3. Hari Pertama Kerja

1233 Words
Lintang bangun pagi - pagi langsung memasak nasi dan lauk pauk. Untung saja uang yang dipinjam dari Desty masih ada sisa, jadi dia hari ini bisa memasak ayam. Dia ingin sekali - kali keluarganya bisa merasakan makanan enak, karena selama ini hanya sering berlauk tempe. Bahkan pernah sampai beberapa hari hanya makan pakai nasi dan kerupuk saja. Tepat pukul setengah enam, nasi dan semur ayamnya sudah masak. Semua rumah juga sudah rapi. Lintang segera mandi dan memakai seragam sekolah . Setelah itu dia menuju kamar adiknya yang hanya beralas karpet. Lintang sengaja membangunkan agak siang karena terlihat begitu kelelahan. "Farel, bangunlah! Sebelum berangkat sekolah kita ke rumah sakit dulu memberikan sarapan untuk Ibu dan Ayah," kata Lintang sambil menggoyang - goyangkan bahu adiknya. "Wah… Wangi sekali, aku jadi lapar" jawab Farel sambil mengucek - ngucek matanya. "Makanya, cepat mandi dan kita sarapan bersama," balas Lintang. Farel patuh, anak lelaki itu segera menuju kamar mandi. Tak lama kemudian kedua kakak beradik itu sudah memakai seragam sekolah. "Kak, apa kita akan jalan kaki menuju rumah sakit?" tanya Farel kurang semangat. "Tidak, nanti kita naik angkutan. Kakak masih ada sisa uang," jawab Lintang menenangkan adiknya. "Kak, seandainya kita bisa setiap hari naik angkot saat berangkat sekolah pasti tidak akan terlalu kecapean," ujar Farel dengan wajah memelas. Biasanya Farel tidak pernah mengeluh, tapi Lintang paham jika ketabahan seseorang itu juga ada batasnya. Apalagi jarak menuju sekolah Farel juga lumayan jauh. Di tambah saat di jalan teman - teman lainnya yang naik sepeda atau di antar orang tua seringkali mengejek Farel yang jalan kaki "Farel, kamu jangan bersedih ya? Nanti kalau kakak sudah mendapat bayaran kakak akan membelikan kamu sepeda yang bagus," hibur Lintang. "Benarkah? Terima kasih, Kak," jawab Farel sambil menghampiri kakak dan memeluknya erat. "Iya, yang terpenting kamu jangan malas belajar. Kita harus bisa menjadi orang pintar dan sukses. Agar kelak kita bisa mengangkat derajat orang tua kita," bujuk Lintang memberikan semangat. "Iya, Kak. Ayo semangat," balas Farel kembali ke meja makannya dan menikmati semur ayam yang terasa begitu nikmat di lidah. Lintang merasa puas sekali melihat adiknya yang makan dengan lahab. Dia semakin tidak sabar bekerja dan bisa membahagiakan keluarganya. Setelah selesai sarapan keduanya segera berangkat ke rumah sakit. Orang tua mereka sangat senang dengan kehadiran Lintang dan Farel. Apalagi anak - anak mereka sangat baik dan berbakti. "Ayah, Ibu. Silahkan di makan, Aku sengaja membawakan makanan banyak karena bisa buat nanti siang sekalian. Dan nanti Farel sepulang sekolah biar langsung ke sini saja, sedangkan aku akan menuju tempat kerja," kata Lintang meletakkan bawaannya tadi. "Iya, Nak. Terima kasih banyak," jawab orang tua Lintang merasa bahagia. "Kalau begitu kami berangkat sekolah dulu, takut nanti telat," timpal Farel sudah ceria lagi. "Hati - hati ya, Nak," jawab orang tua Lintang kompak. Hari ini kedua kakak beradik tersebut bisa sampai di sekolah tanpa kelelahan seperti biasanya. "Lintang… Dewiku… Aku sudah menunggumu sejak tadi," teriak Desty dengan senyuman cerah. Lintang hanya mesem melihat tingkah sahabatnya yang sudah dihafalnya, sikapnya yang lebay itu pertanda jika dirinya belum mengerjakan PR. "Nih, pasti lupa mengerjakan PR kan?" sindir Lintang sambil meletakkan buku milikknya di atas meja Desty. "Semalam aku ketiduran," rengek Desty. "Bohong ahh," goda Lintang tidak mudah percaya. "He.. he.. Tau saja. Semalam setelah pulang darimu aku pergi ke tempat karaoke bilang pada pemiliknya, setelah itu aku keblabasan nongkrong bersama teman - teman deh," jawab Desty jujur. "Kamu ini, tidak baik jika setiap malam pergi ke tempat seperti itu? sergah Lintang. "Hey, kamu kira aku ke sana ngapaian? Aku tuh menemui Tante Mesya agar kamu bisa bekerja di sana," balas Desty menjelaskan. "Benarkah? Lalu bagaimana jawabannya?" tanya Lintang penasaran. "Yah… Kamu tahulah kalau tidak ada orang yang bisa lepas dari rayuanku. Tante Mesya bilang boleh saja, asal temanku yang mau jadi pemandu lagu itu menarik dan cantik, juga memiliki suara yang oke," jawab Desty bangga. "Tapi… Penampilanku saja seperti ini," jawab Lintang berubah sedih dan tidak percaya diri. "Tenang, soal suara aku tahu suaramu merdu. Dan masalah penampilan serahkan saja padaku. Sepulang sekolah aku akan membawa kamu ke salon, bagaimana?" tawar Desty sambil mengedipkan mata sebelah. "Baiklah, terima kasih banyak ya, Desty," ucap Lintang memeluk Kia erat. "Stop, sekarang jangan ganggu aku. Aku mau nyalin punyamu 70 persen saja yah?" bujuk Desty. "Kenapa tidak semuanya saja?" tanya Lintang heran. "Kalau nilaiku sempurna tentu saja akan dipertanyakan oleh guru. Apalagi aku dekat di sampingmu tentu saja mengundang kecurigaan. Lagi pula yang penting bagiku lepas dari hukuman sudah santai, nggak perlu mendapat prestasi soal nilai," jawab Desty santai. "Ya.. Ya… Kamu memang cerdas soal rencana seperti ini," puji Lintang. "Eh iya, hari ini aku piket. Kita tukaran ya? Kamu sekarang dan aku besok?" bujuk Desty dengan senyuman menggoda. "Iya… Iya… Tuan Puteri " jawab Lintang sama sekali tidak keberatan. Desty hanya tertawa kemudian fokus menyalin jawaban PR Matematika yang paling dibencinya. Lintang sendiri segera mengambil sapu, dia mulai membersihkan seluruh ruangan. Tak lupa juga mengambil air untuk menyiram bunga di depan kelas. Setelah selesai murid lain mulai berdatangan. Dari kejauhan tampak Devan yang juga ingin masuk ke dalam kelas. Lintang menunduk karena takut, sebab setiap kali bertemu dengan pemuda itu hanya mendapat cacian dan hinaan yang membuat dirinya merasa sakit hati. "Ish… Kenapa pagiku harus bertemu dengan manusia purba sepertimu. Bikin sial saja," sindir Devan dengan lirikan tajam. Lintang mencoba tidak menghiraukan dan segera menjauh. Dia selama ini hanya bisa diam saja saat dibully oleh pemuda tersebut, sebab jika melawan nanti malah akan semakin di kerjai. Jadi Lintang hanya menahan semua hinaan dengan lapang d**a. Walaupun perih tapi tidak akan menyurutkan niat dia belajar sampai lulus SMA. Sepulang sekolah Lintang di ajak Desty menuju Mall untuk memilih beberapa gaun, setelah itu langsung pergi ke salon. Saat mau masuk, dia tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang gadis yang juga mau masuk. Tapi Lintang mengalah dan mundur, dan saat itu dia jadi menabrak seseorang yang berada dibelakangnya tanpa sengaja. "Hey ... Tidak tahu diri sekali! Berani - beraninya menabrak tunangan ku?" bentak Gadis yang tidak dikenalnya. "Hei.. Hei… Tante! Anda sendiri yang salah, bukankah temanku dulu yang mau masuk tapi Anda sendiri yang menerobos," jawab Desty tak gentar. "Tante?" Pekik gadis yang memiliki postur tubuh tinggi semampai itu tidak terima. "Iya, di banding dengan kami penampilanmu seperti tante - tante," sindir Desty. "Di banding dengan kalian aku bagaikan angsa dan itik buruk rupa," balas gadis itu tidak mau kalah. "Sudah, ayo buruan masuk!" sela pemuda tampan yang ada di samping gadis pemarah itu cuek. "Maaf, ya Kak," ucap Lintang sopan. "Apaan sih? Ngapain meminta maaf, jelas - jelas dia yang salah," sergah Desty kesal sambil menarik tangan Lintang untuk masuk. Setelah setengah jam kemudian Lintang sudah selesai di make up, dia juga sudah berganti baju dengan gaun yang tadi dibelinya. Mata Desty sampai terbelalak melihat perubahan drastis Lintang yang sangat cantik sekali. "Astaga… Apakah kamu ini Lintang temanku?" Pekik Desty heboh. Kebetulan juga wanita yang tadi sempat berselisih juga sudah selesai. Tadi yang sempat menghina penampilan Lintang begitu melihat hasil yang sekarang menjadi iri dan kesal. Apalagi saat tunangannya itu melihat Lintang tanpa berkedip. "Wah… Sekarang sudah jelas siapa yang angsa dan siapa yang itik buruk rupa," sindir Desty sengaja mengeraskan suaranya. "Yuta… Ayo pergi" pekik gadis pemarah itu sambil menarik lengan sang tunangan. "Ayo," jawab Yuta kalem. Akan tetapi beberapa detik kemudian pemuda tampan itu menoleh ke belakang lagi untuk melihat Lintang yang sedang tersenyum cerah bersama Desty. Lintang merasakannya juga, akan tetapi pandangan pemuda itu terlihat tajam seolah mampu menembus punggungnya laksana busur panah yang sangat mematikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD