02. Dongeng Cincin Raja Iblis (I)

1505 Words
Sejak mendapat ramalan akan lahirnya bayi malapetaka yang menghancurkan segalanya dari Tetua Pendeta. Margareta selalu terpikir, apa yang diucapkan tetua pendeta itu terus bergerilya di dalam otaknya, meskipun ia mencoba menyamankan dirinya dengan doa-doa dan beribadah pada sang Dewa. Namun, semuanya tetap tak bisa hilang. Margareta tak habis pikir, bagaimana Tetua Pendeta bisa mengatakan hal itu padanya. Padahal ia sampai saat ini tak pernah menjalin hubungan dengan seorang priapun. Sejak ia sadar ia sudah berada di gereja. Hidup sebagai anak panti asuhan yang di rawat para suster. Ia tak tahu siapa dan kemana kedua orangtuanya, yang ia tahu pendeta mengatakan bahwa ia akan tetap tinggal di sana sebagai pelayan suci. Saat berusia 10 tahun, ia menjalani ritual penyucian sebagai seorang birawati, ritual yang sangat berbeda dari para suster. Ia dididik agar benar-benar jatuh cinta dan mencintai sang dewa. Sejak saat itu, yang ia lakukan hanya mengurusi gereja dan gereja, berdoa dan beribadah. Menurut pendeta besar itu adalah tugas seorang pelayan suci. Kesepakatan antara dirinya dan Dewa. Dan Margareta hanya pernah jatuh cinta pada sang dewa yang memberikan segala hal padanya, bahkan cinta itu selalu ia yakini sebagai cinta suci. Namun, setelah mendengar ucapan sang tetua pendeta. Ia mulai berpikir, apa ia akan jatuh cinta pada cinta yang lain? Atau ia malah akan terperangkap dalam dosa? Saat ini tengah malam, ia duduk sendirian di altar gereja sambil menyatukan tangannya dan berdoa dalam hati. Berharap sang dewa mendengarkan apa yang tengah ia ceritakan kini. "Dewa, jatuh cinta padamu adalah hal yang paling terindah. Jangan biarkan aku jatuh cinta pada cinta yang lain," doa Margareta lirih. Setelah berdoa ia bergegas untuk pergi, dengan jalan perlahan ia menutup pintu altar gereja. Ia tak ingin ketahuan berada di sana tengah malam, biarawati penjaga pasti akan mengetahuinya. Margareta kemudian melangkahkan kakinya melewati lorong-lorong gereja, sebab tempat beristirahat para biarawati di samping gereja dengan bangunan sendiri, tak jauh dari sana juga ada asrama para biarawan. Ketika melangkah keluar gereja, ia merasakan hawa dingin yang sama saat Rados si incubus datang. Margareta berhenti sejenak lalu merapatkan pakaiannya agar dingin tak masuk. Kemudian saat ia hendak kembali berjalan, sebuah suara berbisik,tapi terdengar telinga menganggu pendengaranya. "Hei, Margareta," panggil suara itu. Margareta menoleh kesegala arah, memastikan siapa yang memanggilnya. Dan ia menemukan Rados di luar batas gereja. Margareta pun mendekat, tapi masih di dalam batas. "Apa yang kau lakukan di sini? Kau terjatuh lagi?" tanya Margareta. Seperti biasa ia selalu suka bertanya. "Tidak. Aku hanya berkeliling, tak sengaja melihatmu di sini. Apa yang kau lakukan malam-malam di luar?" "Aku baru dari gereja dan akan kembali ke asrama," jawab Margareta. "Aku ingin mengucapkan terima kasih atas kebaikanmu tempo malam, jika bukan dirimu mungkin akan terjadi hal buruk padaku," ujar Rados sambil menyimpulkan senyum. "Membantu adalah tugas pelayan suci, meskipun itu seorang iblis." Margareta berkata begitu masih dengan mawas diri. Ia berjaga-jaga jika sampai iblis itu menerkamnya. Apa iblis memakan manusia? Keduanya tak banyak berbicara, Margareta memang sebelumnya tak banyak terlibat pembicaraan dengan pria apalagi iblis. Sedangkan Rados baru pertama kali berbicara dengan seorang biarawati. *** Malam sebelum pertemuan Rados dengan Margareta. Rados keluar dari neraka dengan harapan bisa sedikit memiliki kebebasan, hidup sebagai iblis tidaklah nyaman. Apalagi sebagai incubus. Ia mencoba terbang kesisi dunia manusia, sembari melihat bagaimana keadaan malam mereka. Ketika tengah menikmati itu semua, tak sengaja ia bertemu Lodris salah satu dari klan dewi. Keduanya langsung terlibat masalah dan mengakibatkan pertengkaran hebat. Rados kalah dan terjatuh di dekat gereja, satu tulang kakinya patah, sayapnya rusak yang mengakibatkan ia tak dapat terbang. Tak berapa lama ia berada di sana, seorang biarawati datang. Ia awalnya takut akan dibunuh dengan doa-doa, tapi biarawati bernama Margareta itu sedikit polos dan terlalu baik. Sejak pertemuan dengan Margareta, Rados sedikitpun tak bisa membuang membayangan wajah gadis itu dari pikirannya, jiwa incubusnya bergejolak. Rados merasakan itu bukan hanya nafsu biasa, tapi lebih dari cinta. Selama ratusan tahun hidup, Rados tak pernah merasakan hal itu. Tapi, kemudian ia sadar jika Margareta dan ia tak mungkin bersama. Margareta seorang manusia dan lagi seorang pelayan suci, sedangkan ia iblis rendahan dengan suku incubus. Bahkan dari matanya, Margareta seperti begitu jijik. Namun, ia tetap saja menyukai biarawati itu. Meskipun begitu ia tak bisa mendekati Margareta, karena gadis itu di lindungi sebuah rajah doa yang tak bisa ditembus oleh iblis. "Kau tau, menurut dongeng pada bulan purnama sihir akan bertambah kuat dan doa akan melemah, itulah sebabnya iblis sering menyerang setiap bulan purnama," ujar salah satu rekan Rados saat mereka tengah berjaga di sekitaran gerbang neraka ketiga. "Kenapa bisa begitu?" tanya Rados penasaran. "Karena Iblis saat itu tengah berada di puncak, Dewapun akan berdiam sesaat. Kemudian kembali lagi untuk waktu yang singkat." Ucapan rekan Rados itu seperti memberi gambaran padanya, bagaimana ia harus mendekati Margareta. Jika memang doa saat itu melemah, apa ia bisa bertemu dan menyentuh Margareta? "Apa itu termasuk doa di gereja?" tanya Rados lagi semakin penasaran. "Itu juga termasuk, tapi untuk iblis rendah seperti kita abaikan saja, karena itu tak mungkin," jawab rekan Rados lagi. "Tapi ada satu pusaka suci yang bisa melakukan itu." "Apa itu?" "Cincin Raja Neraka. Menurut dongeng Maha Dewa memberikan cincin itu ketika Raja Iblis pertama kali di ciptakan." "Cincin itu sekarang ada di mana?" "Gerbang Neraka ketujuh, pintu ke-13." Gerbang Neraka ketujuh, pintu ke-13? Rados memikirkan hal itu. Ia tak pernah sekalipun pergi sampai sejauh itu di neraka. Iblis dan prajurit sepertinya hanya boleh melintasi neraka sampai gerbang keempat pintu kelima. Jika sampai ia ketahuan, mungkin ia akan mendapat hukuman yang mengerikan dari Ratu Iblis. Tapi, jika benar cincin itu mendekatkan ia dengan Margareta, ia ingin sekali mencobanya. "Apa efek yang didapat jika seorang iblis biasa memakai cincin itu?" "Kemungkinan tidak ada, tapi jika benar cincin itu ada bisa dipastikan siapapun yang mengambilnya akan berurusan dengan petinggi iblis," kata rekan kerja Rados lagi. "Apa kau berniat mencarinya?" "Hah? Apa? Mana mungkin aku berpikir sejauh itu," jawab Rados mengelak. Ia mencoba berbohong. Jika memang benar adanya, Rados berniat mengambil cincin itu untuk sekedar bertemu dan lebih dekat dengan Margareta. Rados mulai mencintai biarawati itu, meskipun itu terasa sangat aneh. *** Satu minggu kemudian, ketika angin badai menerjang lautan, menimbulkan gelombang tinggi yang hampir saja membuat bah. Tetua Pendeta di temukan meninggal tanpa siapapun yang tahu, terduduk di meja kerjanya. Pendeta besar menemukannya sesaat sebelum ibadah rutinan seminggu sekali. Lonceng besar menggema kini bukan hanya memanggil para hamba untuk berdoa, tapi juga memekikan telinga atas sumbang nada belasungkawa. Seluruh Beliluan bersedih, begitupun alam. Hujan turun deras seakan tak ada hari esok, langit teramat mendung menghitam gelap gulita. Penduduk kota berbondong-bondong datang untuk melihat untuk terakhir kali pelayan suci paling suci bagi mereka. Wajah tetua pendeta begitu asri dan merekah senyum bunga lusion (merah-keunguan). Namun, di pojok ruangan, di belakang para biarawati yang lain. Margareta berulang kali meneguk salivanya yang mulai mengering di tenggorokan. Satu ramalan dari Tetua Pendeta terjadi, setelah ini ramalan lain pasti juga terjadi. Jika benar ia harus menjaga diri, dari siapapun itu. Tak ada seorang laki-lakipun yang boleh menyentuhnya. "Harus ada yang menjaga gereja selama pemakaman," ujar pendeta besar. Margareta langsung mengangkat tangannnya seolah mengajukan diri agar tetap berada di sana. Tetua pendeta mengatakan bahwa ia tak boleh selangkahpun keluar dari Gereja. Pendeta besar menyetujui pengajuan diri Margareta, dengan ditemani para biarawan dan biarawati lain menjaga gereja. Sisanya puluhan Pelayan suci mengantarkan Tetua Pendeta ketempat peristirahatan terakhir. Ritual pemakanan hingga menjelang malam, sesaat setelah bulan purnama hari pertama. Tiba-tiba saja langit begitu cerah dan benderang. Para pelayat belum menampakkan diri kembali kegereja. Padahal malam sudah mulai melarut, purnamapun mencondong kearah barat. Ibadah terakhir malam hari telat usai, Margareta kembali kekamarnya sambil terus menggumamkan doa. Begitu sampai tempat tidurnya ia melepaskan pakaian biarawatinya, duduk sebentar kemudian memandang keluar jendela. Indah sekali cahaya purnama malam itu. Saat Margareta hendak tertidur, bayangan hidup menyelinap perlahan melewati dinding, berbaur dengan bayangan-bayangan bangunan gereja. Bayangan itu kemudian masuk kekamar Margareta dan memperhatikan Margareta yang tengah tertidur pulas. "Cintaku mengalahkan pengadianku pada Rajaku, dan cintaku mengalahkan doamu pada Tuhanmu," ucap bayangan itu semakin mendekati tubuh Margareta, kemudian duduk diujung atas tempat tidur. Ditatapnya wajah teduh dan cantik Margareta, begitu manis hingga membius bagai o***m. Rasanya tak membosankan untuk dipandang. Ia menyentuh wajah Margareta perlahan namun menyeluruh, ia merasa aneh kenapa dengan mudah menyentuh Margareta yang seorang pelayan suci. Apa karena cincin yang ia pakai? Atau karena hal lain? *** Keesokan paginya Margareta bangun dengan tubuh yang sangat berat, ia sesekali menyentuh kepalanya dan memijitnya, seakan semalam ia mengerjakan sesuatu yang berat. Ketika membuka matanya, ia melihat beberapa biarawati di dalam kamarnya, menatapnya secara bergiliran. Margareta kaget dan juga bingung. Namun, rasa bingungnya menghilang saat ia menyadari ada yang salah dengan tubuhnya. Belum sempat ia sepenuhnya sadar, ketua biarawati langsung menarik paksa tubuh setengah telanjang Margareta, hingga hampir membuatnya terseret. Margareta di tarik kebelakang tempat pemandian, dan mengguyurnya berulang kali. Hal itu menjadi tontonan para biarawati lainnya. Margareta yang masih bingung, semakin bertambah malu. Sebenarnya apa yang terjadi padanya tadi malam? Mengapa sama sekali ia tak mengingat apapun. Dan rasanya sebelum tidur ia masih menggunakan baju lengkap, hanya baju biarawatinya saja yang ia tanggalkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD