8. Kantin Bobshaw

1737 Words
“Heh, sebelum itu aku perlu menyembunyikan identitasku. Akan jadi kacau nanti bila semuanya mengenaliku” Gavin berkata sambil membuka sebuah ransel yang ia bawa. Gavin mencari-cari barang sampai ia menemukan barang yang ia inginkan. Wig panjang berwarna hitam “Apa kau yakin ingin mengenakan ini?” ujar Gilbart. Dia tidak yakin penyamaran seperti itu akan berhasil “Tidak ada pilihan lain. Lebih baik seperti ini ketimbang tidak sama sekali. Dan terbukti, sampai sekarang belum ada yang mengenaliku. Sekarang tolong bantu aku memakainya.” Gavin memberikan wig itu kepada Gilbart mencoba membuatnya membantu memakaikannya. Wig itu tidak hanya terlihat konyol tetapi juga beberapa rambut pendek berwarna coklat asli milik Gavin masih muncul keluar dari dalam. Hal ini sangat aneh karena mengingat wig itu terlihat lebih kecil ketimbang rambut kepala Gavin. Melihat penampilan Gavin yang konyol, Gilbart dan Marioth sontak langsung tak bisa menahan tawa. “Gavin, kau terlihat seperti anjing pudel ku. Haha” Marioth berkata sambil melanjutkan tawanya “Berisik, sekarang ayo pergi” kata Gavin dengan nada kesal. Mereka bertiga pun melanjutkan pergi dari ruang kelas menuju kantin *** “Gavin, kenapa kau masih sekolah di sini. Aku pikir menjadi raja pekerjaan yang berat, Tapi saat aku melihatmu itu sepertinya tidak terlalu” Tanya Marioth dengan rasa penasaran sambil berjalan di lorong “Dari awal bahkan sebelum aku menjadi raja aku memang bertujuan untuk bersekolah disini. Aku ingin mendapatkan pendidikan dan pengalaman seperti orang normal kebanyakan. Tetapi setelah ayahku meninggal ... Ini semua berubah” Gavin berkata kembali dengan nada yang muram. Gilbart dan Marioth menyadari hal itu namun mereka memilih untuk menunggu Gavin melanjutkan perkataannya “Aku sekarang harus bersama kelas dan pelatihan khusus tentang hal-hal yang perlu aku ketahui dan pelajari untuk menjadi raja. Yang aku bingung adalah kenapa kalian berdua ikut menjadi sekelas denganku? Aku merasa kelas itu tidak se eksklusif yang aku kira lagi” Gavin menjawab sambil menengok kepada dua bocah itu. Marioth dan Gilbart hanya membalas dengan meringis di wajah mereka “Untuk menjadi Raja itu mudah, aku belum yakin betul soal itu. Aku hanya beberapa hari ini menjadi Raja. Aku belum mendapat masalah yang besar, lagi pula sebagian besar tugasku masih dipandu oleh Neville. Neville akhir-akhir ini sangat sering membantuku. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan bila tidak ada dirinya...” Gavin berpaling dengan wajah merenung. “Yah aku sendiri awalnya juga bingung kenapa bisa sekelas lagi dengan Yang Mulia. Kakekku juga mengirimku tiba-tiba ke kelas ini. Dia mengirim salah satu utusannya ke Bobshaw untuk memindahkanku kesini. Kesehatan Kakekku sendiri cukup buruk akhir-akhir ini. Aku mengira permintaan apapun yang ia minta akan sangat berarti di kondisi seperti ini” ucap Gilbart tentang alasannya. Gavin juga pernah mendengar desas-desus di sekitar istana kalau kakek Gilbart, Lord Carle sedang dalam kondisi yang buruk saat ini. Para tabib di ibukota tidak tahu apakah mereka bisa menyembuhkan Lord Carle atau tidak karena usia beliau memang sudah cukup tua untuk bisa sembuh “Apakah jangan-jangan kakekmu sedang mempersiapkanmu menjadi penerusnya?” tanya Marioth penasaran kepada Gilbart “Aku rasa tidak mungkin. Aku masih memiliki 2 kakak yaitu Kak Oliver dan Ruby. Dua orang itu lebih hebat dariku. Dan juga ayahku daat ini menjadi pengganti Kakekku dalam urusan kebangsawanan, meskipun dia memang tidak terlalu suka berkecimpung dalam dunia seperti itu. Akan jadi sangat tidak masuk akal bila aku menjadi penerus menggantikan mereka” jawab Gilbart “Tentu saja mereka jauh di atasmu, secara umur mereka lebih tua darimu. Aku yakin entah bagaimana kakekmu lebih mempercayaimu ketimbang mereka. Kau hanya cukup percaya diri saja” kata Marioth “Entahlah. Aku sendiri tidak merasa begitu. Memang sedari kecil kakek orang yang paling sering memanjakanku dibanding yang lain, dia menganggapku bak anak yang tak pernah ia punya. Lalu bagaimana denganmu Marioth? Aku tidak ingat kalau aku apalagi Gavin membicarakan tentang masuk ke kelas monarki sebelumnya” “Kelas Monarki? Kelas macam apa itu?” Heran Marioth. Gavin dan Gilbart juga ikut heran karena mereka merasa bahwa mereka memang berada di kelas monarki “Apa maksudmu? Pak Alfred jelas-jelas membicarakan materi tentang monarki dan kerajaan semenjak tadi hingga kepalaku pening” Gilbart meyakinkan Marioth “Ya, tapi kelas Monarki yang kau maksud itu bukan kelas yang tadi kita jalani. Kelas Monarki yang asli adalah kelas untuk melatih calon raja apabila Kerajaan tidak memiliki penerus dan harus memilih kandidat yang tepat sebagai raja. Sedangkan Gavin disini adalah kandidat tunggal. Ini hanyalah kelas privat biasa” jelas Marioth. “Jika ini kelas privat, mengapa kita tidak belajar sendiri-sendiri malah bergabung menjadi satu kelas?” Tanya Gavin yang makin bingung “Hei! Aku bukan pengurus sekolah! Sebaiknya kau tanyakan saja kepada pihak sekolah” Marioth bingung dengan pertanyaan Gavin “Coba kau tanya bapak itu. Mungkin dia mengetahuinya” Marioth menunjuk seorang lelaki paruh baya membersihkan lantai di koridor dengan sapu rotan di tangannya. Tentu saja Marioth bercanda soal itu. Siapa yang mengira petugas kebersihan mengetahui hal semacam itu “Yang jelas dan yang aku tahu. Setelah aku mendapat hukuman gara-gara kalian berdua, ayahku menyuruhku mengambil les privat yang diajar oleh Pak Alfred. Dugaanku mungkin saja Pak Alfred terlalu malas untuk mengajar kita sendiri-sendiri sehingga ia mungkin menggabungkan kelas kita dan belajar bersama. Itu hal yang paling masuk akal menurutku” Jelas Marioth. Dugaan Marioth sepertinya diterima oleh Gavin dan Gilbart. Walaupun mereka mengakui kalau sosok Pak Alfred sebenarnya adalah orang yang jenius, namun mereka juga tahu bahwa dia adalah sosok yang eksentrik. Mungkin saja dia tidak ingin mengorbankan waktu luangnya untuk mengajar begundal-begundal kecil seperti mereka “Yah aku rasa tidak masalah. Akan sangat bosan bagiku bila berada di kelas sendirian bersama pak botak tengah itu. Ya kan Gavin, Marioth?” Gilbart berucap sambil tertawa-tawa mengejek penampilan Pak Alfred yang memang sudah menua. “Aku curiga kalau usahanya bereksperimen di kastil saat itu sebenarnya adalah eksperimen penumbuh rambut. Namun ia malu untuk mengakuinya dan berdalih. Dan juga ledakan itu malah memperparah botak di kepalanya. Seharusnya ia mencoba ramuan jilatan kadal yang ada di pasar kota haha” lanjut Gilbart kembali mengejek Pak Alfred. Gavin dan Marioth ikut tertawa terpingkal-pingkal karena itu hingga berhenti berjalan dan menaruh tangannya ke dinding koridor. “Berbicara dengan kalian membuatku lapar. Ayo kita segera ke kantin. Aku belum pernah ke kantin sekolah sebelumnya, Biasanya aku hanya memakan bekal yang disiapkan oleh Neville dengan suguhan daging iris berbentuk babi tersenyum. Sesungguhnya aku sangat malu memakan itu di dekat anak-anak makanya aku selalu memakannya sendirian di taman” Ucap Gavin. “Di taman? Kenapa tidak sekalian makan di kebun saja bersama babi yang tersenyum itu?” ucap Marioth yang membuat Gilbart kembali tertawa lagi. Mendengar itu Gavin meluapkan ekspresi kesal di wajahnya “Tidak lucu, Kalian benar-benar menyebalkan. Ayo sekarang kita pergi” “Baik yang mulia" *** “Akhirnya sampai juga.” Gavin, Marioth dan Gilbart tiba di kantin sekolah. Kantin sekolah dalam kondisi ramai-ramainya saat ini karena jam pelajaran baru saja selesai. Saking ramainya suara-suara piring dan ocehan para murid bergabung menjadi satu terdengar seperti gemuruh badai. Ini pertama kalinya bagi Gavin melihat kondisi kantin sangat ramai seperti ini. Di depan Gavin banyak anak berlalu-lalang membawa makanan mereka untuk kemudian dimakan di meja. Meja yang tersedia sendiri cukup banyak, Walaupun tidak mungkin muat untuk dipakai seluruh murid karena sebagian ada yang makan sambil berdiri di pinggir tembok sambil berbincang-bincang dengan teman mereka “Ayo kita ke etalase itu” ajak Marioth. Seluruh makanan yang tersedia di sekolah itu gratis. Makanan itu tersaji di banyak kedai etalase makanan. Di kedai itu sendiri ada seorang koki yang sedang memasak makanan mengimbangi dengan arus permintaan orang-orang yang ingin memakan makanan mereka. Para murid maupun guru yang ingin memakan makanan kantin hanya tinggal mengambil piring dan makanan apapun yang mereka inginkan tersaji di atas mereka. Mereka bisa saja mengambil makanan sepiring penuh, namun tentu saja harus berebutan dan bergantian dengan siswa lain “Ada apa dengan etalase itu? Kenapa sangat ramai” Gavin menunjuk salah satu etalase yang kondisinya paling kacau. Di depan ada banyak sekali murid yang berebut berhimpitan ingin mengambil makanan yang mereka mau. Kumpulan anak itu lebih terlihat seperti gumpalan daging berdiri ketimbang manusia. Begitu kacaunya etalase itu sampai-sampai ada yang berteriak histeris demi mendapatkan makanan itu “itu adalah Chicken Baguette, salah satu menu andalan di kantin ini. Makanan itu terdiri dari roti yang didalamnya ada suwiran ayam Corke ditaburi saus karamel dan keju Holle. Makanan itu memang terkenal sangat enak. Namun kita tidak akan memakannya hari ini. Itu tidak sebanding dengan resiko terinjaknya. Ada opsi lain seperti itu, Beef Bull” Gilbart menunjuk salah satu gubuk yang antriannya tidak terlalu panjang. Jika dibandingkan kedai lain, kedai ini nampak sangat bersih ketimbang kedai lainnya. Entah memang sang koki yang memasak memang pecinta kebersihan atau apa tetapi dalam etalase itu terlihat sangat cantik dengan sortiran makanan yang rapi Walaupun namanya memang beef bull namun itu bukanlah nama satu makanan. Makanan itu memiliki banyak cabang tipe lain seperti w**d Beef Bull, Berry Beef Bull, dan Curry Beef Bull. Makanan-makanan itu ditata dengan sangat cantik sesuai warna dan jenis makanannya. Hal ini tentu saja membuat kesan tersendiri bagi orang yang melihatnya. Apalagi orang yang belum pernah mencicipinya dan hanya melihatnya dari jauh Gilbart dan Marioth pun mengantri dan mengambil makanan itu sementara Gavin mencari tempat duduk bagi mereka untuk makan. Gavin melihat-lihat banyak sekali murid yang duduk berkelompok sambil makan. Mereka semua nampak sangat riang, walaupun dalam beberapa sudut ruangan banyak anak murid juga yang duduk sendirian dan termenung menikmati makanannya. Gavin sekali lagi mencoba mengamati sekitar ruangan itu, banyak sekali lukisan-lukisan yang menggambarkan makanan dan koki dengan sangat indah dan menggugah selera. Bobshaw memang terkenal dengan cita rasa seninya yang sangat tinggi. Jika dipikir-pikir, Gavin mengingat jika seluruh isi sekolah pasti diisi oleh karya seni entah itu patung, lukisan, maupun ukir-ukiran. Banyak seniman dan orang-orang hebat tertempa di Bobshaw. Gavin menarik erat-erat rambut palsunya kebawah mencegahnya untuk terjatuh. Ia memikirkan apakah ia bisa menjadi orang-orang hebat seperti mereka “Makanan sudah sampai” Gilbart dan Carle datang membawa 3 buah porsi dan tipe Beef Bull. Harum dari Beef Bull yang baru matang memanglah sangat enak dan membuat bulu hidung bergetar. Gavin yang sedari tadi duduk menunggu tak sabar menyantap makanan itu dan langsung saja menarik piring yang dibawa Marioth, mengangkat pisau dan sendok yang ia pegang dengan kedua tangan, dan memakannya dengan sangat lahap “Wah ini enak sekali. Aku akan menyuruh Neville untuk memasaknya besok” ucap Gavin dengan makanan yang masih penuh di mulutnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD