Max menatap satu-satunya perempuan yang kini ada di depannya sedang melahap masakan yang baru saja ia buat. Max memperhatikan setiap kali perubahan yang Emily tampilkan di wajahnya
Emily balas menatap Max tapi hanya sebuah kedikan bahu sebelum melanjutkan makannya hingga seperti biasa dia akan menghabiskan semua masakan yang di buat Max.
Sisa 23 hari lagi lalu Max akan pergi lagi dari apartemen itu, artinya Emily hanya akan menikmati masakan Max selama 24 hari dari sekarang. Semoga saja setelah Max pergi nanti lelaki itu menyimpankan resep rahasia memasaknya hingga Emily bisa meniru apa yang Max lakukan.
“Kamu terlihat senang?” Tanya Max buka suara hingga perkataan Max barusan nyaris membuat Emily tersedak.
Emily segera meneguk air mineral setelah itu membalas pertanyaan Max sambil tersenyum, “Tentu saja aku senang karena setelah sekian lama terus diteror Naura akhirnya aku bisa menyelesaikan naskahku tadi pagi.” Jawab Emily sebelum gadis itu mengambil tasnya di kursi sebelah.
“Terima kasih atas masakanmu pagi ini Max, aku sangat suka kamu memasak seperti ini, lain kali aku harus mengajakmu pergi kesuatu tempat untuk menebusnya. Sekarang aku harus kembali bekerja dulu, Bye!”
Max memastikan Emily benar-benar sudah pergi jauh dari apartemen setelah itu Max mulai membersihkan setiap sudut apartemen Emily yang berantakan sehingga saat perempuan itu kembali apartemennya sudah bersih dan rapih.
Memang tugas Max di sana bukan untuk menjadi pembantu bagi Emily hanya saja penciptanya belum memberikan Max akses untuk bertindak lebih jauh lagi dengan tubuh Humanoid nya.
“Sampai kapan kamu hanya akan membiarkan Humanoidmu mendekam di dalam apartemen sepupumu?” tanya profesor sambil mengigit roti lapisnya. Diana mencibir melirik kesal pada pria berkepala empat yang berdiri disampingnya ini.
“Max belum siap untuk keluar karena daya yang bisa Max pakai jika dia beraktifitas keluar akan membuatnya cepat lemah. Kau tau ponsel jika kehabisan daya? Maka Max juga akan seperti itu.”
“Lalu untuk apa kamu menitipkan Max di sana jika dia belum siap?” Profesor menatap Diana bingung.
“Hanya kasihan dengan sepupu malangku yang hidup sendirian.”
Profesor menggelengkan kepala dengan jawaban Diana. “Tapi bagaimana kau mencegah Emily untuk mengajak Max keluar jalan-jalan atau mungkin sekedar menikmati minuman?”
“Max itu robot mana bisa dia minum?”
“Kau bilang akan memberikan Max fasilitas itu.” Sahut Profesor yang memicu perdebatan di antara mereka berdua.
“Tapi aku belum tau caranya. Diamlah! Aku masih berpikir untuk mengupdate, jadi jangan mengganggu konsentrasiku, oke!”
Profesor kembali mengigit roti lapisnya lalu meninggalkan Diana dengan pekerjaannya. Diana melirik profesor dengan mencebikkan bibirnya, “Dasar tukang protes.” gumamnya.
“Aha, aku masih dengar umpatanmu, Nak!” sahut Profesor dengan santainya sembari duduk di kursi kebesarannya.
Diana mulai merancang di komputer sebelah dengan setiap perincian yang akan ia lakukan di dalam diri Max termasuk menambahkan fasilitas agar Max bisa terlihat seperti manusia normal dengan cara membuat Max bisa makan walaupun mesin tidak bisa mencerna makanan seperti manusia.
Selain itu juga Diana harus menyelesaikan proses pemurnian baterai yang saat ini masih dalam proses pengembangan dan pengujian. Baterai itu nantinya akan dipasangkan di dalam tubuh Max agar Humanoid itu bisa pergi kemanapun tanpa takut sumber dayanya akan habis.
Hanya saja Diana tidak tau kapan baterai itu dapat segera dipasangkan di dalam tubuh Max. Semoga bisa dengan segera karena Diana memang ingin meningkatkan kualitas calon masa depannya. Humanoid itu adalah jalan satu satunya untuk menjadi kaya.
Jalan satu-satunya adalah segera menyelesaikan proses penyempurnaan baterainya lalu semua akan lebih mudah untuk di kendalikan.
Tampilan 3 dimensi dilayar utama di bongkar oleh Diana untuk menambahkan beberapa bagian di dalamnya. Komputer di sebelahnya mengamati tiap tindakan yang Max lakukan saat ini karena semua tindakan Max ada dalam pantau Diana.
____
Max memperhatian tiap foto dan lukisan yang ada didinding apartemen Emily sekaligus tiap detail perabotan yang menjadi penghias ruangan. Max tidak menyentuhnya karena ingat jika sistem yang tertanam didirinya harus dilaksanakan.
Kecuali remot tv. Max akan menghabiskan satu harinya untuk melihat berita atau tayangan apapun yang ada ditelevisi karena dengan begitu Max dapat mengenali tiap wajah orang yang ia lihat sekaligus mempelajari bahasa yang mereka gunakan selain itu juga Max akan meniru tiap perbedaan raut wajah yang para manusia ditelevisi itu lakukan.
Seperti tersenyum, marah, sedih dan berbagai ekspresi lainnya yang jarang Emily tampilkan. Max mencoba melengkungkan bibirnya membentuk senyuman seperti apa yang orang lakukan didalam televisi yang saat ini Max lihat. Terakhir ia tersenyum entah kapan, Max pun tidak ingat kecuali saat ia pertama kali datang ke apartemen Emily, itupun Max tersenyum karena dalam data yang tertanam di otaknya harus tersenyum saat pertemuan pertamanya dengan Emily, mungkin saat itu juga adalah senyum Max yang terakhir kali.
Namun senyumannya kali terlihat sangat kaku persis saat ia pertama kali tersenyum di depan Emily. Tak hanya itu Max juga menirukan orang yang sedang menangis tapi air matanya tidak mau keluar. Max juga menirukan bagaimana cara marah, memaki dan berbohong. Semua yang Max lihat ditelevisi di pelajari. Begitu terus hingga Emily pulang dari kantor.
“Hai Max, selamat sore ada berita apa hari ini?” Tanya Emily berjalan di belakang Max dimana mata lelaki itu masih kelayar televisi. Emily berjalan langsung ke arah lemari pendingin untuk mengambil air mineral.
Max berjalan menghampiri Emily menyentuh pundak Emily agar perempuan itu menatapnya, Emily menyemburkan air dari dalam mulutnya hingga membasahi baju yang Max kenakan.
“Max, kau tidak mungkin jadi gila karena hanya tinggal di rumah terus kan?” Bukannya marah, Max malah tersenyum membiarkan Emily berlari mengambil tissu untuk membersihkan baju Max.
“Mereka bilang pria akan terlihat keren saat tersenyum seperti ini.” Jawab Max. Emily menunjuk televisi.
“Maksudmu mereka yang ada didalam itu?” katanya yang di angguki oleh Max, seketika tawa Emily pecah saat itu juga, Max diam sambil menangkup wajah Emily, tawa Emily tiba-tiba menghilang sembari mengambil langkah mundur.
“Kamu cantik.” Ucap Max. Kali ini bukan Emily yang menyemburkan air dari dalam mulutnya melainkan Diana. Diana terlihat syok dengan apa yang baru saja Humanoid itu katakan.
“Sepertinya dia sudah rusak, Prof!” Teriak Diana. Profesor yang sibuk mengerjakan sesuatu ditempatnya hanya melirik Diana tanpa minat membantu Diana saat ini.
“Salahmu siapa suruh membiarkan Humanoid itu terus menerus dikurung didalam apartemen.” Celetuk Profesor masa bodoh.
“Dasar profesor tidak berguna.” Maki Diana sambil mengetik sesuatu untuk melihat seberapa besar processor Max menerima tiap detail data yang diterima karena jangan sampai Max menggunakan processornya melebihi batas kemampuan, bisa gawat.
“Profesor! Humanoidku sepertinya memang harus segera mendapatkan baterainya!” Teriak Diana dan lagi-lagi profesor mangabaikannya kali ini hanya kedikan masa bodohnya yang menjawab teriakan Diana.
Dilain itu setelah Max mengucapkan kalimatnya di depan Emily, Emily mengedipkan matanya beberapa kali setelah itu kembali tertawa keras.
“Kau pasti mempelajarinya dari televisi itu kan? Astaga, manusia macam apa yang Diana kirimkan ini.” Emily tidak bisa menghentikan tawanya terlebih Max mengangguk jika apa yang barusan ia katakan itu memang Max pelajari dari apa yang dilihat dan didengarnya dari televisi.
Tawa Emily semakin kencang tidak peduli jika image nya akan rusak didepan Max. “Astaga Max kau lucu sekali.” Emily harus memegangi perutnya yang terasa keram karena tawanya sendiri. Namun Max hanya memandangnya dengan kepala di telengkan sebelah.