LOVE ME, SINGLE DADDY! -- 2

1706 Words
*** Akhirnya kasus itu selesai juga. Pak Yuda dibawa oleh polisi dan mendekam di penjara atas apa yang telah dia lakukan kepada siswinya. Naya diminta untuk kembali bekerja di sekolahan, tetapi ia menolak. Naya akhirnya menemukan pekerjaan yang dirinya inginkan yaitu menjadi seorang tenaga pendidik yang peduli pada muridnya. Berkat seorang kenalan bernama Mila, Naya bisa bekerja di sebuah Taman Kana-kanak. Meskipun hanya memiliki ijazah SMA, tapi Naya bisa menunjukan kemampuannya untuk menjadi seorang guru yang hebat. Tidak hanya ijazah yang membuat seseorang berharga, tetapi pengalaman dan kebaikan hati bisa membuat seseorang itu menjadi lebih berharga. Naya memiliki pengalaman dan kebaikan hatinya hingga ia bisa bekerja di TK tersebut. Hari-hari yang Naya lalui hanya tentang mengajar dan menjaga murid-muridnya. Naya akan memastikan bahwa murid yang berada di bawah pengawasannya akan menjadi orang-orang yang memiliki karakter. Naya akan membuktikan bahwa tidak butuh ijazah yang tinggi hanya untuk menjadi guru yang hebat. Asal kita ingin berusaha dan belajar, ilmu pun bisa kita dapatkan di mana saja. Pendidikan hanya sebagai syarat. Tidak menjamin seseorang memiliki martabat. Buktinya Pak Yuda, lelaki yang seharusnya sudah memikirkan kematian itu justru memanfaatkan pendidikannya untuk mendapatkan kesenangan. Pak Yuda akhirnya tidak hanya menyakiti siswi-siswi, tetapi juga membuat keluarganya hancur berantakan. Sebenarnya Naya kasihan pada nasib Pak Yuda dan keluarganya, tetapi semua yang telah terjadi adalah atas kesalahan Pak Yuda sendiri. Kemarin Naya mengunjungi Pak Yuda, lelaki itu menyesal dan meminta maaf pada Naya. Pak Yuda juga sudah meminta maaf pada murid dan keluarga murid atas perbuatannya. Namun, hokum tak bisa ditolak. Pak Yuda harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Naya pribadi sudah memaafkan Pak Yuda. Bagaimanapun seseorang berhak memiliki kesempatan kedua. Hanya Tuhan yang memiliki keadilan yang sesungguhnya. Meninggalkan semua masalah di tempat lamanya, kini Naya benar-benar hanya fokus pada pekerjaan barunya saja. Tepat sebulan sudah Naya bekerja sebagai seorang guru TK Cinta Bunda. Naya menjalani hari-harinya dengan bahagia. Ia menikmati pekerjaan barunya tanpa banyak mengeluh. Hari ini TK Cinta Bunda menerima murid baru. Mengingat Kindergarden tempatnya bekerja adalam TK elit, maka yang datang adalah orang-orang kaya. Ibu-ibu sosialita yang cakap dalam berbicara. Naya sudah diberi peringatan oleh Mila agar berhati-hati. Jangan sampai asal bicara jika tak ingin mendapat masalah. Naya pun paham, dirinya tidak akan melakukan sesuatu yang kelak akan merugikannya. “Seperti biasa, semua orang tua murid orang berada, Nay,” bisik Mila yang sudah lama mengabdi di TK Cinta Bunda. Naya mengangguk setuju. Orang-orang ini mengenakan pakaian bermerek semua. Seolah sedang pamer kekayaan juga. “Ohhh?” Naya mengerutkan dahinya saat melihat ada yang berbeda. Salah satu di antara para orang tua ada seorang babysitter di sana. Naya tahu karena perempuan itu mengenakan pakaian yang biasa dikenakan seorang pengasuh. Di sebelahnya ada gadis kecil yang tampak pendiam. “Cantik sekali,” bisik Naya. Entah kenapa gadis kecil itu berhasil menarik sudur-sudut bibir Naya dengan sendirinya. Naya merasa si calon murid membutuhkan perhatiannya. “Ehh saatnya perkenalan. Buk Jira sudah selesai pidatonya!” ujar Mila sambil menarik Naya berdiri. Naya terkejut. Ia sedikit terhuyung, tetapi untung tidak terjatuh. Sesuai intruksi, semua guru TK Cinta Bunda memperkenalkan diri mereka. Naya gugup karena ternyata tempat ini pun menyebutkan asal pendidikan terakhir dari mana. Meskipun Naya percaya diri, tetapi tetap saja ia sedikit khawatir. Naya waspada karena yang ia hadapi saat ini bukan hanya anak-anak kecil, tetapi para orang tua yang mungkin akan mempermasalahkan pendidikannya. “Nanti kamu bohong saja Nay soal pendidikanmu, Buk Jira nggak akan marah,” bisik Mila. Naya pikir ide Mila benar juga, tetapi haruskah dia melakukan itu? Naya menggeleng keras. Jika dia berbohong, sama saja merendahkan dirinya sendiri. Naya sudah berjanji untuk membuktikan bahwa tanpa pendidikan yang tinggi pun dia bisa menjadi seorang guru TK yang berkualitas. Naya akan belajar menjadi guru yang hebat. Bukan karena Naya meremehkan pendidikan, tetapi untuk dia yang tidak memiliki biaya ini, demi menambah pengetahuan dan pengalaman, belajar sendiri adalah pilihan terbaiknya. “Nay giliranmu,” bisik Mila sekali lagi. Naya pun mengangguk singkat. Ia menarik napas terlebih dahulu sebelum mengeluarkannya secara perlahan. Lalu Naya memulai perkenalan dirinya. Untuk setidaknya menunjukan sedikit kualitasnya, Naya memperkenalkan diri dengan cara yang paling unik. Memperkenalkan diri sambil sedikit memainkan trick. Meskipun sedikit ragu, Naya menggunakan bahasa inggris sebagai salam perkenalan. Menurut pengamatannya selama ini, banyak balita atau anak-anak orang kaya di bawah umur Lima tahun yang mengerti percakapan bahasa inggris. Naya pun mencoba peruntungannya. Dia menggunakan taktik unjuk gigi. Anak siapa kira-kira yang bisa menanggapi perkenalannya hingga membuat orang tuanya bangga. Naya juga tidak bersikap terlalu formal karena yang ia ajak berkenalan tidak hanya para orang tua, tetapi juga calon murid-muridnya. Naya menunjukan keceriaannya agar anak-anak tampak bersemangat. Syukurlah, caranya itu berhasil. Hampir semua murid menanggapi perkenalannya. Para orang tua juga terlihat biasa saja ketika ia menyebutkan latar belakang pendidikannya. Bahkan sebagian sudah memanggilnya Bu Guru Nay atau Bunda Naya. Mendengar itu membuat Naya bahagia. Sekali lagi dia membuktikan, bahwa title di belakang nama seseorang hanya sebuah syarat. Percuma saja bila tiada manfaatnya. Naya yakin dirinya bisa memanfaatkan apa yang ia miliki untuk menjadi tenaga pengajar yang berkelas di TK elit ini meskipun dirinya bukan dari lulusan perguruan tinggi. “Kamu hebat Nay, di antara guru-guru di sini hanya kamu yang bisa menangin hati para orang tua,” puji Mila ketika sesi perkenalan telah usai. “Aku sempat gemetar tadi karena kamu bukan lulusan perguruan tinggi. Secara kan ya TK Cinta Bunda dipenuhi orang-orang elit. Aku takut para orang tua nggak suka kamu yang hanya lulusan SMA mengajar di sini,” Naya mengerti maksud Mila. Temannya itu tidak bermaksud menyinggungnya. Hanya saja, kekhawatiran Mila juga dirinya rasakan beberapa saat lalu. Bagaimana jika dia dihina lagi karena tidak melanjutkan sekolah? Bagaimana jika dirinya tidak diterima juga di tempat ini? Namun, syukurlah berkat taktiknya, orang tua murid tidak mempermasalahkan latar belakang pendidikannya. “Asal kamu tahu aja, Nay, tahun lalu ada tuh guru yang sama posisinya kayak kamu. Dia diminta berhenti hari itu juga sama ibu-ibu sosialita hanya karena lulusan SMA,” Mila menceritakan kejadian setahun yang lalu. Jujur, dirinya juga takut Naya mengalami hal yang sama, makanya sebelum sesi perkenalan tadi Mila sudah menemui Ibu Jira untuk memaklumi bila Naya mengaku berasal dari lulusan perguruan tinggi ketika tiba saatnya sesi perkenalan diri. Namun ternyata Naya bisa mejaga dirinya sendiri. Mila sangat lega kerena tidak ada yang menghina temannya itu. “Astaga!! Bu Jira aja nggak nolak kok dia mengabdi di sini! Tapi ibu-ibu murid nggak sudi, merasa nggak selevel sama mereka,” Mila melanjutkan ceritanya. Ia berdecak sebal karena kejadian itu. “Sudah jangan marah-marah. Makasih ya kamu sudah bantu aku, Mil,” ucap Naya. Mila melambaikan tangannya. Baru saja ingin membalas ucapan Naya, tetapi perhatiannya diambil alih oleh ucapan Ibu Jira yang mengakhiri perkenalan hari ini. Semua murid baru sudah bisa memulai kelas esok hari. “Akhirnya, besok kita punya anak-anak baru lagi, Nay!” ujar Mila tampak kesenangan. Naya pun merasakan hal yang sama. Dirinya bahagia karena besok adalah hari baru lagi untuk mereka. Naya semakin bersemangat, ia tidak akan menyerah untuk membuktikan betapa layaknya ia berada di tempat ini. “Ayo Mil, para orang tua sudah pulang!” ajaknya. “Mau ke mana?” tanya Mila karena Naya kembali ke aula yang dijadikan tempat penerimaan murid baru. “Mau beresin sisa acara tadi!” Naya meringis, pekerjaan lamanya yang tukang bersih-bersih membuatnya ingin membantu cleaning service TK Cinta Bunda. Mila menggelengkan kepalanya. Bukan membeda-bedakan, tetapi setiap orang sudah memiliki tugasnya sendiri-sendiri. “Ayo kembali ke ruang guru!” ajak Mila. Namun, Naya menggeleng. Sudah terlanjur, sekalian saja ia membantu. Toh tidak ada kerjaan mendesak juga untuk hari ini. “Kamu duluan aja, aku mau bantu-bantu di sana dulu,” ucap Naya. Mila mengedikan bahu. Dia pun berpisah dari Naya. Tanpa canggung Naya membantu cleaning service yang sedang membersihkan aula. Naya tersenyum ketika salah satu dari mereka menyapanya. “Bu Nay kan, guru baru di TK ini?” tanya seseorang kepada Naya. Gadis itu pun mengangguk ramah. Ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman. “Ohhh, maaf tangan saya agak kotor. Saya Desi, petugas kebersihan di tempat ini,” Desi menyambut uluran tangan Naya dan memperkenalkan dirinya dengan sopan. Naya mengangguk senang karena temannya sudah bertambah lagi sekarang. “Saya Naya, Mbak Desi sudah lama kerja di TK Cinta Bunda?” tanya Naya. Desi mengangguk singkat. “Dari saya masih SMP waktu itu, Bu Nay. Tapi dulu saya masih ikut ibu saya, sekarang saya gantiin kerjaan beliau,” terangnya. Sekali lagi Naya menganggukan kepalanya. Ketika ia ingin membuka mulutnya lagi, suara tangisan anak kecil mengintrupsinya. Baik Naya maupun Desi sama-sama menolehkan kepala. “Mereka belum pulang juga rupanya,” ucap Desi, membuat Naya meminta penjelasan padanya. “Iya Bu, dari tadi pengasuhnya bujukin anak itu untuk pulang, tapi dia nggak mau,” jelas Desi. Mungkin anak itu perlu ditenangkan terlebih dahulu, dan Naya merasa ini adalah tugasnya. Naya pun meninggalkan Desi. Naya mendekat ke arah murid baru yang sejak tadi mencuri perhatiannya karena hanya anak itu saja yang tidak datang bersama ibu atau ayahnya. “No! Akira mau di sini aja!” bentak gadis kecil yang Naya tebak bernama Akira itu. Naya tersenyum lembut padanya, lalu mengalihkan tatapannya pada babysitter Akira. “Ada apa, Mbak?” tanya Naya pada babysitter murid barunya itu. “Ini Bu, Akira nggak mau pulang. Saya jadi bingung bujukinnya gimana,” Jawaban pengasuh itu membuat Naya mengangguk singkat. Ia kembali mengalihkan tatapan pada Akira. “Kamu sudah sama Bu guru?” tanyanya. “Bunda Naya,” jawab Akira. Rupanya dia memilih memanggil Naya dengan panggilan seperti itu. Naya semakin mendekat pada Akira. “Jadi, apa yang bikin Akira nggak mau pulang?” tanya Naya berhati-hati. Naya sedang berusaha menarik perhatian murid barunya itu. Salah sedikit saja maka Naya akan kehilangan kepercayaan dari Akira. “Hei,” tegurnya karena Akira masih saja bungkam. Naya bersorak senang ketika Akira melirik padanya. “Di rumah sepi. Nggak ada Papa,” lirihnya. Dapat Naya dengar pengasuh Akira menghela berat. Dia menatap Akira dengan tatapan kasihan. Naya ingin bertanya lebih lanjut, tetapi tiba-tiba saja Akira berdiri dari duduknya. “Mbak Selia ayo pulang!” ujarnya. Buru-buru Selia mengiyakan. Sempat babysitter itu mengucapkan terima kasih pada Naya sebelum menyusul Akira. Naya menatap kepergian keduanya dengan tatapan entah apa. Naya merasa Akira membutuhkannya sebagai seorang guru ke depannya. . . To be continued. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD