Mimpi buruk Zulla sirna sudah. Gadis kecil itu tak lagi takut memejamkan matanya di kala malam. Wajahnya hanya akan dihiasi senyuman di setiap harinya nanti. Zulla yakin, kepulangan Marsel hari ini akan membuat hidupnya kembali berubah indah. Tidak ada lagi tangis yang melanda.
Dalam hitungan detik, Zulla sudah tertidur pulas terbawa suasana bahagia. Sampai-sampai, Zulla tidak ingat akan kata-k********r nan pedas dari bibir Sherly siang tadi di sekolah.
Waktu terus berjalan, malam begitu cepat berlalu. Hingga Zulla tak sadar kalau dia sudah tidur cukup lama dan sekarang waktunya bangun untuk kembali ke rutinitasnya sebagai pelajar.
Bibir tipisnya pun tak ada hentinya bersenandung ria menyanyikan lagu yang dia suka. Seragam khas sekolahnya yang dipakai setiap hari rabu dan kamis pun sudah melekat di tubuh mungilnya.
Acara sarapan juga sudah dilewatkan. Marsel ada menemaninya di meja makan tadi, namun ayahnya itu belum bisa mengantarnya ke sekolah. Zulla memang sedikit kecewa, tapi kembalinya Marsel sudah lebih dari cukup untuk membuatnya gembira.
"Wajah lo cerah banget hari ini, Zul? Lagi PDKT sama kakel ya lo?" goda Becca yang datang entah dari mana asalnya.
"Lo ngagetin gue aja bege." dengus Zulla seraya membenahi tas ranselnya yang merosot akibat lengannya disenggol Becca.
"Halah... Ngaku aja lo, lagi PDKT sama Kak Brian 'kan?"
Becca tak henti-hentinya menggoda Zulla seraya menunjukkan wajah cerianya. Gadis berambut keriting bagaikan mie instan itu juga menunjuk-nunjuk wajah Zulla menggunakan kedua jari telunjuknya.
Jari telunjuk Becca yang tadi menunjuk-nunjuk wajah Zulla, kini berpindah ke pinggangnya dan hal itu bisa membuat Zulla tertawa kegelian seraya menghindari serangan Becca.
"Gue enggak lagi PDKT ya." elak Zulla yang memang tidak sedang dekat dengan kakak kelas atau teman seangkatannya.
"Gue enggak percaya. Ngaku enggak lo? Ngaku deh, ngaku..." Becca masih gencar menggelitik pinggang Zulla, meski mereka sedang ada di jalan.
Beberapa orang yang berdiri di sisi jalan atau di depan ruang kelas tak sengaja terkena senggolan mereka berdua saat Zulla terus menghindar dan Becca tak henti menyerang.
Keduanya terus berlari menuju ruang kelas mereka yang sudah tak jauh lagi sekarang jaraknya.
"Enggak kena, wle..." Zulla sengaja menjulurkan lidahnya ke arah Becca agar gadis berkulit hitam manis itu kesal padanya dan mengejarnya lagi.
Keduanya sama-sama tidak memerhatikan langkah kaki mereka dan terus berlari di sepanjang lorong kelas. Bahkan sekarang, Becca melewati kelasnya sendiri dan berniat mengejar Zulla sampai kelas gadis itu.
"Tunggu lo, awas aja kalau sampai gue tahu lo lagi PDKT sama Kak Brian." ujar Becca sedikit kencang diiringi tawanya yang tak bisa berhenti.
Bruk!
"Aw...!" lengkingan suara yang mengaduh menghentikan langkah kaki Becca dan Zulla.
Beberapa orang di sana sudah menatap Zulla karena Becca tak sengaja mengatakan tentang PDKT dan Brian. Sekarang, karena kejadian ini, Zulla semakin saja diperhatikan oleh murid lainnya yang berkelompok sedang membicarakan apa yang menurut mereka asik.
Perlahan, Becca berjalan mendekati Zulla dan dia tidak menyangka siapa yang barusan terjatuh. Gadis yang berteriak tadi adalah Sherly. Benar, dia yang jatuh karena tak sengaja tabrakan dengan punggung Zulla.
Kedua dayang yang selalu setia di samping Sherly pun membantunya bangun. Mereka juga membersihkan rok Sherly yang kotor akibat terkena debu di lantai. Wajah gadis itu sudah terlihat marah seakan-akan dia ingin melahap Zulla.
"Lo kalau jalan pakai mata!" teriak Sherly dengan sepenuh tenaganya agar suaranya terdengar kuat.
Banyak murid yang melihat karena penasaran. Terlebih lagi itu adalah Sherly, gadis famous karena kepintarannya. Sedangkan satunya lagi, famous karena kepandaiannya. Meski Zulla juga memiliki paras yang sangat cantik, tapi dia lebih terkenal karena kepandaiannya.
Betul, tidak ada yang tidak mengenal Zulla di sekolah karena gadis itu sangat pandai. Setiap ulangan, dia selalu mendapat nilai sempurna. Bahkan, seorang guru pernah dengan sengaja memberinya soal latihan ujian milik kelas IX pada Zulla tanpa sepengetahuannya dan gadis itu mendapat nilai 100 dari 10.
"Sorry." hanya ini yang keluar dari bibir Zulla, karena dia juga tadi tidak tahu kalau Sherly ada di belakangnya.
Sherly yang tak terima kembali melangkah mendekati Zulla lagi seakan-akan dia ingin mencakar wajah gadis itu hingga puas namun kekesalannya hanya bisa tertahan. Mencakar wajah Zulla bukanlah solusi yang tepat karena dia juga tidak mau kalau orang tuanya dipanggil guru BP. Bukan karena Sherly takut dipanggil guru BP, namun Sherly takut uang jajannya dipotong besar-besaran oleh mama dan papanya.
"Mata lo buta ya?!" sentak Sherly lagi.
"Heh! Zulla udah bilang sorry ya sama lo meski bukan dia yang salah! Terus masalahnya di mana lagi bege?!" kali ini suara Becca yang terdengar melengking memenuhi kerumunan.
Zulla menahan Becca yang ingin lebih maju lagi. Dia juga tidak mau kalau Becca sampai kenapa-napa akibat dirinya.
"Bec, udah. Enggak usah ladenin Sherly." bisik Zulla agar Becca berhenti.
Seseorang datang dan membelah kerumunan. Ternyata orang itu adalah Vanko. Dia heran kenapa banyak murid berkerumun di dekat pintu masuk ke kelasnya sehingga menghalangi jalannya.
Lelaki itu menatap ke arah Zulla, Becca dan Sherly secara bergantian lalu berakhir menatap Zulla.
"Vanko... Untung lo dateng, gue sakit nih habis jatuh karena ditabrak sama tu cewek rese."
Tanpa punya rasa malu, Sherly berlari kecil ke arah Vanko dan langsung menggamit lengannya manja. Namun belum selesai Sherly menggandeng lengannya, Vanko sudah lebih dulu menghempaskan Sherly agar menjauh darinya.
"Lo barusan lari ke sini, terus lo bilang sakit?" tanya Vanko mengulangi apa yang dikatakan Sherly.
"Iya, gue sakit habis jatuh." angguknya manja.
"Mau gue bawa ke dokter?"
Kepala Becca menoleh seketika ke arah Vanko saat mendengar temannya bertanya seperti itu kepada Sherly. Begitu pula dengan Zulla yang tidak menyangka.
"Mau dong, kita ke rumah sakit sekarang?"
"Lo mau ke dokter hewan atau ke rumah sakit jiwa?"
Tawa menggelegar di sana. Semuanya menertawakan Sherly, tak terkecuali dengan dua temannya yang juga ikut menertawakan tapi langsung diam saat Sherly memelototi mereka berdua. Satu persatu dari mereka pun bubar dari sana dan lanjut ke kegiatan awal. Begitu pula Becca yang langsung kembali ke kelasnya. Sedangkan Vanko, dia mengajak Zulla segera masuk kelas.
***
"Anak-anak, ini ada titipan hasil ulangan kemarin dari Bu Mifta. Pesannya, untuk nilai yang di bawah rata-rata langsung menemui Bu Mifta besok di ruangan dan melakukan remedial satu kali. Untuk ketua kelas, tolong dibagikan ya." seorang guru matematika meninggalkan kelas tepat setengah menit sebelum bel istirahat berbunyi.
Denis, sang ketua kelas maju dan membagikan kertas tersebut. Ada yang bersorak senang saat mendapat nilai bagus dan ada yang kesal karena harus remedial. Sedangkan Zulla dan Vanko, mereka berdua deg-degan saat akan melihat hasil nilai ulangan fisika mereka.
"Hitung sampai tiga ya, kita buka bareng-bareng." ajak Zulla yang sudah sangat percaya diri kalau dia tidak akan kalah dari Vanko.
Kepala Vanko mengangguk mengiyakan, dia juga mengangkat jarinya memberi isyarat sesuai angka yang dihitung. Saat sampai angka ketiga, mereka langsung membalikkan kertas ulangan mereka sama-sama.
Mata Vanko dan Zulla sama-sama terbelalak setelah melihat nilai masing-masing. Sedetik kemudian, mereka sama-sama menghela napas.
"Yah, sama." desah Zulla.
Nilai mereka sama-sama 100 dan tidak ada yang kalah ataupun menang. Mereka seri dan mungkin mereka akan mencobanya lain kali.
Bel jam istirahat berbunyi, pasangan sebangku itu langsung keluar kelas dan menghampiri Becca agar bisa ke kantin bareng. Ketiga anak manusia itu berjalan beriringan menuju kantin serta saling menceritakan apa yang terjadi di kelas.
"Jadi siapa yang menang dan siapa yang kalah?" Becca sangat antusias ingin mendengar jawaban kedua temannya.
Kepala Zulla maupun Vanko sama-sama menggeleng. Hal ini jelas membuat Becca bingung sampai gadis itu mengerutkan keningnya karena tak paham.
"Kalian dapet nilai jelek semua?" tanya Becca heran meski dia tidak yakin kalau Zulla mendapat nilai di bawah rata-rata.
Lagi-lagi kepala Zulla dan Vanko menggeleng seirama sampai membuat Becca gemas sendiri.
"Enggak ada yang kalah." sahut Zulla membuat Becca membekap mulutnya kagum.
Mata Becca juga melebar sempurna saat mendengar Zulla dan Vanko sama-sama mendapatkan nilai tertinggi. Sambil berjalan ke belakang, Becca melihat wajah Zulla dan Vanko secara bergantian. Dia mengagumi kedua temannya itu.
"Wuah... Kam-"
"Awas!" pekik Vanko saat dia melihat Becca akan tersandung batu tapi mode belakang atau bagian tumitnya yang hampir tersandung batu.
Sekali tarik, Becca sampai di pelukan Vanko. Gadis itu malah lebih kaget lagi saat Vanko menarik tangannya secara mendadak. Jantung Becca berdetak kencang karena efek kaget yang melanda.
Bukan hanya Becca yang kaget, tapi Zulla pun sama kagetnya. Dia juga tidak tahu kalau tadi Becca akan tersandung batu.
"Ken-kenapa?" tanya Becca heran sembari menjauh dari tubuh Vanko secara perlahan.
"Lo kebiasaan banget sih jalan ke belakang. Emang mata lo ada empat apa yang dua di kepala? Kalau tadi lo jatuh gimana? Enggak mikir banget sih lo."
Zulla terperangah, dia heran kenapa Vanko semarah itu kepada Becca karena gadis berambut keriting itu hampir tersandung.
"Vanko, lo kalau ngomong jangan sembarangan dong. Becca juga enggak tahu kalau dia bakalan jatuh kali." Zulla menyela karena dia takut Becca sakit hati atas perkataan Vanko barusan.
"Sorry, gue kelepasan."
“Gue juga mau bilang makasih udah nolongin gue." sahut Becca dengan nada lirih.
Ketiga remaja itu lanjut berjalan menuju kantin sebelum nanti semakin ramai. Bisa-bisa tidak kebagian tempat mereka kalau sampai semua bangku sudah terisi.
Tak sampai satu menit, mereka sudah sampai di kantin dan untungnya masih mendapat tempat duduk yang kosong. Vanko memilih memesan makanan yang akan mereka santap. Sedangkan Zulla dan Becca, mereka sama-sama menunggu sampai Vanko kembali.
"Nih minumannya." dua cup gelas berisi minuman berwarna oranye terhidang di depan Zulla dan Becca.
"Thanks." sahut kedua gadis itu secara bersamaan.
Sambil menunggu bakso mereka datang, mereka sama-sama diam dan menikmati es rasa jeruk tersebut. Entah kenapa, suasana berubah menjadi canggung setelah kejadian tadi.
"Eh iya, karena kalian 'kan dapet nilai sama nih? Berarti yang ditraktir gue dong?" Becca menaikkan sebelah alisnya menatap Zulla dan Vanko secara bergantian.
Gadis itu mengalah akhirnya, karena merasa tak nyaman juga kalau harus diam terlalu lama padahal mereka tidak bertengkar.
"Yang ditraktir lo?" heran Zulla.
"Iya dong, gue yang ditraktir martabak manis sama es doger." cengir Becca.
Bukannya jawaban, Becca malah mendengar tawa yang cukup kencang dari mereka berdua. Bibir Becca hanya mendesis karena tak dianggap.
Sudah satu menit berlangsung, tapi mereka berdua belum juga berhenti tertawa dan membuat Becca semakin kesal.
"Ih... Ya udah kalau enggak mau beliin, gue bisa beli sendiri." dengusnya khas anak remaja.
"Karena gue lagi seneng, nanti bakal gue traktir deh." kali ini ganti Zulla yang menaik turunkan sebelah aslinya.
"Seneng kenapa lo? Tebakan gue bener ya? Lo lagi PDKT sama Kak Brian?" lagi-lagi Becca antusias membahas masalah PDKT.
Mendengar itu, d**a Vanko terasa sesak. Dia merasa tidak terima kalau Zulla dekat dengan lelaki lain. Apalagi Brian, kakak kelas yang selama ini digosipkan menyukai Zulla dan dia seorang playboy.
"Cis... Siapa juga yang mau PDKT sama playboy kayak dia."
Lega, Vanko lega mendengarnya. Jawaban Zulla berhasil membuatnya tenang. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi sekarang.
"Terus, apa yang bikin lo girang banget kayak gini dari pagi?"
"Kemarin, Ayah gue balik dan udah enggak ninggalin gue lagi."
Kabar besar bagi Becca dan Vanko. Mereka berdua senang mendengar kabar ini, terlebih Becca yang sangat tahu bagaimana dulu susahnya Zulla mencari ayahnya. Tak beda jauh dengan Vanko, meski dia belum tahu secara jelas, tapi dia ikut senang kalau Zulla senang.
"Wah... Gue ikut seneng ya, Zul." Becca memeluk teman dekatnya upaya mengungkapkan rasa senangnya.
***
Next...