5. Berjalan Pelan-pelan

1550 Words
Gavin berlari menuju Gerbang sekolah Bobshaw. Jarak dari taman menuju gerbang utama tidaklah jauh. Seseorang yang berada di taman masih bisa melihat keadaan gerbang utama sebab lokasi kedua tempat itu berhadapan langsung Gerbang utama Bobshaw cukup besar, hampir muat untuk dimasuki 4 kereta kuda secara bersamaan. Di samping kiri dan kanannya ada dua buah kerek yang berfungsi untuk membuka dan menutup gerbang karena akan sangat susah apabila didorong dengan manusia. Di pojok kanan Gerbang ada sebuah pos tempat penjaga bertugas. Di dekat pos ada sebuah pintu kecil menghadap keluar hanya muat satu orang berfungsi sebagai pintu cadangan apabila seseorang ingin masuk ataupun keluar tanpa harus membuka gerbang utama Gavin yang sedari tadi disana langsung menghampiri penjaga yang berada di samping gerbang itu. Dia ingin keluar dan melihat langsung rombongan para pasukan kerajaan Yagonia yang sudah pulang. Namun penjaga disana hanya duduk sambil tertidur menggunakan punggung kursi sebagai alasnya. Mengetahui itu Gavin langsung saja berniat kabur tanpa izin terhadap penjaga itu terlebih dahulu. Ia berjalan namun kakinya diangkat perlahan-lahan mencegah adanya suara menyebar ke sekitar. Sesampai di depan pintu. Ada sebuah jendela kecil di sampingnya. Gavin mencoba mengintip terlebih dahulu di sana melihat situasi. Posisi Sekolah Bobshaw yang berada langsung di pinggir balai ibukota membuat Gavin bisa melihat kondisi sekitar menjadi lebih jelas. Disana Gavin melihat ada ribuan pasukan yang sedang berjalan. Langkah kaki mereka yang lemah dan terlihat kelelahan menyeruak ke seluruh balai. Penampilan mereka yang compang-camping dengan desiran debu yang masih menempel melekat di armor perak mereka membuatnya terlihat berkarat. Muka mereka juga kotor, entah apa saja yang membuat kondisi mereka separah itu. Kuda-kuda yang mereka tarik juga terlihat lemas. Sudah tidak berdaya untuk dinaiki dan dikendarai. Gavin yang melihat itu semakin khawatir. Ia mencoba kabur lewat pintu samping. Saat ia mencoba membuka, ternyata kunci pintu itu masih tergembok. Mencari cara kebingungan tetapi juga buru-buru, Gavin langsung saja menuju pos penjaga dan mencari gembok yang mungkin ia simpan disana. Di dalam pos ada sebuah kasur jelek yang kapasnya terlihat usang dan berhamburan menyeruak ke segala penjuru ruangan. Walaupun nampak sangat kotor tapi itu masih bisa untuk ditiduri. Di meja depan tempat sang penjaga duduk. Ada sebuah gelas yang terisi sisa-sisa bir berwarna putih. Gavin merasa bahwa penjaga ini terlalu banyak minum alkohol sehingga membuatnya tertidur seperti itu. Gavin melihat sekali lagi ke Sang Penjaga. Memastikan kalau ia benar-benar tertidur seraya mencoba mengambil mencari kunci. Gavin melihat posisi Sang Penjaga yang tertidur dengan amat sangat pulas. Mulutnya yang menganga mengucurkan air liur hingga menetes lengket ke lantai. Dengkurannya yang keras sesekali mengagetkan Gavin yang sedang merogoh kantong baju dan celananya. Hingga akhirnya ia menemukan kunci tersebut yang jatuh dari meja ke lantai. Untung saja penjaga itu tak mendengar suara kunci yang terjatuh. Ia hanya bergerak seperti merespon akan sesuatu namun kembali lagi di posisi tidur nyenyaknya. Gavin mengambil kunci itu dan bergegas pergi keluar ruangan menuju pintu cadangan “Gavin apa yang kau lakukan?” Gavin terkaget menjatuhkan kuncinya mencoba Membuka gembok dan mendengar suara Marioth keras sekali hingga menyentuh telinganya yang halus. Gavin menengok dan melihat Marioth dan Gilbart berada di belakangnya. “Apa yang kalian lakukan disini?” Gavin bertanya balik. Ia tidak mengharapkan kedatangan dua anak itu. Akan jadi masalah bila mereka semua ketahuan kabur dan melanggar aturan sekolah. Gavin tidak ingin dua anak ini menanggung masalah yang sama dengannya “Harusnya kami yang menanyakanmu. Ayo kembali ke ruang kelas, Pak Alfred telah memanggil kita” Gilbart berkata sambil menarik tangan Gavin. Gavin sendiri kebingungan harus berbuat apa. Dia sangat penasaran dengan kondisi para pasukan dan ingin melihat keadaannya sekarang juga. Namun sepertinya Gilbart dan Marioth tidak mengetahui kondisinya saat ini. “Iya, iya baiklah. Namun aku harus mengembalikan kunci ini kepada penjaga itu terlebih dahulu. Dia akan sangat kaget apabila kuncinya sudah tidak ada padanya lagi. Aku tidak ingin berbuat masalah lagi. Apalagi jika itu menyangkut kalian” kata Gavin mencoba menerangkan kepada Marioth dan Gilbart Gavin langsung menuju kembali ke ruangan itu dan mengembalikan kunci ke meja tempat Sang Penjaga tertidur. Disaat dia hendak melangkah keluar ruangan Gavin mendengar suara yang sangat mengagetkannya. Itu berkata “Apa sudah selesai pangeran?” Penjaga itu ternyata selama ini tidak tertidur. Ia hanya pura-pura tidur agar itu bisa menjadi alasan untuk Gavin pergi dari sekolah. Selain itu, Gavin juga kaget, ia benar-benar merahasiakan identitasnya agar tidak ada satupun orang di sekolah kalau ia adalah orang penting di Kerajaan Yagonia. Pangeran. “Maafkan aku Tuanku. Aku sebenarnya hanyalah penjaga kastil yang ditugaskan Tuan Neville berjaga disini setelah mengetahui anda akan belajar di Bobshaw. Tapi jangan khawatir Tuanku, aku akan tetap menjaga identitas anda” kata sang penjaga meyakinkan Gavin. Namun Gavin tak bereaksi apa-apa. Ia hanya diam dan kembali melangkahkan kakinya menuju luar ruangan. *** “Disini pak” kata seseorang petugas di dalam sekolah Bobshaw. Ia mempersilahkan orang itu untuk masuk sambil berjalan menemaninya menuju ruang yang ingin dituju. Langkahnya terlihat sangat cepat membuat petugas itu mau tidak mau harus ikut mengimbanginya. Di wajah orang itu terlihat sangat cemas dan khawatir. Wajahnya mengkilap terkena pipi yang basah karena keringat. Sambil berjalan ia terus menggenggam kedua tangannya yang diselimuti sarung tangan putih. Lama-kelamaan orang itu memasang wajah ekspresi marah, petugas sekolah benar-benar tidak mengenali ekspresi apa itu sebenarnya. Rambut bermodel belah tengah berwarna hitam terlihat sangat klimis. Ia pasti salah satu pria yang memperhatikan penampilan. “Apakah masih lama” pria itu berucap sambil berjalan dan mengancingkan jasnya yang mulai ketat sebab massa otot perutnya yang sangat padat. Jas hitam yang ia kenakan juga terlihat sangat rapi membuat siapapun yang melihatnya pasti mengira kalau dia adalah orang yang penting. Tak lama kemudian petugas sekolah langsung mengantarkan ke ruangan yang dimaksud dan sampai di sana. Ia mengetuk pintu mencoba memanggil siapapun yang ada di dalam. Namun Sang Pria itu sudah tidak sabar menunggu seseorang membukanya dari dalam dan ia langsung saja membukanya mendorong pintu itu dari luar. Di hadapannya ada puluhan anak kecil yang duduk di meja. Mereka semua memandang pria itu yang berpakaian rapi dan necis. Pak Alfred yang juga duduk di sudut ruangan ikut menoleh. “Ya ada yang bisa kami bantu pak?” Pak Alfred bertanya pada orang itu “Perkenalkan, namaku adalah Neville Bouzman selaku pelayan pribadi kerajaan, aku kemari bertujuan untuk memanggil Tuanku Yang Mulia Pangeran Gavin karena ada urusan mendadak kerajaan. Terima kasih”. Sontak seluruh murid termasuk Pak Alfred kaget dengan yang diucapkan orang itu. Mereka tidak mengira bahwa di kelas mereka ada sosok penting seperti pangeran kerajaan “Ehh ... Iya tapi ... “ Pak Alfred yang kebingungan mencoba mencari tahu apa yang terjadi namun tidak bisa karena orang itu langsung saja bergegas menghampiri Gavin dan menggandengnya. Dia menarik tangan Gavin membawanya keluar ruangan dengan muka datar dan tak berperasaan. Gavin yang juga ikut kebingungan mencoba melepaskan tangan Neville “Neville lepaskan, kau membuatku malu dihadapan mereka semua!” ucap Gavin menyuruh pelayannya itu. Neville langsung saja melepaskan tangan Gavin, ia tidak mau mempermalukan tuan mudanya, namun masih dengan ekspresi datar yang sama Neville dan Gavin akhirnya pergi melewati pintu kelas tanpa menjelaskan apapun kepada mereka yang ada disana. Langkah Neville yang cepat berusaha diimbangi oleh kaki mungil milik Gavin. Ia masih penasaran apa yang terjadi sehingga membuatnya dipanggil secara paksa dan tanpa penjelasan tadi. Gavin menebak pasti ini ada hubungannya dengan pasukan yang kembali itu. “Kau merusak semuanya Neville. Apa kau lupa tujuan awalku untuk bersekolah disini?. Aku sudah akrab dan mempunyai teman. Namun kau menggagalkan rencana itu dengan tindakan bodohmu itu. Apakah kau sadar?” umpat Gavin yang berada di belakangnya. Ia berbicara dengan sangat keras membuat seluruh lorong gedung bergema karena nyaringnya “Maafkan aku Tuanku, aku tidak bermaksud menggagalkan rencana anda. Namun mohon maaf Tuanku, situasi jauh lebih penting daripada sekolah anda saat ini.” Kata Neville mencoba menjelaskan. Namun itu tidak membuat Gavin puas sama sekali ia justru marah dan kembali menanyakan kelakuannya “Lebih penting? Aku tidak mendengar situasi apapun darimu. Yang aku lihat kau hanya mendobrak pintu kelasku dan menarikku secara paksa. Tidak ada hal penting yang kau gambarkan dengan kelakuanmu itu semua” Gavin mencoba menanyakan lagi maksud dan tujuan dari Neville “Aku tidak bisa berkata sekarang Tuan, Anda akan segera mengetahuinya” mendengar ucapan Neville itu Gavin langsung marah. Sedari tadi jawabannya hanya melantur dan tak memberi jawaban atas pertanyaannya dengan jelas. “Neville. Jika kau tidak menjelaskan apapun padaku sekarang. Aku akan bersumpah akan membalik badanku kembali ke kelas dan menyuruh para penjaga untuk mengusirmu dari sini” Gavin menggertak. Walaupun ia tahu para penjaga disini tidak sepadan dengan kemampuan Neville namun setidaknya dengan berkata seperti itu ia membuat Neville tahu bahwa ia sedang bersungguh-sungguh saat ini. Gavin sebenarnya sangat ingin mengetahui apa yang terjadi, namun ia tidak tahan melihat kelakuan Neville yang mencoba menutup-nutupi Mendengar itu, Neville akhirnya membalikkan badannya. Wajahnya yang datar tak berekspresi mendadak berkaca-kaca. Matanya mulai mengeluarkan air namun tertahan oleh usapan sarung tangan. Sedari tadi ternyata Neville menjaga emosi, membuatnya terlihat tegar di mata Sang Pangeran agar ia merasa nyaman. Namun kesedihan itu sudah tak terhindarkan lagi. Neville memegang wajah Gavin yang kecil. Menatapnya dalam-dalam dengan suara isak tangis yang masih terdengar. Gavin semakin curiga dengan kelakuan Neville saat ini. Ia belum memikirkan skenario terburuk. Tatapan Gavin kosong. Ia benar benar tidak memikirkan apa-apa saat ini. “Tuanku, Yang Mulia Raja telah meninggal”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD