TUJUH

1066 Words
Happy Reading and Enjoy Seminggu yang melelahkan, apalagi aku harus bolak-balik mengurus acara resepsi Jeremy-Amel di Jakarta. Acara tersebut memang sudah diurus oleh WO, namun tetap harus dipantau agar nantinya berjalan dengan lancar dan hasilnya sesuai dengan apa yang Amel inginkan. Sehari setelah acara di rumah, aku langsung ke Jakarta untuk mengurus semuanya, karena Amel yang langsung meminta dan aku tak akan bisa menolak sekalipun sangat melelahkan. Undangan sudah disebar, sejak 2 minggu yang lalu. Aku tinggal mengecek pengurusan dekorasi dan ini sangat melelahkan. Dengan membawa kamera yang selalu menemaniku, aku mengambil beberapa video yang akan ku jadikan bahan untuk videoku. Susahnya jadi youtuber, kemana mana aja harus repot bawa kamera, me-rocord sepenggal demi sepenggal kegiatan yang sedang dijalani. Ijab Kabul kemarin berjalan dengan lancar dan terasa begitu sakral, aku sampai menangis dipelukan Mama karena terharu dan ikut bahagia atas resminya Jeremy-Amel. “Gimana kak?” tanyanya dari seberang sana. “Lancar kok, tinggal beberapa aja yang mau dipasang” jawabku. Sekarang aku sedang berkomunikasi dengan Amel, dan keluargaku juga Keluarga Jeremy akan berangkat 2 jam lagi menggunakan kereta. Aku berbincang sedikit dengan Amel juga diselingi dengan suara Dafa yang merengek karena aku terlalu cepat berangkat. “Mbak” panggil Qilla yang tampaknya baru datang, membawakan bekal untukku, pagi ini aku ingin makan masakannya, dan Qilla langsung mengiyakan. “Nih, Pesenan Lo Mbak” katanya seraya memberikan bekal untukku. “Makasih sayang” ujarku seraya tersenyum lebar kearahnya. *** Aku mengenakan gaun berwarna coklat s**u untuk resepsi dengan tema modern hari ini, sejak 2 jam yang lalu, Amel sudah ditahan di ruangan khusus untuk make up, sedangkan aku hanya make up sebisaku. Bukan sebisaku sebenarnya. Tapi karena memang aku terbiasa membuat Youtube channel yang mengangkat content beauty. Jadilan aku mengunakan make up sendiri. Selain tau porsi untuk wajahku, aku juga mengunakan alat make up ku sendiri yang aku jamin cocok dengan wajahku. Karena jujur saja, wajahku cukup sensitive sampai kalau aku mencoba masker atau produk baru yang tidak cocok, langsung muncul jerawat atau bruntusan yang cukup mengganggu. Resepsi kali ini aku benar-benar free, dan bisa sesukaku mengambil footage acara Amel kali ini, tidak seperti kemarin yang aku hanya merekam beberapa moment saja, Karena harus memantau jalannya acara. Aku melakukan opening di kamar yang sudah disediakan oleh Jeremy untuk keluarga kami, bahkan aku melakukan opening hanya dengan mengenakan bathrobe dan belum menggunakan make up sama sekali. Setelah melakukan ritual make up dan mengenakan gaun yang sudah disiapkan oleh Amel aku langsung menuju ruang Make up dimana Amel ditahan sejak tadi. “Hai….” Sapaku, kamera menyorot pada Amel yang sedang didandani, hanya mengenakan bathrobe dengan gaun yang masih terpasang dipatung. Amel balas menyapa. “Gimana rasanya jadi nyonya Ardian?” tanyaku pada Amel. “Seneng banget sih, trus nggak nyangka aja bisa secepat ini” jawabnya dengan mata yang berbinar bahagia. Setelah acara tangis-tangisan beberapa malam lalu, semuanya baik-baik saja, dan ku harap akan selalu seperti itu. Amel mungkin ditakdirkan bahagia lebih dulu dari pada aku. Aku memang bahagia dengan kehidupanku yang sekarang, tapi memang orang lain akan menganggapku sudah bahagia ketika diumurku yang sebentar lagi akan menginjak angka 30 masih setia dengan status singleku?   “Mungkin ada beberapa dari kalian yang penasaran bagaimana kisah mereka, nanti aku akan melakukan Q&A bersama Amel-Jeremy” kataku ketika kami selesai berbincang karena Amel akan dikenakan gaun yang luar biasa berat. “Boleh kan, Dek” tanyaku padanya. “Boleh lah, Kak” jawabnya lalu Amel dibawa ke sebuah ruangan bersama dengan Gaun pernikahannya. Aku keluar menuju ballroom yang sudah mulai ramai, acara akan dimulai sebentar lagi, ruangan sudah dipenuhi oleh tamu undangan yang lebih banyak kolega Jeremy dan keluarga. Aku mengambil beberapa spot untuk bahan video nanti, lalu berjalan mendekati mama yang tengah berbincang dengan Papa. “Hallo ma, pa” sapaku seraya mengecup pipi Mama dan Papaku, dan meminta mereka untuk bergeser lalu menarik kursi agar aku bisa duduk diantara mereka. “Ma, gimana rasanya punya mantu” tanyaku pada Mama. “Seneng lah… apalagi kalau kamu yang nikah” aku langsung mencibir ke arah kamera dan mama juga papa langsung tertawa. “Udah deh ma, jangan bahas aku, kan Amel yang jadi topik pembahasan hari ini… kalau papa gimana rasanya?” tanyaku pada papa. “Seneng, ada yang jagain Amel nantinya, giliran kamu ya Kak” kata papa dengan wibawanya, Aku mendengus. “Ok Guys, cukup nyokap bokap gue aja yang minta untuk gue cepet nikah, kalian jangan” kataku berbicara pada kamera yang sudah menyala sejak tadi, lalu pamit untuk menyapa orang yang aku kenal. “Giris” panggilku seraya menepuk bahu seorang pria tinggi yang mengenakan jas juga kemeja tanpa dasinya. “Hai mbak” dia mencium pipi kiri kananku, Giris adalah sahabat Amel sejak awal masuk kuliah, aku tau pria ini menyukai Amel tapi tidak mampu mengungkapkannya sampai akhirnya Amel sah menjadi milik Jeremy. Dan dari dia juga aku dapat menyimpulkan bahwa, ‘Pria yang hanya diam akan kalah dengan pria yang berani bertindak dengan langkah cepat’ “Lama banget nggak ketemu” ujarnya padaku. Aku menganguk mengiyakan. Aku membuat video singkat, memintanya agar memberi ucapkan selamat pada Amel-Jeremy, dengan cara ini secara tidak langsung aku mengajarkannya untuk menerima kenyataan untuk melepaskan Amel yang sekarang tak lagi sendiri. Beberapa keluarga Jeremy yang ku kenal sudah mulai memasuki ballroom hotel tempat resepsi, juga pria yang sejak beberapa hari yang lalu membuatku ingin menyapanya dan mengobrol banyak dengan pria itu. Sial sekali… setelah sekian lama menghilang Hansen kembali dengan wajah baru, terlihat lebih segar dan tentu saja jauh lebih dewasa dari terakhir yang ku lihat. “Hansen” sapaku pada pria yang tengah mengobrol dengan beberapa teman Jeremy yang sudah mulai berdatangan dengan pasangan mereka masing-masing.  Tak banyak yang tau tentang hubungan singkat kami dulu. Kami sama-sama berada dizona nyaman kala itu, dia yang mampu menerimaku apa adanya dan aku yang sangat membutuhkan sosok itu ketika hidupku jauh dari keluarga. Kami kembali bersahabat ketika hubungan kami berakhir. Mungkin karena lama mengenal pria itu jauh sebelum akhirnya dia mengutarakan perasaannya padaku kala itu, jadi setelah itupun kami baik-baik saja. Hingga akhirnya dia pergi ke Belanda untuk melanjutkan study S2 nya di Negeri kincir angin itu. Baru saja aku hendak membuka mulutku untuk mengajaknya berbicara sebentar, namun…. “Gigi” suara bass itu kembali terdengar, setelah 2 bulan menghilang seolah ditelan bumi, dan aku menelan kembali kalimatku untuk Hansen. Reynald. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD