"Bapak ibu, Lita baru saja menerima pengumuman kelulusan tapi kenapa kalian malah akan menikahkan Lita dengan om om bertato itu." Protes Jelita berurai air mata.
"Memang apa salahnya kalau menikah muda nak? Ibu juga dulu nikah sama bapak ketika seusiamu!" Rukyah menyemangati.
"Ibumu benar, bapak juga tak ingin kamu salah jalan nanti nak. Kalau kamu nikah sekarang, setidaknya bapak di sini juga bisa tenang." Kusman menambahkan dengan tenangnya.
"Tapi Lita masih belum ingin menikah. Lita mau kuliah dulu, mau kerja dulu. Malu lah juga Lita masa pacaran aja nggak pernah terus sekarang tiba-tiba nikah sama om om bertato sih. Apa kata orang-orang nanti. Lagian Lita mau kemana sampai harus salah jalan, pergi kuliah ke kota saja belum. bapak juga kayak orang mau meninggal saja pakai ucapan biar bisa tenang di sini. Sekalian saja tenang di sisi-Nya." Cerca Jelita dengan isak tangisnya.
"Kurang ajar kamu jadi anak. Kamu doakan bapakmu ini cepat mati ya?" sentak Kusman.
"Bapak sendiri yang ngomong tadi gimana sih?" Jelita membela diri seraya menghapus air mata buayanya.
"Sudah sudah nggak usah pada ribut kalian berdua memang salah kosa kata. Sepertinya pengelihatan mu lagi gangguan ya nak. Pria setampan itu kamu bilang om om. Menikahi pria dewasa itu jauh lebih baik dari pada menikah dengan teman seusia mu sayang. Lagi pula nak Kenzo itu orang kaya, nggak semua gadis seberuntung kamu bisa dapet calon suami perpek kayak begitu." Rukyah menasehati.
"Perfect ibu, dia pria dewasa tapi belum tentu nanti pikirannya juga dewasa Bu. Ayo lah Lita masih mau bebas, mau kuliah, pengen menikmati hidup dulu di kota sama teman-teman Lita nanti. Masa sudah susah di kampung ngurus ayam tiap hari malah sekarang di suruh urus suami Bu. Pokoknya Lita nggak mau nikah. TITIK." Jelita mulai meninggikan suaranya untuk pertama kali.
"Lihat belum di kota saja kamu sudah mulai menaikkan suara mu ketika berbicara dengan orang tua mu. Apalagi kamu akan keliaran bebas di sana nanti sendiri. Keputusan bapak dan ibu tidak bisa di ganggu gugat, kamu akan menikah dua Minggu lagi. Kamu juga bisa kuliah setelah menikah nanti. Kalau kamu nggak mau nurut lebih baik kamu diam saja di kampung kita ini bantu bapak urus ladang dan ayam-ayam itu." Kini Kusman mulai tegas dengan wajah menyeramkan nya membuat Jelita tertunduk tak berani melihat sang bapak. Gadis itu juga sadar dia sudah melakukan hal yang salah. Seharusnya ia bisa melakukan negosiasi dengan lembut agar perjodohan itu bisa di batalkan.
Kusman yang kini merasa kesal pun meninggalkan putrinya itu.
"Maafkan ibu nak. Kali ini bapak mu benar dan ibu tidak bisa membantu mu." Rukyah pun meninggalkan anaknya.
Jelita pun pasrah dan memilih masuk ke kamarnya di sana ia mulai berpikir untuk merencanakan sesuatu, bahkan seragamnya pun belum ia lepas dari tubuh mungilnya itu.
"Apa ya sebaiknya aku kabar saja ya dari rumah?" Gumamnya yang kini mondar mandir di dalam kamar seperti setrikaan baju.
"Eh tapi kalau mau kabur mau kabur kemana, ya elah ribet amat sih. Masa iya aku kabur terus bisa makan pakai rumput liar di jalan. Kan menyiksa diri namanya, ponsel saja tidak punya, tabungan apa lagi tidak ada sama sekali. Yang ada hanya uang cuma ada buat nambah biaya kuliah saja tapi tidak mungkin aku menggunakannya." Gerutunya berbicara sendiri.
"Ya Allah gini amat nasib ku ya, nyesel aku tidak pernah mau terima uang jajan tambahan dari ibu. Ternyata memilih jadi anak baik pun susah kalau kondisinya begini mah. Ya sudah lah karena sudah terlanjur jadi anak baik ya jadi anak baik sekalian saja. Om om itu ganteng sih tapi badannya serem. Pasti dia suka gonta-ganti pacar kan?" Jelita malah mulai berasumsi sendiri.
"Ah sudah lah dari pada aku memikirkan hal-hal aneh lebih baik aku pergi melihat ayam-ayamku saja." Gumam Jelita lagi seraya berjalan keluar meninggalkan kamarnya.
*****
Kenzo berjalan masuk ke dalam sebuah bar di ikuti oleh seorang wanita cantik yang merupakan sahabatnya. Wajahnya yang tampan dan dingin langsung menarik perhatian dari semua orang yang berada di dalam sana. Mereka berdecak kagum sambil terus memuji-muji namanya. Wajar saja. Seorang Kenzo Putra Bagaskara, anak tunggal dari pasangan Reino Bagaskara dan Kartika Atmaja, siapa yang tidak mengenalnya di negara ini? Belum lagi dengan reputasi kedua orangtuanya yang tiada tanding, sudah pasti hal itu membuatnya menjadi orang yang akan selalu di puja-puja dimana pun dia berada. Bahkan tidak sedikit orang yang berniat memanjat kesuksesan dengan menjilat telapak kakinya.
Byuuur. Beberapa makanan yang ada di atas nampan itu terjatuh.
"Mata mu buta ya! Kau bisa bekerja tidak sih?" Protes wanita yang kini gaunnya telah basah karena ulah seorang pelayan bar itu.
Langkah Kenzo terhenti, pria itu kini tengah memperhatikan dua wanita yang berseteru di salah satu meja bar itu. Sementara Pretty yang ikut berdiri di belakang Kenzo membelalakkan matanya melihat pemandangan di hadapannya itu.
"Maaf Nona. Saya,saya tidak sengaja mengotori pakaian Nona!" cicit si pelayan lirih.
"Maaf maaf. Kau pikir maaf mu itu bisa membersihkan gaun ini apa! Kau seharusnya menjadi gembel saja kalau tidak becus bekerja di restoran mewah seperti ini. Dasar manusia rendahan!". Maki wanita cantik itu.
Plaaaakkkkkkkkk. Sebuah tamparan pun mendarat di pipi pelayan itu.
Sudut alis Pretty terangkat keatas saat melihat anak buahnya di tampar begitu keras karena kesalahan yang benar-benar tak ia sengaja. Sementara Kenzo masih menonton adegan itu dengan tatapan dinginnya, lalu menarik kursi kemudian duduk dan menikmati drama yang sedang terjadi antara pelayan dan tamu wanita itu. Kenzo penasaran, akankah pelayan kecil itu menangis atau malah melawan balik untuk melindungi diri? Dan Kenzo menebak kalau pelayan kecil itu pasti akan menangis setelah ini.
"Kenapa Nona memukul ku?" Lirih pelayan tersebut karena kaget saat pipinya tiba-tiba di tampar. Dia tidak tahu kenapa wanita ini tega melakukannya hanya karena sebuah kesalahan kecil yang tidak sengaja dia perbuat. Ia benar-benar tidak sengaja melakukannya karena kakinya terpeleset tisu basah yang tergeletak di lantai. Dia yang saat itu tengah membawa makanan pesanan tamu lain akhirnya terjatuh di samping meja wanita ini dan percikan makanan itu mengenai ujung gaunnya.
"Masih berani kau tanya kenapa? Lihat, gaun ku jadi kotor seperti ini gara-gara kecerobohan mu! Dan kami masih saja bertanya kenapa?" bentak wanita itu sambil menunjuk kearah ujung bajunya yang sedikit kotor.
Pelayan kecil itu menarik nafas dalam-dalam.
"Nona, saya benar-benar tidak sengaja melakukannya. Kaki saya terpeleset karena menginjak tisu tadi!" ucap pelayan itu berusaha untuk menjelaskan.
"Kau pikir aku akan percaya begitu saja pada kata-kata seorang pelayan rendahan sepertimu hah! Cepat panggil manager mu kemari. Aku akan membuat perhitungan dengan mu sekarang!" sahut wanita sambil mengibaskan rambut panjangnya.
Kenzo tersenyum tipis, tebakannya ternyata salah. Pelayanan kecil itu rupanya tidak menangis, bahkan dia berani menyuarakan kebenarannya meskipun terlihat jelas kalau dia sedang ketakutan. Sementara Pretty sudah tak sabar ingin menghampiri meja itu namun tangannya di tahan oleh sahabatnya itu.
"Gadis kecil yang menarik!" gumam Kenzo namun kali ini wajah seseorang terlintas dipikirannya ketika menyaksikan keberanian pelayan itu.
Pretty mendekati sahabatnya saat mendengar pria itu bergumam. Dia sejak tadi sudah tak tahan memperhatikan pertengkaran yang sedang terjadi di restoran ini.
"Aku harus menghentikan mereka!" Bisik Pretty di telinga Kenzo
Kenzo menarik nafas pelan. Dia lalu menggigit bibir bawahnya sambil terus menatap kearah gadis kecil itu. "Baik lah, cari tau apa yang membuat mereka bertengkar!" Pinta Kenzo yang kini melihat bayangan wajah Jelita pada sosok gadis kecil itu
"Baik Ken."
Pretty segera berjalan mendekat. Dia berdiri diantara orang-orang yang sedang berkumpul untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi disini.
"Nona, bisakah kita menyelesaikan masalah ini dengan cara baik-baik tanpa harus melibatkan manager kami?" tanya pelayan itu dengan suara bergetar.
Wanita itu berdecih. "Kenapa? Kau takut aku akan mengadukan perbuatan mu itu pada manager kalian, iya?" ejek wanita itu lagi.
Pelayan itu menunduk. Jari-jarinya saling meremas kuat. Dia tau apa yang akan terjadi jika managernya sampai tau tentang kejadian ini.
"Iya Nona. Saya bisa kehilangan pekerjaan ini kalau manager kami sampai mengetahuinya. Bagaimana kalau saya mengganti rugi pakaian Nona saja? Saya,saya akan membelikan gaun yang baru!" ucap pelayan itu berusaha untuk membujuk.
"Memang itu yang ingin aku lakukan. Kau tidak pantas bekerja di tempat sebagus ini karena kau lebih cocok menjadi seorang peminta-minta di lampu merah. Dan apa kau bilang tadi, menggantinya? Hahahaha." Cerca wanita cantik itu merendahkan, "hei kau pelayan bodoh, gaji mu setahun saja belum tentu mampu untuk membayar biaya pengiriman gaun ini. Gaun ini hanya ada satu di dunia dan hanya ada di luar negeri. Sekarang katakan pada ku bagaimana cara mu untuk menggantinya?" ejek wanita itu sambil mendorong kening si pelayan menggunakan jari telunjuknya.
Bibir Pretty tersenyum sinis. Dia tentu saja tau siapa wanita yang sedang menyombongkan diri di hadapan semua orang. Karena sudah mengetahui penyebab masalah antara pelayan dan wanita itu, Pretty segera kembali menemui sahabatnya untuk melapor.
"Apa yang terjadi pada Jelita?" tanya Kenzo dengan wajah sedikit cemasnya, yang membuat Pretty menjadi bingung sendiri dengan pertanyaan itu.
"Jelita, siapa Jelita? Pelayan itu bernama Laras Ken bukan Jelita." Jawab Pretty.
"Sial, kenapa malah aku memikirkan gadis itu." Gumam Kenzo.
"Memangnya Jelita siapa Ken?" tanya wanita yang begitu cantik itu sekali lagi.
"Ah sudah lah lupakan, lantas siapa yang wanita yang menampar pelayan mu itu?" tanya Kenzo mengalihkan pembicaraan.
"Hanya seorang artis pendatang baru yang sedang menunjukkan taringnya di hadapan semua orang Ken. Dan yang menjadi korbannya adalah karyawan kesayangan ku. Sepertinya pelayan itu tidak sengaja mengotori gaun yang dia klaim hanya ada satu di dunia. Padahal jelas sekali kalau gaun yang dia pakai adalah produk dari perusahaan milik papa mu Ken!" jawab Pretty panjang lebar.
"Artis pendatang baru?" Tanya Kenzo lagi.
"Iya Ken. Dan gaun yang dia pakai adalah produk yang akan launching bulan depan!".
Bibir Kenzo menyeringai. Dia beranjak dari tempat duduknya kemudian berjalan kearah meja yang kini sudah membentuk kerumunan.
"Ken, apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Pretty ketika melihat sahabatnya itu beranjak dari duduknya.
"Aku hanya ingin melihat siapa artis yang berani membuat kekacauan di bar mu ini dan juga sudah berani merendahkan karyawan kesayangan mu itu !"
Kenzo hanya bisa mengangguk mendengar perkataan sahabatnya. Dia lalu berjalan mengikutinya dari belakang.
"Kenapa kau diam? Bukankah kau tadi bilang ingin mengganti gaun ini?" tanya artis yang bernama Merry itu sambil tersenyum mengejek kearah yang berdiri mematung.
"Saya, saya" ucap Laras gugup.
"Buang-buang waktuku saja. Cepat panggil kemari manager bar ini. Aku perlu memberimu pelajaran supaya kau tau dimana seharusnya kau berada!" sergah Merry sambil tersenyum penuh kemenangan.
Laras sangat sadar kalau dia tidak akan mampu untuk membeli gaun tersebut. Dia sekarang hanya bisa pasrah kalau memang harus kehilangan pekerjaan jika wanita ini tetap memaksa untuk mengadukan perbuatannya pada manager. Biarlah, orang miskin sepertinya tidak akan mampu melawan kekuatan orang-orang yang memiliki uang dan kekuasaan.
Kenzo menggertak kan gigi menahan emosi saat dia melihat wajah gadis kecil itu yang benar-benar menjelma sebagai Jelita. Ada semacam perasaan tidak rela melihatnya ditindas oleh wanita yang begitu congkak menyombongkan diri di hadapannya. Kenzo merasa sangat geram mendapati calon istrinya di caci maki seperti itu.
"Aku pastikan kamu tidak akan mendapatkan promosi lagi dari perusahaan ku." Gumam Kenzo dengan tatapan tajamnya sambil mengeratkan kedua rahangnya lalu berbalik dan meninggalkan bar itu tapi sebelum ia benar-benar pergi Kenzo memberikan pesan pada Pretty.
"Selamat mengerjakan tugas baru mu Pretty, aku harus kembali." Ucap Kenzo seraya menepuk bahu wanita itu, Pretty sudah mengerti apa yang dimaksudkan dengan kata tugas dari pria tampan itu.
Sementara itu di perjalanan menuju parkiran Kenzo merutuki dirinya sendiri. "Sepertinya aku sudah mulai gila, kenapa bayangan gadis burik itu terus muncul di pikiran ku."