LEMPER

1619 Words
Azzam seolah terjerat, dia tak ingin jauh-jauh dari Azzura. Kemanapun gadis itu berada, dia pun di sana layaknya anak itik seharian mengikuti dan memaksa Azzura bersamanya. Yang di paksa hanya bisa menghela nafas dan pasrah, daripada anak orang nangis kan berabe. Saat ini dia dan Azzam dalam perjalanan pulang ke kontrakan setelah tiga kafe telah ia kunjungi. Jadwalnya cuma sampai jam 10 malam, jadi masih aman lah. "Zam," Azzura menepuk pundak Azzam pelan, "mampir bentar disana." menunjuk pondok kecil di tepi jalan. Azzam hanya mengangguk menepikan motornya, membiarkan Azzura turun. Dengan tangan memegang helm agar tidak melorot, Azzura mendekati pondok tersebut. "Bang Zakir, lemper nya dong hehe. Eh, tumben sendirian. Mbah Sumi kemana?" "Eh, neng Zura. Mbah lagi sakit neng, jadinya jualan sendiri. Ini juga udah mau tutup." lelaki bernama Zakir tersenyum lebar melihat gadis dihadapannya. "Walah, semoga mbah cepat sehat lagi ya bang. Tapi lempernya masih ada kan," "Ada nih, 20 biji." "Yah, kebanyakan bang. Mau pesan lima_" "Semuanya aja bang, kasih ke dia." Azzam sedari tadi melihat interaksi Azzura bersama lelaki hitam manis itu merasa cemburu dan segera menyelah. Bukan apa-apa, mereka kelihatan akrab dan lagi sepertinya laki-laki masih anak kuliahan. Azzura menengok, lagi-lagi Azzam melakukan sesuatu di luar batasnya. Azzura menunduk geram. "Zam," "Pacarnya neng," Azzura hanya mengembangkan senyumnya. "Semuanya bang." ucapnya pasrah. "Yakin? Ini rasanya campur lho, kamu kan alergi abon," Azzam meringis. Niatnya mau sok jagoan malah jadi masalah. "Zura, gue_" "Ada dia bang, kan yang beli semuanya dia. Iya kan… Samsul…" Azzura menoleh melebarkan senyumnya, membuat Azzam melangkah mundur. "Zu-zura," Azzam gelagapan. "Kenapa, hem?" "Lo serem!" "Pfft HAHAHAHA!" *** "Zura," Nayla melambaikan tangan ke arah Azzura yang baru saja memasuki gerbang sekolah. Dia yang baru turun dari motor Delon berlari meninggalkan kekasihnya menghampiri Azzura. Azzura hanya tertawa kecil saat Nayla mengapit lengannya tersenyum lebar. "Gimana pertemuan keluarganya, lancar nggak?" tanyanya. "Alhamdulillah lancar. Papa kan dari bugis, jadi abang sama mbak Yayuk ngambil adat bugis sama sunda." "Wih keren." "Banget. And then lo, gue sama beberapa anak-anak di kelas bakal jadi bridesmaid soalnya mbak Yayuk kan anak sendiri jadi dia minta gue ngajak temen termasuk lo." "Oke, entar gue usahain. Emang kapan acaranya?" "Emm, sepuluh hari lagi." Azzura mengangguk. Nayla bertanya, "Gimana sama ibu," "Ya gitulah." "Kalau Azzam gimana?" kali ini Delon bertanya setelah ikut bergabung dalam obrolan mereka. Dan sebelum Azzura menjawab, deruan motor memasuki wilayah sekolah terdengar. Membuat mereka dan beberapa siswa menoleh dan menjerit kecil melihat Azzam diikuti Malik menghentikan motornya di tempat parkir. Ahh, Azzura jadi mengingat kejadian semalam. Ngerasa bersalah sih, memaksa Azzam makan lemper, tapi itu semua hilang karena Azzam yang tadinya tidak menyukai cemilan itu malah minta lagi. Katanya sih, itu pertama kalinya dia makan lemper dan ternyata enak, dia menyukainya meskipun jam 2 malam ia mendapat pesan dari Azzam, mengatakan perutnya jadi sakit. Apa dia sudah baik-baik saja? Azzura gugup, Azzam berjalan mendekatinya atau mungkin Delon? Sayangnya tidak kedua-duanya. Azzam hanya melewati mereka, tanpa melirik sedikitpun atau sekedar menyapa. Dia pucat. Sepertinya dia masih belum sehat. Bagaimana ini? Azzura hanya tersenyum canggung mendapat tatapan dari Delon dan Nayla. "Dia kenapa?" tanya Delon pada Malik, dia juga tidak mau Azzura tak enak hati padanya. Jadi lebih baik bertanya pada sahabatnya Malik. "Sakit perut. Katanya semalam makan ketan banyak, dia kan rada sensitif sama ketan. Tapi dia dapat ketan dimana? Perasaan Azzam nggak pernah tuh dapat makanan sembarangan. Semalam juga gue wassap malah di read doang." jelas Malik memandang punggung Azzam yang perlahan menghilang. "Kayaknya dia nggak masuk kelas, pucat_" "Kita duluan. Elon, gue titip. Ayo Nay," sela Azzura menyerahkan gitarnya ke Delon, setelah itu menarik Nayla pergi. Azzura yang khawatir pada Azzam menutupinya dengan senyuman. Dia merasa pemuda itu sakit karenanya. "Dia kenapa?" tanya Malik melihat kepergian Azzura sedikit aneh. "Biasa cewek. Ayo," Malik mengangguk. Mereka pun berjalan naik ke lantai atas, kebetulan Azzam dan dua sahabatnya berada di tingkat atas kelas elit. Semua berdasarkan prestasi belajar mereka jadi siapapun yang ingin berada di atas, belajarlah dengan giat. Seperti itulah SMA Wijaya, itu peraturan langsung dari pemilik sekolah. Beberapa menit kemudian, pelajaran sedang berlangsung, Azzura duduk gelisah memikirkan Azzam. Sedari tadi pelajaran nggak ada yang masuk ke otaknya yang penuhi oleh wajah pucat Azzam. Mau nanya ke Delon juga dia takut lelaki itu lebih dulu membordirnya pertanyaan tentang apa yang terjadi semalam. "Lo kenapa?" bisik Nayla melihat keanehan Azzura. Iya sih, Azzura memang tidak pandai dalam akademis tidak jauh beda darinya lah tapikan walau begitu Azzura tetap berusaha untuk lulus tahun depan jadi tidak mungkin sahabatnya tak fokus kalau bukan masalah ibu di rumah sakit sana. "Soal yang gue ceritain semalam," Nayla mengangguk. Azzura melanjutkan, "kayaknya Azzam kayak gitu gara-gara gue deh, gue takut nih. Gimana kalau dia mengambil wewenang di sekolah terus ngeluarin gue karena masalah ini?! Sumpah gue takut." "Egois banget!" sentak Nayla sedikit keras. "Nay! Ssttt." Azzura meringis memukul pelan lengan gadis di sampingnya. "Nayla, ada apa?" tanya guru di depan sana, sampai teman sekelas mereka menoleh. "Ah, maaf bu. Zura mau ke uks, perut dia tiba-tiba sakit." Azzura melototi Nayla, yang di pelototi melotot balik seolah melempar isyarat untuk mengikuti aktingnya. "Benar begitu Zura?" "I-iya iya bu." Azzura memegang perutnya meringis-ringis pelan. "Ya sudah kamu ke uks, kalau nggak bisa jalan sendiri, Nayla bisa temenin temannya." "Nggak usah bu, kalau Nayla ikut yang nyatat buat saya siapa? Iya 'kan, Nay?" menoleh ke arah Nayla menggerakkan alisnya. "Bener bu." Nayla mengangguk pasrah. Bukan apa-apa, biasanya mereka bakal bagi dua soal catat menyatat lalu sekarang.. pasrah dah. "Kalau begitu, Azzura ke uks minta obat setelah itu istirahat. Nanti pelajaran kedua harus masuk ya," "Baik bu, permisi. Thanks," bisiknya pada Nayla sebelum beranjak keluar dari kelas. Selama perjalanan ke uks, Azzura sesekali menengok ke lantai atas. Untungnya dia bawa handphone dan mengirim wassap ke Delon. Me : Elon, bantuin gue dong bawa gitar gue ke tangga Menggigit ujung kuku, berharap Delon bisa membawa gitar miliknya. Delon : Lo keluar kelas? Tunggu bentar Me : Thanks, entar gue jelasin semuanya Delon : Oke, tunggu Tak berselang lama suara Delon terdengar. "Zura," Azzura mendongak melangkah naik meraih gitarnya. "Azzam di kelas?" tanyanya pelan. "Di uks, dia nggak masuk." "Oh, oke thanks." "Lo utang penjelasan ke gue." kata Delon membuatnya mengangguk. "Iya. Gue ke_" "Kalau nggak ada di uks, coba ke ruangan pribadi Tiger." sela Delon menghentikan langkah Azzura yang hendak turun. "Tapi itu kan," "000999 sandi nya, masuk aja. Gue ke kelas dulu." Delon pun berbalik kembali ke kelas, sementara Azzura menghirup napas dalam-dalam sebelum melanjutkan langkahnya. *** Azzam memejamkan mata, perutnya benar-benar tidak bersahabat. Dari semalam terlilit terus, baru sekarang sudah lebih baik daripada semalam. Bunyi pipip tanda seseorang sedang memasukkan sandi pun tak ia hiraukan, mungkin anak-anak pikirnya masih melanjutkan pejaman mata mencoba untuk tidur setelah bertarung dengan sakit perut. Sayangnya, pikirannya melayang mengingat wajah bersalah Azzura. Lucu sih, gadis itu ternyata bisa membuatnya tak karuan seperti ini. Dia kayak gini juga karena salahnya sendiri yang sok sok an pengen dikatain keren, ya emang awalnya keren tapi kalo ujung sakit begini sih, kayaknya bakal di ulang lagi deh. Azzam yakin, Azzura sebenarnya nahan diri buat nggak nimpuk dia, mungkin karena ngeliat Delon sebagai sahabat ya pasrah aja dengan tingkah menyebalkannya dia. Jreng! Segala pikiran Azzam seketika buyar mendengar genjrengan gitar yang entah darimana asalnya. Apa dari Delon? Cuma dia yang biasa meminjam gitar seseorang yang katanya punya sahabat pacarnya Nayla. Siapa lagi kalau bukan Azzura. Gadis cantik yang membuat dirinya terlihat seperti orang bodoh, karena ingin terus melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. "A-azzam, gue tau lo disini." Oh my God! Suara lembut milik Azzura terdengar lirih memanggilnya. Hanya kain sebagai penghalang, dimana dia tengah berbaring. "So-sorry, gara-gara gue lo jadi sakit. Ya lagian elu sih maksa-maksa terus, kan ngeselin." Azzam perlahan membuka mata dibalik lengannya. "Hahh, gue yang bebas ini malah diekorin sama kapten basket yang nyebelin. Gimana nggak gondok coba." lontar Azzura "Everything, gue seneng ada yang nemenin kerja sampe malam walaupun terpaksa karena nggak mungkin dan gak mau Delon marah sahabatnya gue tendang hehe. Oke, gini aja deh, sebagai gantinya gue nyanyiin mau nggak?" lanjutnya. Dan tak lama Azzam menyibak kain penutup, melihat Azzura tengah menunduk. Gadis itu mendongak, tatapan mereka langsung bertemu membuatnya tersenyum lebar. "Maaf ya, cacingnya kaget kali makan lemper banyak makanya ngamuk hehe." Azzura menggaruk kepalanya merasa bersalah. "Sorry please, kalo lo maafin, gue juga bakal maafin semua kesalahan lo deh." ucapnya memelas. "Emang gue punya salah?" "Banyak. Eh! Iya.. gue yang salah, jangan marah dong kasep." Azzura dengan cepat menahan kain penutup melihat Azzam hendak menutupnya lagi. "Nggak usah senyum kalo terpaksa." cetus Azzam sinis kembali menutup mata dengan lengan. "Eh nggak kok beneran. Ih jangan gitu dong, semalam baik-baik aja, kok sekarang gini lagi." "Gini gimana?" "Cuek." "Merasa kehilangan?" "Bukan tapi bagus sih kalo cuek." "Jadi mau nya apa!?" Azzam kesal, dia merasa Azzura mempermainkannya. "Ya," Azzura tersenyum lebar menaruh dagu di pinggiran gitar melanjutkan, "biar gue nggak ngerasa dispesialin sama kapten basket kita ini." "Cih," Azzam hanya berdecih menyembunyikan senyumnya. Tak lama Teka-teki lagu Raisa terucap dari bibir manis Azzura. Dengan gitar dia menyanyikan nya dengan gayanya sendiri yang begitu indah. Kelopak mata Azzam terbuka dan memicing tajam kearah Azzura. Perasaan pedekatenya masih biasa aja belum ngilang-ngilang seperti lagu Raisa, tapi kok kayak ngena banget ya. Nyebelin tapi juga cantik secara bersamaan. Itu fakta yang tidak bisa di elak Azzam. "Kalo mau ngasih kode, jangan buru-buru juga, slow aja." celetuknya malah mendapat ledekan dari Azzura. "Ngomong sama diri sendiri ya mas samsul. Oh ya, lemper masih ada lho di kosan, mau lagi nggak?" "Kagak usah ngeledek malih." Azzam meraih boneka RJ yang ia jadikan bantalan dan melemparnya tepat mengenai wajah Azzura. Tenang aja nggak keras kok, buktinya gadis itu tertawa keras melihat wajah kesalnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD