Lili menguap lebar setelah bangun dari tidurnya, diliriknya jam diatas nakas yang menunjukkan pukul enam pagi. Hari ini ada jam kuliah pukul delapan pagi, yang artinya masih ada waktu sekitar dua jam
untuk merebahkan diri di ranjang. Baru saja ia menutup mata, tapi suara Anderson menginterupsinya. Pemuda yang lebih tua dua tahun darinya itu menggoncang tubuh Lili, berniat membangunkannya dengan paksa.
"Lili bangun! Wooii, atau aku akan menyirammu dengan air bekas cucian baju."
Dengan malas Lili kembali membuka mata, menatap Anderson dengan tajam lalu melemparnya dengan bantal.
"Ada apa sih? Aku masih mengantuk, jangan menggangguku."
Anderson berdecak, ia menggelengkan kepala.
"Kau lupa jika hari ini Mom dan Dad pergi ke luar kota? Ayo antar mereka ke bandara."
Benar saja jika Lili lupa, orangtuanya akan pergi ke luar kota karena urusan pekerjaan. Tapi yang ia heran, tumben Ibunya ikut dengan sang Ayah. Detik berikutnya ia menyadari sesuatu, mungkin saja kedua orangtuanya mau berbulan madu lagi.
Lili terkikik geli dengan pikirannya, sedangkan Anderson menatapnya aneh.
"Kau memiliki waktu tiga puluh menit untuk bersiap, langsung kebawah jika sudah." Anderson berjalan keluar dari kamar.
Lili mengusap wajah kuyunya berharap rasa kantuknya hilang, ia bangkit dari ranjang lalu mengikat rambutnya tinggi-tinggi. Disambarnya handuk yang tergantung di dinding kamar, memasuki toilet untuk menyegarkan tubuhnya. Tidak ada niatan berendam di bath up, ia hanya menyirami tubuhnya dengan air kucuran shower.
Tak membutuhkan waktu lama untuk membersihkan diri, Lili segera keluar dari dalam toilet lalu memilih pakaian yang cocok untuk bepergian sekalian dipakai untuk kuliah nanti. Pilihannya jatuh pada baju putih serta jeans hitam dan juga tas slempang untuk membawa ponsel, rambutnya ia biarkan tergerai dengan indah.
Hanya memakan waktu dua puluh menit untuknya bersiap, tak ingin berlama-lama Lili melangkahkan kaki menuju tangga. Dilihatnya di bawah sudah berkumpul keluarganya, hanya menunggu dirinya saja.
"Sudah siap?" Tanya Nugroho.
"Sudah, dad. Let's go!"
Keluarga kecil itu memasuki satu mobil yang sama, jarak antara rumah ke bandara hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit saja karena lokasi rumah yang letaknya strategis. Di belakang mobil yang Lili tumpangi, terlihat ada sebuah mobil Porsche yang mengikutinya. Pemilik mobil tersenyum smirk di dalamnya, ia memang sudah merencanakan hal ini jauh-jauh hari.
"Anderson jangan bepergian terlalu sering, kasihan Lili ditinggal sendiri dirumah." Ujar Olivia, ia menatap anak-anaknya satu persatu.
"Lili sudah besar, mom. Tak perlu di buntuti pasti ia sudah bisa menjaga diri dengan baik, berlama-lama dengannya membuatku mati bosan." Keluh Anderson.
Seringkali ia diminta Nugroho untuk menjaga adiknya, tapi berakhir adegan saling pukul dan lempar kulit kacang. Adiknya terlalu bar-bar untuk ukuran seorang gadis, entah menyidam apa Olivia saat mengandung adiknya.
"Kak Anderson benar, lagian aku tidak mau di kawal dia. Please mom, aku sudah besar sekarang."
Terdengar tawa kecil dari bibir Olivia. "Bagi mom, Lili masih anak kecil kok."
Mendengar hal itu mau tak mau membuat Lili merajuk, inilah sifat aslinya jika bersama keluarga.
Seakan teringat sesuatu, Lili mencari tasnya yang ia taruh di jok paling belakang. Tadi Nugroho sempat meminta bantuan untuk mengangkat koper, hingga ia menaruh asal tasnya. Matanya sibuk menelisik jok belakang, berharap tasnya ketemu.
Tak sengaja netranya melirik mobil di
belakangnya, tak ada yang aneh sampai ia meneguk ludah kasar ketika mendapati plat nomor kendaraan tersebut.
Celaka! Lili yakin jika di dalam mobil itu terdapat orang yang harus dihindarinya, Lili yakin dimanapun orang itu berada maka ia selalu menambahkan namanya disana.
Ya tuhan, jangan sampai orang itu kembali- harapnya dalam hati.
Lili segera merapikan duduknya sesaat setelah mendapatkan tas yang ia cari, jantungnya bergedup kencang ketika melihat mobil dibelakang mengikuti kemana arah mobil yang ia tumpangi.
Genggaman tangannya semakin berkeringat dan bergetar, disaat itu pula ponselnya bergetar pelan. Ia mencoba menetralkan suasana hatinya, dengan cermat ia membaca pesan dari nomor tak dikenal.
-Sudah melihatku, sweetheart?-
Runtuh sudah pertahanannya, pesan singkat tersebut adalah awal dari berakhirnya kehidupan tenang Lili.
Mengambil napas sebanyak-banyaknya, ia melirik kaca spion, dan tentu saja orang itu masih setia mengikutinya.
"Kau kenapa?" Anderson sepertinya menyadari sikap aneh adiknya, yang tadinya semangat mengoceh kini diam gemetar.
Lili menggeleng. "Aku tidak apa-apa."
Tidak, Lili tidak yakin dengan apa yang diucapkannya. Ia terlihat baik-baik saja,
namun di dalam hatinya menyimpan ketakutan luar biasa.
Orang itu berbahaya, sangat berbahaya.
Hingga mobilnya berhenti disekitar bandara.
"Nah, sudah sampai." Ujar Nugroho.
"Cepat sekali." Gumam Lili tanpa sadar, hal itu didengar Anderson yang berada tepat disampingnya.
"Apanya yang cepat, bahkan dad mengemudikan dengan kecepatan sedang."
Lili terhenyak dari lamunannya saat mendengar perkataan Anderson, ia melihat sekeliling ternyata hanya dirinya yang masih berada di dalam. Sedangkan Anderson baru saja menutup pintu mobil, dengan hati-hati ia mencari keberadaan orang itu tapi tidak ada.
Nugroho dan Olivia bergantian memeluk Anderson, Lili segera melangkahkan kaki menghampiri mereka.
"Jangan sering absen di kantor, jaga adikmu dengan baik." Itulah pesan yang di ucapkan sang ayah.
Anderson mengangguk. "Siap, dad."
Lalu beralih pada Lili. "Jadi gadis yang anggun, dad sudah menyuruh penjaga dan kamu tidak bisa menolak."
Lili hanya menyengir kuda, sudah ada rencana tersusun diotaknya untuk menjauhkan dirinya dari bodyguards sang ayah.
"Kalian jaga diri baik-baik, kita tidak akan lama disana."
Olivia mencium dahi sang anak, Anderson dan Lili begantian, terpancar kasih sayang keibuan yang teramat dimatanya.
Setelah memastikan Olivia serta Nugroho masuk ke gedung bandara, barulah Anderson dan Lili masuk ke dalam mobil. Lili masih tidak bisa tenang selagi orang itu berkeliaran diwilayah tempat tinggalnya, bagaimanapun hal-hal yang tidak diinginkan dapat terjadi kapan saja.
Sementara orang yang berada tak jauh dari posisi Lili kini memandang dengan datar, tapi matanya tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Ada rasa kerinduan yang teramat pada sosok gadisnya, bahkan ia rela menjauhi orang yang dicintainya selama satu tahun. Tapi kali ini ia tidak akan memberikan waktu selama itu untuk gadisnya berpikir, dengan paksaan pun akan dilakukannya demi mendapatkan sang pujaan hati.
Berada jauh dari sang gadis, serta hanya memantau secara diam-diam membuat dirinya seperti pengecut. Bukan kemauannya melakukan itu, tapi keadaan lah yang memaksanya. Sudah cukup kesabaran dan penantiannya selama ini, waktunya pembuktian cinta untuk gadisnya.
Cengkeraman tangannya semakin mengeras menekan stir kemudi, netranya mengikuti arah kemana mobil yang ditumpangi gadisnya pergi. Rasa cintanya tidak akan berubah meski sudah sekian lama ia menunggu, menunggu waktu yang tepat untuk memiliki gadisnya dengan utuh.
"Lili Jils Nugroho." Gumamnya dengan penekanan penuh.