"Nay,"
Nayla mendongak menyeruput mie ayamnya, berdehem kecil seolah bertanya.
"Dia siapa?" Azzura menunjuk dagu ke arah tempat duduk aula, meski matanya tetap fokus pada bakso di meja.
"Yang ungu apa yang orange?" tanya Nayla meraih es jeruknya.
"Ungu? Ya mungkin perasaan gue aja atau emang dia merhatiin dari tadi,"
Nayla terkekeh. "So what? Tumben banget lo pengen tau? Bukannya dari kita masuk sekolah juga segala kakak kelas merhatiin, lo nya bodo amat tuh," ucapnya membuat Azzura tersenyum lebar.
"Pengen aja. Mukanya emang rada songong sih, but it's okay cute aja gitu liatnya dengan tatapannya yang dalem itu. Sayangnya,"
"Sayangnya?"
"Minta di gaplok hahahaha."
"Byurr, uhuk, Zuraaa hidung gueee." Nayla merengek merasakan pedas di pangkal hidung gara-gara omongan Azzura.
Azzura menepuk-nepuk punggung sahabatnya, "Wkwkwk sorry, sorry. Ini minum dulu," membuka air mineral untuk Nayla.
"Hai, boleh gabung?" Delon datang bergabung di ikuti Malik dan Azzam. Kedua gadis itu mendongak kemudian mengangguk kecil melihat anak pentolan SMA Wijaya pujaan para gadis.
Kalau Delon mungkin udah biasa ngumpul bareng, Azzura jadi nyamuk juga udah biasa tuh, yang tidak biasa sang kapten basket dan asistennya.
"Alhamdulillah." ucap Azzura tiba-tiba hingga mengalihkan perhatian mereka. "Hehe, ya Alhamdulillah nggak di jadiin nyamuk lagi sama mereka berdua."
"Apa sih," dengus Nayla, Delon cuma senyum-senyum manja ke arah Nayla.
"Delon ih, jangan sandaran geli tau."
"Geli apa malu, hem?" goda Delon menoel dagu Nayla.
"Delon! Gue bilangin abang nih ya,"
"Iya iya maaf cantik. Ululu maaf ya, makan lagi gih."
Nayla mengangguk.
"Lo_"
"Asik? I know. It's me not him hehe." sela Azzura tersenyum lebar membuat Azzam yang sedari tadi diam segera mengalihkan pandangan kala mata tak sengaja bertemu pandang. Apa dia tidak menyukaiku?
"Hahaha bisa ya, oyah gue Malik dan dia," Malik menyikut Azzam, dengan harapan sahabatnya bisa bergerak lebih cepat.
Azzura meletakkan sendoknya lalu menopang dagu memfokuskan perhatiannya pada Azzam. Lelaki itu terlihat gugup karenanya. Ia pun mencoba mengulurkan tangan, "Hai, kenalan yuk? Gue Azzura, lo? Emm, sorry bukan kurang ajar atau apalah itu, gue beneran nggak tau nama lo aja hehe."
Azzam deg deg an. Bola matanya bergerak naik turun, meneguk air liur kasar, bergantian menatap uluran tangan Azzura dan wajah cantik gadis manis itu.
"Eh, cepetan elah, kasian noh tangan Zura." lontar Malik kembali menyikut Azzam agar tersadar dari lamunannya. Ia menahan tawa begitu juga Delon, Nayla hanya tersenyum tipis melirik sahabatnya.
"Sshh, Nay, lo punya hand sanitizer nggak? Kayaknya tangan gue_"
"Azzam," terpotong oleh suara lembut dan hangat Azzam meski hanya menyebutkan nama saja. Uluran yang hendak ia tarik kembali diraih lelaki itu.
Azzura semakin melebarkan senyumnya kembali menopang dagu dengan satu tangan tanpa melepas tautan mereka. "Lain kali, kalau ngenalin diri sama orang lain terutama sama cewek suaranya jangan kayak gini ya,"
Azzam mengerjapkan mata, mengerutkan kening tanda bingung.
"Takut mereka nyaman, entar bahaya pengen denger suara Azzam terus. Gue serius lho ya nggak bohong, suara lo enak banget bikin candu kayak bakso mak Aci."
Pfft, yang lain langsung berpaling menahan tawa mendengar suara Azzam disamakan dengan bakso kantin sekolah.
"Harus banget disamain sama bakso?" tanya Azzam, bukannya marah dia malah gemas melihat senyum gadis itu tak pernah luntur. Lihat, dia mengangguk nggak ngerasa bersalah sedikitpun.
"Soalnya bakso mak Aci bikin gue candu nggak ada bosan-bosannya, makanya lain kali kalau mau ngomong sama gue yang judes aja biar nggak candu hehe."
Deg deg deg
Kali ini, Azzam tak mampu mengalihkan pandangan barang sedikitpun. Sudut bibir Azzam mengkerut menunjukkan senyum tipis yang tidak pernah dilihat oleh siapapun selain orang terdekatnya.
Dari samping meja, Delon dan Malik melakukan high five melihat sang sahabat akhirnya kalah sampai tak berkutik di depan Azzura, si romantic girl.
Malik menggeleng-gelengkan kepala, Nggak salah dia dijuluki sebagai romantic girl, Azzam yang biasanya masa bodoh malah terlihat bodoh sekarang. Batinnya merasa geli melihat tangan Azzam dan Azzura belum terlepas juga.
"Khem,"
Deheman itu bukan dari mereka melainkan dari lelaki yang berdiri di samping Azzura tanpa mereka sadari.
Azzam memutar bola mata kesal setelah tahu siapa lelaki tersebut. Tanpa ia sadari tangan yang tadinya saling bersalaman kini berpegangan.
Nayla yang niatnya mengambil minum untuk menyudahi makannya kembali tersedak untungnya yang lain tidak menyadari hal itu selain Delon kekasihnya.
"Kenapa?" tanya Delon pelan, melihat mata Nayla berkedip-kedip melihat pegangan Azzam dan Azzura. "Nay, kamu," terpaksa menoleh kala Nayla hanya mendorong pipinya untuk ikut melihat apa yang ia lihat.
"Waw, itu_"
"Ssttt diem." Nayla mendelik tajam pada Delon, membuat sang pacar tersenyum lebar mengangguk.
"Sorry bro, kenapa ya?" tanya Malik, melirik wajah masam Azzam.
Dia Rama Dwi Syahputra, kapten basket dari SMA negeri lawan main Azzam dan lainnya tadi. Dia sedari tadi memang mengumpulkan keberanian untuk menghampiri Azzura, apalagi melihat keberadaan Azzam di sana dia jadi sedikit panas. Belum lagi tangan mereka, sial dadanya makin panas sekarang.
"Gapapa, cuma mau kenalan doang sama dia. Hai, gue Rama." Rama mengulurkan tangan di depan Azzura, membuat gadis itu berdiri lalu celingak-celingukan mencari seseorang.
"Kenapa?" tanya Rama heran.
"Oh ini, lo lagi nyari Sinta atau siapa? Soalnya nama gue Azzura bukan Sinta."
Pfftt.
Sial.
"Hahaha, gue emang niatnya nyari lo bukan Sinta, atau mau jadi Sinta gue?" Rama tersenyum lebar, melihat Azzura tertawa kecil. "maaf ya gue ganggu, bukan maksud apa-apa kok cuman pengen kenalan aja sekalian minta nomor handphone itu juga kalau lo ngasih sih."
Azzura manggut-manggut mengulum senyum, "Walah jangan minta gue jadi Sinta deh, nggak kuat dibakar hidup-hidup hehe. Ngomong-ngomong nomor gue buat apa ya? Kalau mau ngingetin makan, udah ada sahabat gue Nayla. Kalau mau ngingetin minum juga udah ada Delon pacarnya Nayla. Tapi kalau mau ngingetin buat istirahat juga udah ada orangnya,"
"Siapa?"
"Dia mungkin," melempar senyum pada Azzam, membuat lelaki itu ikut tersenyum menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Sedari tadi, Nayla Delon dan Malik sudah menggodanya.
"So," Rama tidak peduli memilih mengabaikan omongan Azzura, begitu juga tatapan yang lain.
"Emm, gini aja deh, alasannya apa minta nomor? Itu doang kok."
Rama tertawa menggaruk pelipisnya berkata, "Oke, jujur gue pengen lebih deket sama lo. Ya karena gue suka sama lo nggak ada alasan lain selain itu. Jadi boleh nggak?"
"Nggak boleh!" sentak Azzam lantang lalu berdiri, "sorry bro, gue ngelarang dia buat ngasih nomor handphone dia sama siapa aja."
"Kenapa? Emang lo siapanya? Bukan siapa-siapa kan? Jadi hubungannya sama lo apa, kok ngelarang?"
Nah loh, Rama sampai tersenyum miring melihat Azzam bungkam.
"Oi, sahabat kalian cemburu atau gimana?" bisik Azzura melempar tatapan pada Delon dan Malik. Berharap mendapat jawaban, keduanya malah mengangkat bahu pura-pura tidak tahu membuatnya mengangguk.
"Gue_" di sela Azzura.
"Handphone nya mana," seketika Azzam menengok kebelakang melempar tatapan tak percaya, lalu menurunkan pandangan melihat jari telunjuk Azzura bergoyang-goyang menepuk punggung tangannya kemudian terlepas entah apa maksudnya.
Azzam pun memilih melenggang pergi. Delon menggeleng saat Malik hendak beranjak mengikuti Azzam.
"Emmm kalo bisa jangan basa-basi chat nya, gue nggak suka soalnya hehe." ucap Azzura, ekor matanya melirik kepergian Azzam.
"Thanks." senyum Rama mengembang sempurna berbalik setelah menerima ponselnya dari Azzura, tak lupa melempar tatapan sinis ke arah Malik dan Delon kemudian berlalu pergi.
"Zura, kok di kasih?" tanya Nayla.
"Gapapa, kan mau ngajak temenan doang. Ngomong-ngomong, nomer gue terakhirnya 304 bukan sih?"
"Lah? Hadeh!!"
"Kenapa emangnya?" Malik ikut bertanya, meski dari tadi ingin mengejar Azzam.
"Denger ya, 90 persen orang bakal hafal nomor handphone mereka dan 10 persen mungkin lupa dan dia... salah satu dari 10 persen nggak nge hafal nomernya. Benar begitu nona Azzura?" Delon menaik turunkan alisnya meledek Azzura yang kini tersenyum malu.
"Hehehe jadi, nomornya salah ya?" cicit Azzura meringis mendapat anggukan dari Nayla dan Delon, sedangkan Malik seketika terbahak-bahak menertawai gadis itu.
*
*
*
Duk duk duk
Suara basket terdengar, di sana ada Azzam yang sedang melampiaskan kekesalannya dengan terus mendrible bolanya.
Nafasnya memburu, dadanya bergemuruh merasakan panas melihat Azzura dengan gampangnya memberikan nomor handphone nya pada orang lain.
Cih, menyebalkan.
Belum apa-apa aja udah posesif begini, bagaimana nanti kalau jadi? Azzam tidak yakin Azzura mau dengannya yang menyebalkan ini. Haish, tapi gimana dong, dia kan cemburu.
"Yaelah bro, masa baru segini udah posesif? Ya janganlah. Kan bisa deketin dulu, ajak jalan, nganter balik, ngedate kek apa gitu kalau udah jadian baru boleh posesif."
Azzam membiarkan bola bergelinding mendengar suara Malik mendatanginya. Ia berbalik melihat sahabatnya melempar air botol minum untuknya dan menangkapnya dengan sangat baik.
"Lo tau apa yang gue denger barusan?" lontar Malik melempar pertanyaan. Ia hanya berdehem meneguk airnya dan Malik kembali bertanya, "berapa nomor handphone terakhir Azzura?"
"Hubungannya?"
"Udah jawab aja sih susah bener dah."
"Ck, 907."
"Nah itu lo aja hafal, lah dia," Malik terkikik geli, berjalan meraih bola basket. "dia sama sekali nggak hafal nomor terakhir handphonenya sendiri. So, itu artinya nomor yang Rama terima salah sasaran." mendrible bolanya ke arah Azzam membuat lelaki itu terkejut bukan main.
"Hah!! Uhuk uhuk." bukan soal bola yang mengenai botolnya hingga batuk, melainkan satu fakta tentang Azzura si romantic girl.
"Yes, gue serius nomornya salah." ucap Malik kembali menyakinkan Azzam.
Pfft hahahaha
"Miris banget, gue yakin tuh si Rama udah terbang kemana-mana taunya salah orang hahaha." Delon tertawa puas namun segera berdehem kecil sambil menjatuhkan bokongnya di ubin. "By the way, lo ngapain pake cemburu segala?"
Azzam mengerjapkan salah tingkah dengan cepat mempertahankan ekspresi nya. "Siapa yang cemburu? Gak ada tuh." elak nya malah di balas kekehan remeh oleh Delon.
"Heleh, jelas-jelas keliatan banget tadi."
"E-emang kentara banget ya?" cicitnya pelan.
"Banget bro, serius deh." Azzam berdecak kesal lagi-lagi Delon menertawainya. "Gini aja deh, kalo suka jangan terlalu jelas lah bro mending lo kayak biasanya aja. Dingin sama cewek, gak peduli sama perhatian cewek, masa bodoh asal tetap cool biar kayak di n****+-n****+ romansa gitu. Cewek kan suka cowok yang penuh misteri, dingin, cuek, judes, sekali ngomong nyelekit. Terus juga_"
"Terus aja lo ngelantur yang ada gue keduluan sama si Rama sialan itu. Cih, gaya lo kayak pernah pacaran aja." sela Azzam melempar handuk ke wajah Delon dan berlalu pergi meninggalkan sahabatnya yang kini memegangi dadanya.
"Akh, atit tak berdarah. Gue kan mintanya dingin sama Zura, ngapa ke gue sialan. Eh tapi… dia beneran suka sama Azzura dong! Wah, bravo!" bertepuk tangan beranjak dari sana mengikuti Azzam.