan kertas yang selalu ia ambil di mading kampus. "Tidak ada. Kamu baru tiba?" ucapnya, lagian mana mungkin Abani mengatakan perkataan Saputra tadi. "Baru aja sih! Cuman Temen kamu tadi nyamperin minta nomor ponselnya Deliana, kamu baru datang?" hati abani rasanya tenang karena Titania ingin berbicara santai padanya walaupun dengan wajah datarnya. "Baru juga. Yuk masuk!" ajaknya. "Apa harus barengan! Saya engga mau an...." "Pake aku-kamu Titania, aku ngerasa orang asing tau engga." Titania tersenyum singkat mendengar teguran itu dan Abani sempat tertegun melihat senyuman itu. "Yaudah. Yuk masuk." Titania berjalan lebih dulu disusul Abani dibelakangnya. Rasanya Titania ingin berteriak senang karena bisa sedekat ini dengan Abani tetapi ia harus menjaga mimik wajahnya atau ia akan menjadi bahan gosip terpanas minggu ini seantero kampus. "Semesta! Berjalan bersisian disisimu seperti ini membuatku sulit mengendalikan rasaku. Kumohon jangan terlalu sering melakukan itu atau aku akan hilang kendali." Abani tersenyum singkat mendengar gumaman itu. Percayalah Saat ini Abani juga merasakan hal yang sama. *** "Besok jalan yuk!" tak ada jawaban dan itu membuat Aloka kesal ditempat. "Kalian dengerin aku engga sih?" "Denger." jawab Deliana dan Titania serempak "Saya engga bisa soalnya besok mau quality time sama bang Derta." ucapan itu membuat Aloka memberenggut kesal, matanya beralih kearah Deliana menunggu jawabannya "Engga bisa Aloka, aku harus bantuin Bunda ditoko." wajah Aloka semakin tertekuk bahkan sangat tidak enak dipandang. "Masa iya besok harus jadi kaum rebahan besok!" gerutunya "Kamu ketoko aja Aloka bantuin aku. Kalau kamu mau sih." Aloka yang tadinya membayangkan kegabutannya esok hari kini menatap Deliana dengan mata berbinar senang. "Biasa kali tuh tatapan. Sok imut tau engga!" ucap Titania ia merasa agak sedikit risih akan mimik wajah Aloka. "Kali ini ucapan kamu ku maklumin karena dalam mulut kamu itu ada cabe rawit berton-ton." Deliana terkekeh pelan melihat keduanya apalagi saat Titania memperlihatkan wajah ingin muntahnya saat mendengar ucapan Aloka. "Rapat kamu tadi gimana?" tanya Deliana karena melihat Titania tidak ada niat sama sekali untuk membalas ucapan Aloka. "Biasa aja sih." "Biasa aja sih." Aloka mengulang kembali ucapan Titania yang membuat perempuan itu menatap tajam Aloka. "Untung sahabat." mendengar hal itu tawa Aloka pecah bahkan menjadi pusat perhatian dilorong kampus. Saat ini mereka memang sudah ingin Kembali kerumah masing-masing karena jadwal pelajaran hanya satu saja "Oh iya Del! Tadi si Keno minta nomor kamu loh." ucap Titania dan perkataan itu membuat Deliana salah tingkah. "Ciee blushing. Cieee." Titania dan Aloka tertawa bersama setelah Aloka menyelesaikan ejekannya. Tetapi senyum itu menghilang saat seseorang menyapa mereka atau lebih utamanya mengejek Titania. "Bisa senyum lo cewek judes!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD