Bab 3 - Saat Aurora Menyapa

1022 Words
Matanya tetap terpaku pada satu objek yang nyatanya hanyalah selembar kertas kecil dimeja itu, bahkan mata coklat itu enggan berkedip sama sekali. "Apa dia tau kalau saya mengaguminya kenapa tulisannya seperti ini?" tanyanya pada diri sendiri sambari membaca kata demi kata disana untuk yang kesekian kalinya. "....kau tau? Harusnya semesta kamu menemuiku bukan malah berjalan sembunyi seperti ini. Apakah kamu tidak ingin bertemu denganku semesta? Rembulan saja mempunyai Bintang yang menemaninya apakah kau tak ingin menandinginya?..." Abani tersenyum pelan bahkan ada rasa unik yang tiba-tiba hadir tanpa permisi dalam hatinya, rasa penasaran akan perempuan itu semakin besar. Ada rasa yang tak bisa ia jabarkan bahkan menyebutkannya pun rasanya sangat rumit, sebenarnya apa keinginan perempuan itu kenapa memberinya teka-teki sesulit ini. Menemukannya saja belum bahkan mengetahui namanya saja belum juga ia ketahui lalu bagaimana caranya ia menemuinya? "Ab, lo tau engga? Gosip tentang lo punya pacar backstreet udah kesebar seantero kampus dan bahkan sebagian perempuan yang suka sama lo ramai-ramai buat hastag hari patah hati nasional hari ini. Yang pengen gue pertanyakan adalah kebenarannya, apakah lo benar-benar punya pacar backstreet?" Abani berbalik dan menemukan sahabatnya sedang menatapnya dengan penasaran, tetapi ia bingung siapa pacarnya sehingga para perempuan yang bahkan abani tidak tau namanya itu berbuat hal konyol seperti itu. "Jangan ngawur kamu saputra, saya engga punya pacar dan apa tadi? Saya engga bakal kepedean dengan bualan receh kamu itu. Apaan hari patah hati nasional memang saya siapa? Hanya laki-laki sederhana. Kamu jangan nambah-nambahin cerita deh." Laki-laki yang dipanggil saputra itu hanya memutar bola matanya malas, abani memang tidak dikategorikan ganteng banget tapi sikapnya yang super duper ramah, humoris, jarang banget marah, punya lesung pipit, pokoknya laki-laki idaman cewek. Sebagian perempuan dikampus terang-terangan mendekatinya tetapi abani tetap abani dengan segala keramahannya dan tidak mengerti arti kata modus, tentu saja menanggapinya bahkan memberikan mereka perhatian lebih. Ingat. Sikap abani selalu ramah kepada semua orang, tidak membeda-bedakan siapapun itu tetapi tetap saja perempuan-perempuan itu malah terbawa perasaan atas kebaikan laki-laki tidak mengerti arti kata peka itu. "Terus itu kertas darimana coba? Elo tu yaa. Ngaku saja susah banget, gue bahkan sering mergokin elo senyum-senyum sendiri sambil baca tuh kertas dan anehnya engga ada yang tau si penulisnya siapa lagi." ujar saputra dengan menggebu-gebu dan abani hanya diam saja. Rasanya malas juga jika menjelaskan secara detail tentang asal usul kertas ini. "Ehhh ab,lo mau kemana!" Abani terus berjalan tanpa memperdulikan teriakan saputra, daripada meladeni saputra yang mulutnya ngalahin mulut perempuan mending ia kembali ke kost-an mengerjakan tugas yang dosen berikan beberapa saat lalu. Matanya menelusuri lorong kampus berusaha mencari sesuatu yang bisa membawanya kepada sang penulis semesta-semesta itu, agar penasaran dan rasa unik ini bisa ia salurkan tidak bertanya-tanya terus seperti ini. Ia terus berjalan mencoba mencari celah tetapi napasnya terdengar lelah atas semua ini, kenapa juga ia harus sepanasaran ini dengan perempuan itu? Apa yang telah perempuan itu lakukan padanya hingga seorang abani yang tidak pernah memikirkan perempuan kini harus memikirkannya. "Abani... " Abani berbalik dan menemukan tiga perempuan yang sedang menatapnya, perempuan pertama terlihat bodoamat dengan sekitarnya bahkan terlihat sangat malas melihat keadaan, perempuan kedua sedang mengotak-atik hpnya sedang perempuan terakhir sedang tersenyum lembut padanya dan abani kenal perempuan terakhir ini namanya Deliana. "Hai kak abani, maaf tadi engga sopan manggilnya. Kakak ngapain melamun sambil jalan seperti tadi dan andai saya engga manggil kakak mungkin udah jatuh ke selokan tadi." Abani tersentak mendengar penuturan Deliana dan membalikkan badannya ternyata benar, selangkah lagi tadi maka ia akan berakhir di selokan itu, sebegitu berpengaruhnya kah perempuan itu padanya? "Kami permisi dulu kak, lain kali hati-hati jangan terlalu melamun ditengah jalan. Soalnya temen saya udah males banget kayaknya" Abani menoleh menatap perempuan pertama tadi, perempuan itu benar-benar memperlihatkan bahwa ia sedang bosan saat ini bahkan sangat tidak tertarik dengan percakapan ia dan Deliana. "Permisi... Semesta" mereka berlalu dengan ucapan lirih salah satu diantara mereka bahkan nyaris tidak didengarkan oleh semua orang diakhir ucapannya tetapi tidak dengan abani. Ia mendengarnya. Sangat jelas. Abani terpaku ditempatnya bahkan saat ini hatinya memintanya meneriaki perempuan itu untuk berhenti, tetapi kenyatannya ketiga perempuan itu telah berlalu jauh dari jangkauannya. **** Aku hanya sedikit merindu Datang tiba perlahan sentuh Bermain sendu asa rasa Ku tertawa riang akan masanya. Nafas kian menyela Cinta makin bertahta rua Ego bertanding logika Benar, ini hanya tentang cerita lama Kala sapa adalah nyata Mata Indah saling mencinta Binar Mawar sungguh menipu Badai itu datang perlahan Senyum berlesung Indah Menambah gebuan rindu Jari ingin genggaman Tapi takdir masih ingin bermain **** Ketikannya terhenti saat ingatannya terputar ke kejadian siang tadi, hatinya seakan meminta dilepaskan bahkan ingin langsung memiliki laki-laki itu. Rasanya benar-benar membahagiakan bisa mendengar suaranya sampai sedekat itu bahkan rasanya ia hampir lupa diri saat melihat sosok yang diagungkannya itu benar-benar berada beberapa jarak didepannya. Hampir. Hampir saja pertahanannya runtuh karena kejadian itu, hampir saja ia lupa diri. Semenyeramkan inikah Cinta? Ia bisa mengambil alih sangat cepat mengalahkan logikanya sendiri. Tapi itu takkan pernah terjadi, ia berusaha semaksimal mungkin mengendalikan perasaan horor ini ia akan berusaha sekuat tenaga menyembunyikannya dengan apik tanpa seorangpun yang tau, kecuali hatinya dan Allah. Abani .. Laki-laki dengan segala kesederhanaannya yang membuat seseorang sepertinya menghadirkan perasaan tak terduga seperti ini. Banyak perempuan yang menyukai laki-laki itu tetapi hanya ditanggapi senyuman semanis itu. Katakan ia gila, mencintai seseorang sampai sebesar ini tetapi percayalah jika kalian telah merasakan Cinta maka kalian akan mengerti bagaimana gambaran perasaannya saat ini. "..abani.. Abani.. Abani.. " Kata itu terus ia ucapkan sambari berjalan menuju ranjangnya dan menidurkan diri disana dengan kaki yang masih menjuntai dilantai. Nama itu masih ia gumamkan dengan harapan detakan jantungnya bisa berhenti berdetak secepat ini jika menyebutkan namanya. "Kau tau semesta? Kenapa aku tak ingin mendekatimu? Karena aku tak ingin merasakan bagaimana sakitnya patah hati karena Cinta yang kupertahankan dalam hening ini, aku lebih memilih menunggu keinginan takdir yang sesungguhnya daripada membuang waktu sedang bisa saja ujung dari kisah ini adalah patah" ucapnya lirih "Aku tak ingin Allah cemburu padamu abani, aku tak ingin menduakan Cinta Allah.memantaumu dari jauh itu sudah sangat cukup untukku, biarkan Allah yang mempertemukan kita jika memang kita ditakdirkan dalam ikatan Halal itu." senyumnya mengembang berusaha menikmati detakan jantungnya yang semakin menggila. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD