Ruangan kantor Alex terasa penuh sesak dengan kehadiran Natasha di dekatnya. Padahal, ruang kantor yang terlihat kental nuansa maskulin itu, sangat luas hingga masih mampu menampung lima puluh orang masuk di dalamnya. Namun, entah mengapa Alex merasa demikian.
"Selamat pagi, Bos!" sapa Juan yang tiba-tiba hadir memecah keheningan di antara Alex dan Natasha.
"Pagi!" balas Alex sok cuek, padahal dalam hati bersorak senang, sebab ada makhluk lain yang menemaninya di tengah sikap alergi Alex terhadap perempuan di dekatnya itu.
"Kirain bakal terlambat datang ke kantor, ternyata duluan dia nyampenya," kekeh Juan.
Tak mendapat respon, pandangan Juan pun beralih pada sosok gadis yang berdiri di dekat meja sahabatnya itu.
"Hai, Nat! Gimana hari pertama kerja bareng Alex? Susah enggak bangunin tuan muda ini?"
"Biasa saja, Pak. Karena ini semua sudah menjadi tanggung jawab saya," jawab Natasha, sedikit tegas.
Juan tampak terpukau dengan wajah gadis cantik yang saat ini terlihat di depannya.
"Nat, kalau Alex macem-macem, kamu bilang saja sama aku, yah? Biar nanti aku sampein ke Ny. Renata, mommy-nya."
"Juan! Kamu sejak kapan suka bergosip? Kedatangan kamu pagi ini untuk kerja atau cuma mau mengobrol dengan pengasuh baruku?" sahut Alex sinis.
"Ck, Alex. Kamu itu serius sekali jadi orang. Pantas saja sampai umur kamu tiga puluh lima tahun, masih belum ada wanita yang mau kamu ajak nikah."
"Bukan tidak ada wanita yang menolak kuajak nikah, tetapi memang akunya yang tidak mau."
"Terserah! Menurutku sama saja. Yang jelas, hidup kamu itu terlalu serius. Enggak asik," protes Juan, kemudian duduk di bangku, berseberangan dengan bangku Alex.
Natasha yang tidak mau peduli dengan obrolan dua pria di depannya, memilih diam dan enggan ikut bicara.
"Bilang pada pengasuhmu itu, apa dia tidak capek berdiri terus di situ? Sikapnya seperti seorang ajudan pribadi saja." Juan yang melihat Natasha berdiri di dekat Alex dengan tatapan kaku cenderung serius, merasa risih dengan keadaan seperti itu.
"Katakan saja padanya sendiri. Itu bukan urusanku." Alex menjawab ketus.
"Nat, apakah kamu tidak ingin duduk? Jujur saja aku risih melihatmu berdiri seperti itu. Tanpa kamu berdiri begitu, Alex tidak akan kabur ke mana-mana, dan kamu masih bisa mengikutinya seandainya dia pergi."
Alex melirik sekejap ke arah sang pengasuh. Penasaran dengan sikap apa yang akan gadis itu tunjukkan setelah mendengar protes yang Juan sampaikan.
"Terima kasih, Pak Juan. Tapi, saya merasa nyaman dengan berdiri seperti ini."
Juan tak tahan dengan jawaban sok tegas yang Natasha berikan. Karena ia tahu dengan pasti, gadis yang berdiri di dekat atasannya itu tidak seperti yang saat ini ia tampilkan.
Lelaki itu pun beranjak, setelah melihat senyum tipis tersungging di bibir Alex seolah mengejeknya.
"Nat, aku tahu siapa kamu. Bersikaplah wajar seperti gadis yang aku kenal sebelumnya!" bisik Juan pelan, di dekat telinga Natasha. Sesaat gadis itu menoleh ke arah Juan, yang kemudian memberikan anggukan kepadanya. Seketika Natasha pun beranjak dari posisinya, dan memilih duduk di salah satu kursi yang sepertinya sudah Alex —ralat— Juan siapkan untuknya.
Alex yang melihat perubahan sikap Natasha, merasa tertohok dengan kepiawaian sang asisten sekaligus sahabatnya —Juan, dalam menaklukan gadis yang terlihat sok angkuh itu.
Sebuah tepukan tangan tanpa suara, Alex berikan sebagai sebuah penghargaan kepada Juan sebab sudah bisa membuat sang pengasuh sedikit menjauh dari posisinya.
"Jadi, Tuan Alex masih terkesima dengan aksiku barusan atau akan beranjak dari duduknya sebab meeting yang akan segera dimulai?"
"Sial! Aku hampir saja lupa. Semua gara-gara aksi sok kerenmu itu, Juan!" seru Alex, yang kemudian beranjak dari posisinya, untuk pergi menuju ruangan tempat rapat akan dimulai.
Kekehan serta tawa keluar dari mulut Juan yang pagi itu bisa mengerjai sahabat sekaligus atasannya.
"Kamu tidak perlu ikut kami rapat, Nat. Biar semua aku yang handle!" seru Juan sembari mengerlingkan sebelah matanya.
"Benarkah?" tanya Natasha tak percaya.
"Yup! Tenang saja. Aku lebih berpengalaman darimu dalam menjinakkan Alex."
"Juan?!" teriak Alex.
"Siap, Tuan!" sahut Juan dengan langkah kaki sedikit cepat, menyusul Alex yang sudah lebih dulu berjalan.
"Kau ini ingin aku kirim ke Afrika, ke kantor anak cabang yang baru buka apa?" ucap Alex.
"Kamu ini terlalu serius, Lex. Aku 'kan cuma bercanda."
Sang pewaris tunggal itu lebih memilih diam tak menjawab, dan terus melangkahkan kakinya menuju ruangan yang ternyata sudah dihadiri para peserta rapat.
Rapat dimulai oleh Juan sebagai moderator. Pertemuan pagi itu, adalah untuk menerima laporan dari masing-masing divisi di perusahaan. Alex tidak banyak bertanya dan bicara, pria itu memberikan kesempatan kepada masing-masing manajer bagian untuk melaporkan kinerja para karyawannya.
Sengaja memang ia mengadakan rapat di pagi hari, sebab setelahnya ia masih memiliki tangung jawab mempresentasikan mengenai kondisi keuntungan perusahaan pada sang presiden direktur, yang tak lain adalah ayahnya sendiri, Tn. Arthur Anderson. Laporan yang harus pria tua itu terima, sebelum mempresentasikannya di hadapan para pemegang saham di rapat tahunan nanti.
Hampir dua jam rapat berlangsung dengan kepuasan yang Alex dapatkan dari laporan masing-masing divisi.
"Saya minta bagi divisi yang saya bahas tadi, untuk segera memperbaiki kinerja para karyawan sebelum sidak dadakan saya lakukan."
Beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu menganggukkan kepala tanda mengerti.
"Baiklah, saya rasa rapat sudah cukup sampai di sini. Juan, silakan tutup rapatnya!"
"Baiklah, para Ibu dan Bapak manajer sekalian, seperti biasa laporan hari ini akan saya tunggu sebelum waktu jam kerja selesai," ucap Juan.
"Rapat saya sudahi sampai di sini. Jika ada yang ingin kalian tanyakan mengenai masalah rapat kali ini, kalian bisa temui saya di ruangan. Terima kasih atas kehadiran Bapak dan Ibu semua. Silakan kembali bekerja. Selamat pagi menjelang siang!"
Alex mendahului semua peserta rapat meninggalkan ruangan. Jadwalnya yang cukup padat, memaksanya bergerak dengan cepat dalam melakukan segala hal.
"Juan, tolong kamu siapkan semua berkas laporan yang harus aku presentasikan pada Tn. Presdir!"
"Baik."
Langkah kaki Alex begitu cepat. Namun, bukan hal baru bagi Juan mengimbangi langkah kaki sang bos setiap melakukan pekerjaannya.
Begitu masuk ke dalam ruangan kantor, tampak sang pengasuh begitu serius dengan tablet yang dipegangnya. Melirik sekilas ke arah Alex ketika masuk, tetapi kemudian melihat baris angka dan huruf di layar tablet-nya kembali.
"Tn. Arthur meminta pada Anda agar membawa Natasha serta saat presentasi nanti," jelas Juan memberi tahu sembari berjalan, lalu berdiri di depan meja Alex.
"Hah! Untuk apa?" seru Alex. Jujur saja, pria itu tak mengerti dengan keinginan sang papi untuk membawa Natasha, yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan untuk hadir dalam presentasi yang akan ia lakukan.
"Aku tidak tahu, Lex. Tn. Arthur hanya mengirim pesan berupa kalimat seperti ini, 'suruh Alex mengajak Natasha saat ia hendak ke ruangan saya, Juan!' begitu, Bos!"
Alex tampak termenung. Kemudian mencuri pandang ke arah Natasha yang duduk di bangkunya. Masih sibuk dengan tablet-nya, entah sedang apa.
"Aku tidak mengerti dengan mommy dan papi, mengapa senang sekali melibatkan perempuan itu dalam kehidupan pribadi atau pun pekerjaanku?"
"Ehm, mungkin mereka ingin menjodohkanmu dengan dia!" bisik Juan sedikit mencodongkan kepalanya.
"Tidak mungkin!" pekik Alex, membuat Juan melonjak kaget. Dan Natasha, yang sedang duduk agak jauh dari mereka pun tampak terkejut.
"Kau gila! Hampir saja aku mati jantungan karena teriakanmu."
"Itu bukan urusanku! Tapi, mengenai ucapanmu tadi jika benar maka aku harus menanyakan hal ini langsung pada papi."
Alex beranjak untuk segera menemui sang papi.
"Hei, pesan papimu, Lex!" ucap Juan mengingatkan Alex untuk mengajak Natasha.
"Kau saja yang menyuruhnya!" ketus Alex dan segera berlalu.
"Dasar, Alex!" umpat Juan kesal, tapi tersenyum.