Chapter 49 : Tungku Ajaib

1864 Words
“Tetua, apa yang kau lakukan!” seru Aalina kebingungan. Di samping Tetua Drehalna, terlihat puluhan tubuh orang izia yang duduk mengantri. Mata mereka menunduk seperti mencoba menghindari apa yang mereka lihat di hadapan mereka.  Sementara itu Tetua Drehalna terus saja memegang orang itu tanpa memperdulikan Aalina. Dari dadanya, sudah mulai menghitam dan lama-lama menyebar ke seluruh bagian tubuhnya. Di samping kanan Tetua Drehalna, ada sebuah tungku dengan api menyala tajam. Mengebulkan asapnya  suara air mendidih terdengar sangat mengganggu. Namun tidak ada aroma mencurigakan yang tercium dari tungku itu. Benar-benar terasa seperti aroma air masak pada umumnya. “Cepat lepaskan orang itu sekarang juga Tetua! Aku memperingatkanmu!” Aalina menarik anak panahnya dalam-dalam mengarah tepat ke badan Tetua Drehalna. Menyadari perkataan Aalina yang mulai serius, ia pun menaruh kembali tubuh yang ia cekik di bagian lehernya itu terlempar ke tanah. Gavin melihat bekas cekikan tangan Tetua Drehalna masih ada disana. Melingkar dengan jari jemari berwarna merah. Sementara kulitnya yang menghitam mulai memudar dan kembali menjadi normal.  “Sabar dulu Aalina. Aku melakukan ini semua demi kebaikan kita bersama. Demi ayahmu, Urfinn. Demi ibumu, Freda. Kau lihat orang-orang ini” Tetua Drehalna merentangkan tangannya menunjuk orang-orang Izia yang tampak seperti ia culik. “Ini hanyalah sebuah pengorbanan kecil untuk tujuan lebih besar” Dengan enteng Tetua Drehalna berucap seperti itu. Gavin melihat orang-orang Izia itu masih hidup, sesekali tangan dan kaki mereka bergerak, seperti mencoba memberontak. Namun terasa terlalu berat dan dalam membuat mereka kesulitan bergerak dengan lancar. Aalina meneteskan air matanya. Ia menarik anak panahnya hingga ke ekor-ekor matanya. Masih tak percaya apa yang dia lihat. Namun itu tidak membuat Tetua Drehalna tergugah atau semacamnya. Ia memasang wajah muka memelas seakan-akan yang dia lakukan adalah hal normal dan wajar untuk dilakukan.  Anak panah dilesatkan dengan cepat dari busur Aalina, menargetkan badan Tetua Drehalna. Namun dengan mudah. Seperti memiliki perisai tak terlihat. Panah itu terjatuh memantul ke tanah. Seperti tak terkena apa-apa. Tetua Drehalna memasang wajah kaget. Dia tak menyangka Aalina akan berani menyerangnya dengan tiba-tiba. Dia pun menghampiri Aalina dan kawanannya. Dengan jubah panjang yang ia kenakan menyatu dengan debu saat ia melewati lantai. Sementara ia membuka penutup kepalanya, mengurai rambutnya yang berwarna putih. Walaupun berumur ratusan tahun, Tetua Drehalna masih tetap terlihat berumur 60an.  “Kenapa kau tiba-tiba menyerangku Aalina. Bukankah sudah kukatakan kalau ini semua untukmu?” Tetua Drehalna berkata sambil kembali merentangkan lengannya. Seperti hendak memeluk Aalina dari kejauhan menangkapnya ke dekapannya. “Kenapa,” kata Aalina tersedak oleh ludahnya sendiri. Tangisannya menjadi semakin deras saat ia berucap. “Kenapa sekarang, kenapa saat aku membutuhkan seseorang untuk bersandar. Untuk beberapa saat, aku pikir kau adalah seseorang yang dapat menuntunku ke jalan kebenaran. Namun kenapa sekarang!” seru Aalina dengan kencang sambil memajukan kepalanya sangat marah dan kesal. Neville yang berada di samping Aalina hanya memegang pundak gadis itu agar tenang.  “Tenang Aalina. Kau masih salah paham dengan apa yang sedang kulakukan. Aku mohon kau untuk mendengarkan aku dahulu. Aku membuat mereka agar menjadi utuh kembali, seperti semula kaum Izia yang sesungguhnya. Perubahan efek drastis mereka hanyalah sebuah proses dari kemurnian yang selanjutnya. Bagaikan kupu-kupu yang menetas dalam kepompongnya. Terlihat buruk rupa dalam prosesnya. Jika kau mengetahui apa yang kumaksud. Tolong berhentilah Aalina.” Penjelasan Tetua Drehalna tidak membuat Aalina puas sama sekali. Aalina malah menari anak panahnya sekali lagi dengan sangat dalam.  “Tidak… Tolong aku” teriak seseorang wanita yang mencoba merangsak keluar dari dalam ruangan tempat Tetua Drehalna berdiri. Ia mencoba meraih sesuatu dengan tangannya namun tak bisa menggapai apa-apa. Hingga akhirnya dia terbaring tengkurap lemas. Seluruh tubuhnya berubah menjadi hitam.  Tak bisa menahannya lagi, Aalina meloncat mundur, sementara Gavin dan Neville ikut mundur mengikutinya. Mengambil ancang-ancang menarik busur panahnya dengan sangat kencang. Banyak aura energi sihir. Aalina melepaskannya dengan sangat cepat. Kedipan mata saja tidak mampu menandingi kecepatannya. Hingga akhirnya, panah itu berhasil menembus lengan Tetua Drehalna. Membuatnya jatuh, sambil memuntahkan darah dari mulutnya. “Jika memang keutuhan yang kau cari, katakan padaku. Apa perlu orang-orang tak bersalah ini menjadi korban dari egomu. Kenapa bukan kau sendiri yang melakukan mantra aneh kenapa tubuhmu sendiri.” Seru Aalina dengan mata berkaca-kaca. Sementara Tetua Drehalna, masih duduk tertunduk. Rupanya meskipun tembakan Aalina tidak mengena bagian fatal Tetua Drehalna. Ia terlihat kesakitan, daerah sekitar tusukannya terpancara guratan-guratan hijau seperti racun menyebar ke sekujur kulitnya.  “Katakan padaku, apa kau bersekongkol dengan Pollen dan Larion melakukan ini semua? Sejak kapan kau merencanakannya. Apa jangan-jangan” Aalina terdiam ia menutup mulutnya sendiri, memelototi Tetua Drehalna dengan rasa penuh amarah dan curiga. “Apa kematian ayah dan ibu adalah bagian dari rencanamu selama ini!” Tetua Drehalna berdiri, ia menarik panah bekas tusukan Aalina dengan paksa. Hingga darah mengucur deras di dalamnya. Wanita tua itu tidak terlihat melawan sedikitpun. Bahkan raut mukanya yang datar cenderung sedih dengan apa yang terjadi. Aalina tidak tahu apa itu hanya sandiwara atau dia memang merasa berempati dengan nasib Aalina. Namun Alina tidak memiliki keraguan lagi, dalang dibalik semua ini adalah Wanita itu, Tetua Drehalna.  “Aku akan mengatakan kepadamu sekali lagi Aalina. Aku tidak akan mencoba menyerangmu. Sudah menjadi tanggung jawabku sebagai Tetua, sebagai pemimpin dari kaum ini, untuk memajukan peradaban kaum kita selangkah lebih maju daripada mereka, Para Yagonia” Tetua Drehalna menunjuk Gavin dan Neville dengan tatapan tajam penuh dengki. “Kita sudah lama ditindas dan dikucilkan dari sini. Kita perlu sesuatu untuk membuat diri kita menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Pollen dan Larion, mengerti apa maksudku. Perubahan Ghoul hanyalah sementara. Kemudian, kita akan berubah menjadi makhluk sempurna selamanya. Ayah dan ibumu berada di luar kendaliku. Aku sudah mengatakan apa niatku kepada mereka, namun tidak ada satupun dari mereka yang mengindahkan perkataanku. Terpaksa aku harus melenyapkan mereka” penjelasan Tetua Drehalna membuat Aalina menjadi semakin marah. “Katakan hal itu kepada mereka yang sudah mati terlebih dahulu!” Sua panah ditarik bersamaan dari punggung Aalina. Dia menoleh ke arah Gavin, Neville, dan para prajurit untuk menyerang Tetua Drehalna secara bersamaan. Neville yang memahami kode Aalina langsung saja melaju menggunakan pedang cahaya dari tangannya dengan cepat, para prajurit menghujam meloncat Tetua Drehakna dengan tombak mereka, Gavin dari belakang mengeluarkan energi listrik dari tongkat sihirnya.  Tidak mampu menerima serangan beruntun dahsyat dari kawanan Aalina dengan mudah. Tetua Drehalna mengeluarkan sebuah gelombang energi yang merusak aliran sihir atau seseorang yang mencoba. Gelombang sihir itu berhasil menghempaskan Neville dan para prajurit yang melaju menyerangnya secara fisik. Mereka terjatuh ke tanah. Tetua Drehalna melepaskan Gelombang sihir dari dalam tubuhnya itu. Namun tak disangka-sangka, Aalina belum selesai menembak anak panahnya. Saat ia melihat celah Gelombang sihir Tetua Drehalna yang menghilang. Dengan cepat ia menembakkan dua buah anak panahnya langsung ke perut Tetuanya itu. Membuatnya cedera dan shock parah.  “Bukankah sudah kubilang aku tidak akan menyakitimu Aalina. Kau sudah ku anggap bagaikan cucuku sendiri.” Tetua Drehalna tidak tampak merintih kesakitan. Ia malah mengambil tumpukan gemstone yang ada di samping kirinya. Gemstone itu mulai bersinar, lalu dengan mudahnya, Tetua Drehalna menarik panah yang tertusuk di perutnya itu dengan enteng. Tidak ada darah yang bercucuran keluar saat proses pencabutan terjadi. Malah, daging yang bolong itu bisa beregenerasi kembali seperti semula tidak terjadi apa-apa. Aalina dan yang lain tentu saja tercengang menyaksikan apa yang ada di hadapan mereka. Kemampuan regenerasi sangat cepat, mirip seperti yang Pollen lakukan saat pertempuran terakhir mereka. Namun,  yang dilakukan Pollen membuat tubuhnya berubah menjadi sesuatu yang kain. Sementara Tetua Drehalna, sama seperti fisik biasanya.  “Maafkan aku Yang Mulia” kata Tetua Drehalna dengan sangat sopan menunduk ke Gavin. “Pasokan Gemstone yang kami kirimkan sedikit berbeda daripada biasanya. Aku telah berhasil mengubah kandungan gemstone ini menjadi lebih fleksibel. Sesuai dengan yang aku inginkan. Namun, modifikasi ini tentu saja memerlukan pengorbanan, kandungan mentahnya akan berkurang daripada biasanya” Gavin tidak mengharapkan respon itu sebelumnya. Dia tidak tahu harus membalas perkataan Tetua Drehalna dengan apa. Sementara Neville, merasa terheran-heran karena ia berhasil memodifikasi gemstone. Material paling labil dan sangat mudah untuk rusak di dunia ini. Jika saja ia berhasil memodifikasi Gemstone, mungkin, Tetua Drehalna mengetahui apa rahasia sebenarnya dari gemstone itu.  Berdiri terdiam, Aalina malah menghampiri Tetua Drehalna dengan santai. Ia menarik panahnya kembali ke balik punggung. Pandangannya lurus ke depan, mengusap beberapa air mata yang membasahi kantung matanya, tsmpak menahan kesedihan. Dia pun berkata “Baiklah aku ingin mendengarkan penjelasanmu atas semua ini”  Mendengar itu membuat Tetua Drehalna mengulurkan kedua tangannya ke badan Aalina. Hendak memeluk tubuhnya dari depan. Terlihat sangat senang sambil memiringkan kepalanya. “Akhirnya kau mendengar nasehatku juga Aalina.” Ucap Tetua Drehalna dengan nada amat rendah mencoba mengayominya. Aalina jatuh ke dalam pelukan Tetua Drehalna, seolah-olah tubuhnya terbujur kaku dan siap untuk ditangkap. Sementara Aalina tidak membalas memeluk Tetua Drehalna balik. Ia hanya berdiri disana dengan tatapan. Kosong.  “Katakan padaku ketua, apa yang akan kau lakukan kepada orang-orang ini?. Berapa banyak yang masih tersisa?” tanya Aalina. Tindakan Aalina tentu saja membuat Gavin, Neville dan para prajurit disana panik. Tidak mungkin Aalina bergabung dengan Tetua Drehalna semudah itu . “Aalina, apa yang kau lakukan?” Tetiak Gavin tidak percaya “Aku tidak menggunakan mereka semua sebagai bahan pengorbanan, hanya orang-orang terpilih yang aku gunakan. Untuk jumlahnya sendiri bisa dibilang aku menggunakan sebagian dari orang kita” Tetua Drehalna menarik lengannya dan berhenti berbicara. Seolah-olah ada yang salah. ”Tidak-tidak… Sebagian mungkin terlalu banyak. Aku tidak bisa mengetahui berapa angka pastinya namun yang jelas mereka semua sudah aman” Jawab Tetua Drehalna kembali dengan lancar. “Kenapa kau menanyakan hal itu? Apakah kau meragukanku yang sudah menjaga desa ini selama ratusan tahun?” balas tanya Tetua Drehalna sedikit curiga. “Entahlah, saat aku menanyaimu tentang alasan kau melakukan semua ini kau selalu berkata ini demi kita semua menuju kemurnian, sama seperti yang selalu Pollen ucapkan. Katakan padaku Tetua Drehalna, apa rencanamu yang sesungguhnya? Tegakah dirimu mengorbankan Pollen, cucumu sendiri sebagai bagian dari rencanamu dan kakakku menjadi korban dari semua ini” perkataan itu membuat Tetua Drehalna tertegun. Ia melepas cengkraman tangannya yang memeluk Aalina dengan erat.  “Bagaimana jika kukatakan jika mereka semua bergabung bersamaku secara sadar dan benar-benar keinginan mereka sendiri. Apakah kau ingin menampik kenyataan di depan matamu.” Raut muka Aalina berubah menjadi sangat kesal. Jawaban Tetua Drehalna tadi sedikit memicu emosinya. Karena ia tahu, sebenarnya dua orang itu tidak seburuk kondisi mereka saat ini.  Namun dengan tiba-tiba. Aalina menarik busur panahnya dengan sangat cepat, Tetua Drehalna yang emlihatnya langsung saja mundur mencoba mencari celah agar bisa kabur dari target panah Aalina. Namun bukannya menembak ke arah Tetua Drehalna, Aalina malah menembak tungku yang menyala dengan api dan mengeluarkan asap yang tebal.  Tentu saja, Tungku itu tidak memiliki penjagaan atau struktur yang kuat. Dindingnya dengan mudah pecah melumerkan isi yang ada di dalamnya. Meluber kemana-mana. Namun ternyata, itu bukanlah rendaman didihan air biasa, air itu mengeluarkan cahaya berwarna merah mengkilap. Gavin yang juga melihat itu menyingkap matanya tak bisa menahan kilauannya terlalu lama. Aalina menyadari didihan itu. Itu mirip seperti warna dan cahaya Armanites. Dasarnya, Armanites memang tidak berbau, itulah mengapa saat direndam, airnya tercium biasa saja dari kejauhan. “Kau sudah keterlaluan Aalina. Ternyata aku salah memperhitungkan!” Tetua Drehalna melepas jubahnya, memperlihatkan tubuhnya yang bungkuk dan memakai jubah yang lebih kecil. Dia benar-benar tampak marah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD