Bonus Story : Piknik Sekolah

1095 Words
Di sekolah Bobshaw, ada acara yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan tingkat keakraban antara para siswa. Kegiatan itu adalah melakukan piknik bersama dengan murid dan para guru. Piknik dilakukan di sebuah taman tepat di belakang sekolah Bobshaw. Sebenarnya di hari biasa, taman itu digunakan oleh para murid untuk melakukan kegiatan berolahraga seperti berlari, melempar lembing, lompat indah, dan kegiatan atletis lainnya. Semua murid diharuskan membawa bekal makanan yang mereka buat sendiri tanpa bantuan orang lain, termasuk Gavin. Semua murid tidak mengetahui penyamaran Gavin yang menjadi murid diantara mereka. Namun dengan digelarnya acara ini, ia takut penyamarannya terbongkar, karena seumur hidupnya ia tidak pernah memasak sendiri. Pagi hari pun tiba. Dengan perasaan gugup, Gavin datang saat para murid masih sepi, seperti biasa, menghindari kerumunan siswa lain yang kemungkinan besar akan mengenali dirinya. Dengan menggunakan wig berwarna hitamnya, Gavin membeberkan karpet berwarna merah garis-garis sebagai alasnya. Piknik ini adalah piknik yang berkelompok, setiap kelompok harus menggunakan satu karpet. Karena Gavin tidak mengenal murid-murid lain selain Marioth dan Gilbart, dia pun harus berkelompok dengan mereka Gavin membuka ranselnya, ia mencium bau wangi bekal makanan yang ada di dalam ranselmya itu. Bau makanannya membuat Gavin tidak percaya diri, ia memasak daging rusa asap biasa hari ini. Dia membuka bekal itu, hasilnya cukup lumayan, dia tidak memasaknya sendiri, dibantu dengan Neville dan pelayan dapur yang mendampinginya. Jika ia memasak sendiri, mungkin hasilnya akan lebih cocok sebagai makanan hewan ternak ketimbang manusia. Gavin mencoba menengok masakan murid-murid lain. baunya cukup beragam, ada yang beraroma manis madu dan keju yang mengirinya, Bau gurih jagung parmesan dengan taburan biji-biji wijen. Namun yang paling menarik perhatiannya adalah bau panggangan roti dengan penebalan kopi s**u di atasnya. Walaupun sering merasa mual di lambungnya, Gavin tidak bisa menghiraukan aroma kopi itu begitu saja, apalagi di pagi hari yang cerah dengan rerumputan hijau mengitari mereka. Tak lama kemudian Marioth datang, dengan membawa bekal makanan berupa manisan-manisan berwarna-warni. Ia membawanya dengan menggunakan kedua tangannya di depan, dengan kantung yang menumpuk ke atas menjulang tinggi sampai mengungguli kepala ya sendiri. Sedangkan di atasnya ada permen dan coklat-coklat bertumpukan, sangat tinggi sampai-sampai manisan-manisa itu jatuh ke tanah seraya membuat jejak dalam perjalanannya. “Apa yang kau lakukan Marioth? Bukankah berlebihan membawa manisan sebanyak itu? Apakah manisan termasuk sebagai makanan?” tanya Gavin sambil beranjak berdiri mencoba membanfu Maruoth duduk di alas tempatnya berada. “Tidak ada batasan atau larangan dalam membawa jenis makanan bukan? Jika disuruh memilih, tentu saja aku akan selalu memilih manisan” Marioth tersenyum dengan gigi yang penuh dengan permen dan warna-warni gulali. Namun ada sesuatu yang mengganggu Marioth, ia menoleh ke belakang. Ternyata ia mendengar langkah kaki grusa-grusu dari murid-murid lain yang berjumlah 3 orang bocah,l berusaha mengambil permen Marioth yang terjatuh ke tanah. Dengan meluncungkan mulut dan berdiri menempatkan kedua tangannya ke kedua pinggangnya “APA YANG KALIAN LAKUKAN! SUDAH KUBILANG PERGI! JANGAN MENCURI PERMENKU!” teriak Marioth membuat anak-anak itu menoleh. Dengan mulut berantakan penuh makanan. Anak-anak itu kemudian berlari terbirit-b***t sambil mencoba membawa makanan sebanyak mungkin. Saking tergesa-gesanya, salah satu anak dengan badan paling besar dan gemuk diantara mereka terjatuh menumpahkan seluruh makanan itu ke tanah. Tanpa berpikir panjang, bocah itu berdiri sambil menarik celananya ke atas memperlihatkan sebagian celengan rindu dan berlari menyusul teman-temannya yang berada di depan. “Huh dasar, mereka sudah mengikuti sejak aku kemari. Tidak ada kapok-kapoknya.” Gavin hanya melirik Marioth ke arah makanan yang ia bawa. Tentu saja tidak mungkin tidak ada bocil yang tidak tergoda dengan ransel itu. Gavin sebenarnya hendak meminta salah satu manisan Marioth, tapi setelah melihat yang mereka buat kepada bocah-bocah itu, ia mengurungkan niatnya. Tidak lama kemudian, Gilbart datang, dengan membawa makanan yang dibungkus sekotak peti, ia memanggulnya. Seakan-akan itu adalah harta karun penting. Gavin menyapa Gilbart dan menyuruhnya duduk di atas karpet mereka. Namun ada yang aneh, saat Gilbart datang, ia mencium bau busuk mayat yang terlantar. Gavin menduga tidak mungkin ada mayat yang lolos dari pengawasan penjaga Bobshaw, tempat ini pasti lulus steril. “Gilbart, apa yang kau bawa itu?” Tanya Gavin yang melihat Gilbart hendak membuka petinya itu. “Maafkan aku Gavin, tapi kau tidak boleh mencicipi mahakaryaku ini. Ini adalah makanan ciptaanku sendiri, dengan mencampur kacang almond dan tulang rusa, aku menamainya Yuck soup!” Gilbart membuka peti itu, dab ia mencium aroma busuk yang ia rasakan tadi berasal dari peti Gilbart. Saking busuknya, Gavin enggan melihat apa yang ada di dalam peti itu, aromanya seakan-akan menusuk dan membuat hidung Gavin berdarah semakin ia mendekatinya “Kukatakan sekali lagi Gavin, kau tidak boleh mencicipinya. Karena dengan satu gigitan saja, kau akan merasakan bagaimana rasanya berada di surga.” Jika surga memang beraroma seperti makanan Gilbart, ia lebih baik melakukan dosa di bumi dan menceburkan dirinya sendiri ke neraka lebih yang paling dalam. Gavin menoleh je arah Marioth, heran karena dia tidak bereaksi apapun. Dan ternyata Marioth sudah membuat kastil tembok yang terbuat dari manisan ditumpuk sangat tinggi melingkari badannya, hanya tersisa satu rongga kecil untuknya melihat ke keadaan luar. Tampaknya kastil itu cukup kuat menghadang makanan milik Gilbart yang sungguh aneh. “Lalu apa yang kau bawa Gavin?” tanya Gilbart mencoba menengok sebuah kotak bekal milik Gavin. Ia pun membukanya, melihat sebuah daging dengan ukiran senyum yang terbuat dari saus tomat di atasnya. “Haha, apakah hanya ini kualitas seorang pangeran? Sungguh memalukan.” Ucap Gilbart berusaha mencemooh Gavin, namun ia tidak merasa marah ataupun terhina. Justru, ia merasa bersyukur bisa lahir di dunia dengan normal secara jasmani dan rohani, berbeda dengan kedua temannya itu yang mulai mengalami kelainan. “Baiklah anak-anak. Waktunya makan bersama. Kalian harus menghabiskan makanan kalian, tidak boleh ada yang tersisa. Dan siapapun yang meninggalkan bekas makanan di bekal mereka, akan mendapatkan hukuman!” seru Pak Alfred yang berada di depan. Gavin dengan muka yang santai mulai melahap makanannya. Karena memang makanannya sungguh nikmat. Gavin melirik kedua temannya itu, melihat ada yang aneh dengan mereka. Berbeda dengan murid-murid yang lain, mereka seakan enggan memakan makanan mereka sendiri. Gavin mencoba bertanya, namun sebelum itu. Gilbart menyahuti Gavin duluan “ Gavin, apakah kau mau memakan makananku?” ucap Gilbart dengan perasaan jijik dan ingin muntah. Sementara Marioth juga ikut menyahuti “Gavin, tolong bantu aku” dengan mulut yang berlepotan penuh makanan, kastil manisannya terlihat berdiri masih kokoh, bahkan belum seperempat Dari makanan itu bisa ia habiskan. Marioth riba-riba terjatuh, pingsan. Gavin panik tak tahu harus berbuat apa. Sementara Gilbart, belum mencicipi masakannya sama sekali, juga ikut pingsan terjatuh. Hingga akhirnya Gavin, Marioth, dan Gilbart menjadi murid dengan hukuman paling berat pada hari itu. Sampai sekarang, mereka bertiga berusaha melupakan hari terkutuk itu. Selamanya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD