Chapter 48 : Gua Rahasia

1872 Words
Dengan sangat keras, bogeman tangan Baroth menonjok Ghoul terakhir yang dia temui di lorong. Membuat Ghoul itu terdorong cukup jauh hingga menyentuh dinding Gua. “Kenapa mereka tidak ada habis-habisnya?” gumam Baroth dalam hati. Sudah beberapa jam sejak dia dibebaskan oleh sosok misterius yang ia temui di sel penjara tempatnya dikurung. Sudah selama itu pula Baroth melawan para Ghoul tak henti-hentinya menggunakan tangan kosong. Entah sudah berapa lorong yang ia lewati namun para Ghoul itu terus saja datang menghampiri dirinya. Namun bukannya lelah, Baroth malah merasa semakin bersemangat, ia benar-benar membutuhkan samsak kali ini. Bisa dibilang orang misterius yang membawanya ke lorong bawah tanah ini membuatnya melakukan latihan fisik.  Dari belakang, terdengar suara Ghoul meraung dengan sangat keras. Tanpa menoleh, Baroth langsung saja menendang kepala Ghoul itu dari depan menggunakan kaki kanannya. Dia berkata, “Sudah beberapa kali kalian mencoba menyerangku, apa kalian tak mempunyai akal sehingga kabur saat melihatku” perkataan Baroth tentu saja sia-sia, meskipun wujud mereka masih menyerupai manusia, namun mereka bukan manusia saat ini, melainkan monster Baroth membalik badannya, ia melihat tumpukan badan Ghoul terbarung menumpuk di belakangnya. Sementara banyak porsi rubuh mereka yang mulai hilang dan terlepas. Baroth pun melihat kedua tangannya, penuh dengan darah dan ruam. Mungkin Baroth tak dapat merasakannya, namun tubuhnya berkata lain. Ia mulai kelelahan. Sudah semenjak pertama kali Baroth melawan mereka semua, namun tidak satu kalipun Baroth terkena serangan para Ghoul secara langsung. Dia selalu bisa menghindarinya.  Tidak ada perasaan bersalah ataupun sedih saat melihat tumpukan Ghoul itu. Karena yang Baroth tahu, mereka adalah monster yang perlu dibasmi. Baroth kembali menghadap ke depan. Ada dua buah persimpangan di depannya. Di sisi kanan terlihat terang dengan obor yang menyinarinya, sementara di sisi kiri terlihat sangat gelap. Karena mengambil jalan yang paling mudah diakses. Baroth melangkah ke arah kanan sambil mengambil obor membantunya mencari jalan.  Hingga akhirnya, sudah cukup lama Baroth berjalan. Tidak ada Ghoul yang muncul sekalipun. Firasatnya berkata buruk. Entah memang dia sudah menghabisi semua Ghoul yang tersisa atau memang ada sesuatu di lorong tempatnya berjalan membuat para Ghoul enggan mendekati lorong ini. Apapun kemungkinannya Baroth sudah siap menghadapainya, lagipula jika memang ada monster mengerikan muncul, dia akan dengan suka hati melawannya. Hingga akhirnya dia berada di sebuah ruang yang cukup besar, dari atas ada lubang yang cukup untuk dilalui manusia sebagai penerangan langsung dari matahari. Di pinggir-pinggir dinding gua ada semacam batuan yang disusun teratur. Baroth mendapatkan firasat kalau ini semacam ruangan rahasia. Saat Baroth mencoba mendekati ruangan itu, tentu saja ia menemukan banyak kertas berserakan diatas meja terurai terbuka tertiup angin. Baroth mencoba membaca salah satu perkamen atau kertas itu, namun ia tidak bisa mengerti apa maksudnya. Tapi yang menarik perhatiannya adalah ada gambar sebuah gemstone cukup besar bila dibandingkan dengan gambar lain. Ia merasa mungkin gambar ini berhubungan dengan apa yang dikatakan oleh Lord Vaporio. Baroth tak tertarik membaca kertas-kertas berisi tulisan rumit itu. Dia langsung saja pergi meninggalkannya berserakan.  Saat berjalan-jalan mencari jalan keluar. Di dinding ada sebuah baru yang tersusun aneh dan tidak simetris daripada susunan batu yang lain. Itu tampak menonjol. Saat Baroth mencoba menyentuhnya, tiba-riba batu itu masuk kedalam, mirip seperti sebuah tombol. Lalu dari arah kanannya, ia mendengar sebuah suara batuan bergesekan dengan batuan lain sangat keras. Saat ia menoleh, Baroth melihat batu itu ternyata membuka sebuah ruangan lain. Cukup sempit dan gelap saat dilihat dari luar. Baroth pun memutuskan untuk memasukinya. Baroth menyentrong tempat itu dengan obor yang masih dibawa di tangan kanannya. Ia melihat banyak sekali s*****a-s*****a yang dikumpulkan di satu tempat. Ia merasa ini mungkin adalah ruangan untuk menyimpan persenjataan, seperti gudang. Namun Baroth heran kenapa gudang ini harus disembunyikan? Bukankah seharusnya fungsi gudang s*****a adalah agar penggunanya bisa dengan mudah mengaksesnya. Tapi entahlah Baroth tidak mau berpikir panjang. Dia sudah kelelahan menghabisi para Ghoul tadi. Hingga ia melihat s*****a yang digantung diatas. Sebuah pedang dengan sarungnya yang khas bersinar dengan terang saat terkena cahaya obor. Baroth mengenal s*****a itu, pedang Ircathel. Sudah sangat lama dia mencarinya dari lorong ini. Dan dia akhirnya menemukannya “Halo nak, akhirnya kita bertemu juga”. Baroth menarik pedang itu, menaruhnya ke pinggangnya, terlihat sangat pas dan gagah. Ia mencoba menarik Ircathel dari sarungnya. Walaupun hanya sebentar, namun Baroth entah kenapa merasa sudah sangat lama tidak memegang pedangnya itu. Ia melihat si banyak sisi yang membekas guratan darah  Baroth menaruh jsri telunjuknya ke sisi tsjam pedangnya dan mengusapnya dengan sangat keras, seperti tidak takut akan terjadi apa-apa. Sekarang pedang itu sudah sama seperti yang ia kenal. Baroth pun keluar dari ruangan itu. Tapi dari lorong yang ia masuki tadi, terdengar suara langkah yang sangat gahar dan cepat menuju tempatnya berada. Suaranya terdengar sangat mengancam dan tergesa-gesa. Hingga akhirnya muncul sosok itu dari balik lorong.  Sebuah gumpalan Ghoul yang bergabung menjadi satu. Terlihat sangat menakutkan. Kalau diibaratkan bentuknya sama seperti siput tanpa cangkang. Namun lebih menakutkan. Bukannya takut, Baroth malah tersenyum kegirangan. “Akhirnya, aku bisa mencobamu secara langsung Ir” ucap Baroth dengan meringis. Makhluk itu tanpa basa-basi meloncat mencoba menerjang Baroth yang berada sedikit di atasnya meskipun tingginya saja sudah hampir mencapai enam manusia ditumpuk. Baroth tak mundur, ia langsung saj ikut meloncat menghadapinya secara langsung. Ia menyayatkan tubuh monster itu terbelah menjadi dua. Dengan akhir yang indah, Baroth berdiri diatas tanah samb menyarungkan pedangnya kembali.  Namun suara-suara monster itu tidak terlihat berhenti, mereka masih berdenyut dan meraung dengan sangat keras. Baroth menoleh, ia melihat monster itu mencoba beregenerasi. Tanpa basa basi, Baroth kembali melompat menerjang monster itu menyayatnya puluhan kali di udara sebelum ia berhasil bersatu dan sembuh kembali.  Hingga akhirnya, tidak ada suara yang kembali terdengar. Monster itu hancur lebur menjadi sebuah debu. Baroth menyarungkan pedangnya kembali. Ia berkata, “Mungkin aku terlalu meremehkanmu nak, kau masih sama seperti dulu”. Baroth kembali berjalan menuju atap yang diatasnya itu. Terdapat tangga sebagai jalan untuk ke atas. Tangga itu tampak reot dan sudah usang, seperti jarang dipakai. Baroth pesimis bisa menaiki tangga itu tanpa membuatnya rusak secara memang berat badan Baroth yang lumayan berat.  Tidak ada cara lain. Baroth langsung saja menaiki tangga itu. Namun tidak menapakinya dengan normal. Ia meloncatinya dengan buru-buru dan sangat cepat, mencegahnya hancur sebelum ia sampai ke atas. Baroth pun berhasil naik ke atas gua. Ia menutupi mukanya yang terkena cahaya matahari silau. Seakan-akan sudah lama sekali tidak merasakan panas Sang Surya. Hingga akhirnya penglihatannya kembali bekerja dengan normal. Ia melihat sesuatu yang jauh disana. banyak asap bergerak ke udara dan api memancar dengan liar. Ia melihat sekitar penuh dengan pepohonan hijau nan rindang. Ia sangat yakin saat ini, Baroth sedang berada di Hutan Izia. Tanpa basa-basi Baroth pun bergegas berlari menuju tempat yang ia lihat dari jauh itu. Meskipun tampak sangat jauh, dengan kecepatannya ia yakin bisa sampai kesana dengan tepat waktu. Walaupun ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan bila sudah sampai disana. Namun prioritasnya kini adalah mencari Gavin, lalu saat sudah yakin Rajanya selamat, ia akan memukul Neville karena membuatnya terjebak dalam situasi gila seperti sekarang.  Dengan membawa pedang di pinggangnya, Baroth akhirnya tiba di sebuah gerbang tanpa penjagaan sama sekali. Ada dua menara kosong dan terlihat satu penjaga yang terkapar lemas. Saat Baroth mencoba menghampirinya. Ia sudah terbujur kaku tak mendenyutkan nadi sama sekali. Di area dekat gerbang sebelah kanan, ada sebuah papan. Tulisannya sama seperti tulisan yang Baroth baca saat di gua tadi. Namun ada satu kata-kata yang ia bisa pahami. Kata Izia. Baroth semakin yakin. Ia benar-benar berada di Izia sekarang.  Baroth memasuki gerbang itu. Banyak bangunan-bangunan yang tampak seperti rumah namun tidak ada satupun orang berlalu lalang di sekitar area itu  hanya ada gumpalan asap dan api berkobar sana-sini. Baroth merasa mungkin ini ada kaitannya dengan Ghoul yang ia lawan tadi.  “Hei kau, minggir!” teriak seseorang di depan Baroth yang jatuh melumah di tanah. Ia mengulurkan tangannya terbuka seolah-olah ingin memperingatkan Baroth. Namun tekat, sebuah benda keras berhasil menabrak punggung Baroth. Entah kenapa berbeda seperti Ghoul sebelumnya, dia tidak dapat merasakan aura dari seseorang yang mencoba menyerangnya barusan. Baroth pun terjatuh dengan luka merah kentara di sekujur punggungnya.  “Siapa kau, tidak seharusnya kau disini. Kau berada dalam bahaya!” teriak kembali pria dengan kumis ganda itu. Dia terlihat sangat kesulitan untuk berdiri sampai-sampai berjalan dengan mengesot tubuhnya menyentuh tanah. Ia mencoba menghampiri Baroth yang terjatuh, meskipun dirinya sendiri tidak dapat menyangga tubuhnya. “Aku tidak kemari untuk bertamasya. Aku sedang kemari untuk—“ saat Baroth mencoba menyelesaikan ucapannya. Ia menoleh ke arah seseorang yang menyerangnya tadi, ia mengenal sosok itu. Sosok yang sama mencoba menjebaknya bersama para Ghoul. “Kau!” Baroth menggeram dengan keras. “Sudah diluar ekspektasi Baroth, kau berhasil keluar lebih cepat dari dugaanku. Bagaimana kabar para Ghoul itu, apa mereka baik-baik saja?” Tanya Larion sambil menarik ular-ularnya yang tercerai berai setelah bersatu dan tak sengaja berhasil memukul Baroth. “Rata dengan tanah, namun sayang sekali, kau tidak akan bisa melihat mereka sekarang.” Baroth berdiri mengeluarkan ancang-ancang sambil memegang pedangnya.  “Tunggu, Baroth!? Apa itu benar-benar kau? Aku Gert, apa kau mengingatku?” sahut Gert seolah-olah dia mengenal Baroth dengan baik. Baroth tidak membalas, ia hanya mengernyitkan alisnya kebingungan. “Ya, seluruh penjuru Yagonia mengenalku. Maaf jika aku tidak mengenalmu” balas Baroth. “Tidak, bukan-bukan. Ini aku, Gert, pamanmu!” sahut Gert yang berhasil berdiri sambil mengamb dua bilah pisaunya. “Paman? Maaf aku benar-benar tidak mengenal siapa kau”  “Ohhh… Apakah sudah cukup reuninya” Larion mengeluarkan ular-ular sihirnya kembali. Menyerang Gert dan Baroth. Namun Baroth dengan mudah menangkisnya. Ia membelah ular itu hancur terpisah-pisah. Sementara Gert yang sebenarnya masih kesulitan untuk berdiri, terlihat kepayahan menghindari serangan ular-ular itu. Baroth yang menyadari itu langsung membantu Gert dengan membelah ular Larion yang menyerang Gert berkeping-keping. “Terima kasih Baroth” ucap Gert mengambil nafas panjang dan tersengal-sengal. “Jangan sungkan-sungkan” “Apa kau kira aku akan berhenti disitu?” Larion mengeluarkan sihirnya kembali. Namun kali ini berbeda dari pada yang sebelumnya. Ia mengeluarkan ular kecil, berjalan melata di atas tanah dengan perlahan. Terlihat sama sekali tak berbahaya. Namun tiba-tiba, Ular-ular itu membelah dirinya sendiri menjadi sangat banyak lebih kecil daripada ukuran aslinya. Bergerak lebih cepat dan liar menuju ke arah Baroth dan Geet berada di posisi yang sama. “Apakah kau hanya bisa mengeluarkan ulat pohon kecil seperti ini.” Seru Baroth. “Jika kau mencoba menyulut emosiku. Mohon maaf, itu tidak akan terjadi. Kau belum melihat apa yang bisa ular ini lakukan.” Sahut Larion dengan tenang.  Lalu tiba-tiba. Salah satu ular kecil itu mengeluarkan lingkaran sorot semburat besar di tanah yang ia pijak. Seperti meledak dengan kekuatan sihir maha dahsyat. Namun untung saja, Baroth dan Gert berhasil menghindar meloncatinya. Saat semburat itu sudah selesai meledak. Ia melihat tanah yang dipijaki ular tadi menjadi bolong. Sedangkan ular-ular yang lain masih menyebar bergerak menuju Baroth dan Gert. Apabila mereka tidak menghindari semburat cahaya kegelapan itu, mungkin dia akan ikut hangus bersama tanah yang mereka pijak. “Bagaimana apa kau sudah berubah pikiran sekarang?” Larion tertawa terkekeh-kekeh sambil membuka lengannya lebar-lebar. Entah apa maksud Larion mengeluarkan sihir itu, tapi yang jelas dengan energi sihirnya dia bisa saja mengeluarkan ular magis tadi dengan jumlah lebih banyak.  “Itu hanyalah ledakan anak kecil. Jika kau memang benar-benar ingin membunuhku. Lakukan yang lebih besar!” cecar Baroth.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD