BRAK!
Bunyi pintu dihempaskan dengan sangat keras. Seorang wanita bertubuh sangat tinggi dan langsing, tiba-tiba saja memasuki ruangan kantor Attaya dan melangkah cepat-cepat ke arah Tiara yang terperangah dengan mulut menganga. Wajah pucatnya masih menyisakan bekas air mata yang belum sepenuhnya kering.
Seorang sekretaris diam-diam menutup pintu ruang kantor bos-nya tanpa berani menoleh ke dalam ruangan yang sedang didominasi suara wanita, seorang model top tanah air yang namanya telah mendunia.
"Kamu! Perempuan kampungan! Ada hubungan apa sama calon suami saya, ha?!" teriaknya kepada Tiara.
"DENA! Apa-apaan kamu? Siapa yang mau jadi suami kamu? Bukankah aku telah membatalkan perjodohan kita?!" Attaya tidak kalah berteriak kepada wanita semampai itu.
"Heh?! Dengar ya laki-laki berselera rendah! Biar gimana, kedua orang tua kita telah menjodohkan kita dari sejak kecil. Mau tidak mau aku sudah terjebak dan kita harus menikah! Untuk apa kamu peluk-peluk perempuan jelek yang tidak jelas identitasnya kaya dia?!" Telunjuk kurus yang panjang itu menunjuk hidung Tiara dalam jarak yang sangat dekat.
Mendapat perlakuan yang merendahkan dirinya seperti itu, Tiara seketika berdiri dan menepis tangan yang masih terulur ke arahnya. Dengan seringai sinis dan sorot mata menantang. "Bodoh sekali seorang wanita modern menerima perjodohan seperti jaman Siti Nurbaya." ujar Tiara lalu ia menoleh kepada Attaya. "Bisa antar saya dulu keluar dari sini? Setelah itu, selesaikan masalah kalian berdua!" Tatapan Tiara menghujam tajam kepada keduanya.
"Ah, tentu saja, Cantik. Ayo aku antar kemana pun kamu mau pergi," sahut Attaya seraya menggandeng pinggang Tiara yang sontak saja membuat Denada lebih murka.
Tangan panjang model itupun terulur dan mendorong punggung Tiara hingga gadis itu terhuyung ke depan. Namun, Attaya segera memeluknya sambil menoleh dan melotot kepada Denada. Hilang sudah kesabaran lelaki itu, dengan satu tangan ia memencet tombol yang terletak di samping pintu sementara tangan satunya melindungi Tiara dari balik punggungnya.
Sambil berdiri berhadapan dengan Denada, Lelaki yang wajahnya memerah menahan marah, menatap lurus-lurus sambil berkata dengan nada datar, "Bagaimana lagi caraku ngasih tahu kamu kalau aku tidak merasakan apapun padamu, Dena? Bukan aku tidak pernah mencoba, bahkan aku telah berusaha mencintaimu, tapi maafkan aku ... aku tidak bisa, kumohon, mengertilah Dena. Aku sayang kamu sebagai adik, tidak bisa lebih," tutur Attaya dengan nada frustasi.
"Gara-gara perempuan tidak jelas ini?!" seru Denada tidak terima. Ia melangkah mendekati Attaya, kedua matanya mengincar Tiara yang disembunyikan dibalik punggung Attaya. "Aku tidak rela dikalahkan oleh cewek kampung yang miskin itu!" Denada mengatakannya dengan penuh kemarahan.
Pintu dibuka dan beberapa orang keamanan masuk. Mereka terlihat bingung melihat tiga orang didalam ruangan dalam posisi yang tidak wajar. Satu gadis yang tadi dipeluk bos mereka tengah menempel pada punggung sang bos. Sementara wanita yang dikabarkan calon istri bos mereka melalui media masa dan tayangan televisi, tengah mengincar gadis yang sedang dilindungi oleh pimpinan tertinggi mereka.
"Kalian digaji untuk bengong?! Keluarkan dia dan ingat baik-baik wajahnya, jangan pernah ijinkan dia memasuki perkantoran ini lagi, Paham?!" perintah Attaya dengan tegas.
Denada terperangah mendengar perintah Attaya. Dia semakin murka karena harga dirinya bagaikan diinjak-injak saat itu dan yang menjatuhkan harga dirinya sampai ke dasar justru lelaki yang telah tumbuh bersama dari sejak kecil. "Ka-kamu? Seperti itu sikapmu ke aku?" Denada menerjang Attaya tapi keamanan dengan sigap memegang wanita itu.
"Berani kamu menjatuhkanku di depan kroco-kroco ini, akan kulaporkan pada papaku!" ancam Denada sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman keamanan.
"Tahan dia!" seru Attaya sambil menggandeng Tiara keluar dari ruangan itu lalu membawanya ke arah lift belakang. Lift yang biasa digunakan oleh office boy dan pegawai pantry di kantor itu.
"Maafkan adikku ya," ujar Attaya kepada Tiara setelah mereka di dalam lift.
"Adik tapi calon istri," ketus Tiara merasa jengah setelah menyaksikan drama percintaan Attaya bersama Denada.
"Aku harus jatuh cinta dulu sebelumnya jika mengatakan dia calon istri. Aku malah jatuh cinta pada wanita lain," sahut Attaya kalem.
"Hah? Siapa lagi itu? Banyak amat perempuan di sekitarmu?" Tiara terkejut dan merasa heran.
"Perempuan di sekitarku? Kamu gak lihat kalau yang bekerja padaku lebih banyak perempuan dibanding laki-laki, di semua kantorku. Kamu pikir aku jatuh cinta pada mereka? Ah, ada-ada saja omonganmu, Cantik," seloroh Attaya sambil terkekeh geli.
"Seharusnya kamu tidak perlakukan dia seperti itu, bagaimanapun juga sikap tadi tuh, melukai harga diri dan egonya," ucap Tiara merasa prihatin.
"Dia akan mencelakai kamu, lagipula, jujur saja, aku sudah lelah menghadapinya. Aku diperlakukan layaknya boneka," sahut Attaya, ada nada kepedihan dalam warna suaranya.
Tiara terdiam. Ia memang tidak tahu apa yang pernah terjadi pada hubungan mereka berdua. Cukup dia tahu bahwa Attaya tidak pernah mencintai wanita itu. "Lalu kenapa orang-orang tahunya kalian sepasang kekasih yang cocok dan kompak?" tanya Tiara heran.
"Semua karena dihembuskan oleh mamiku dan maminya dia. Mereka sangat menginginkan kami berjodoh. Apa alasannya, jujur aku gak tahu," jawab Attaya, tepat saat pintu lift terbuka dan antrian pegawai sedang menunggu di depan lift.
Semua orang terpaku dan terkejut melihat bos menaiki lift mereka serta menggandeng seorang gadis cantik yang penampilannya sangat biasa. Attaya segera membawa Tiara keluar lift dan orang-orang telat menyapanya, "Siang, Bos," ujar mereka serentak pada punggung Attaya yang sudah melangkah menjauh dari lift itu.
Attaya menghampiri sebuah mobil dan hanya dengan menyentuh pegangan pintu, kunci mobil pun terbuka. Ia membukakan pintu untuk Tiara lalu memutari bagian depan mobil setelah menutup pintu kembali.
"Kita ke suatu tempat ya, banyak yang ingin aku bicarakan," ujar Attaya sambil menoleh kepada gadis uang duduk di sampingnya.
Tiara tidak menjawab, ia hanya menghela napas, membuang wajahnya ke arah jendela mobil, ia sudah cukup tenang dari keadaan yang mengejutkannya secara terus menerus dan kini, menjadi beban pikiran baginya. Tujuan datang ke area perkantoran itu untuk melamar kerja melalui temannya, Fika yang sudah dua tahun bekerja di sana dan sudah memiliki gaji yang cukup besar.
Tak di duga dirinya akan saling bertabrakan dengan lelaki yang tidak diharapkan bertemu di manapun juga. Alih-alih merasa malu terhadap lelaki itu, ia justru mendapat malu dari seluruh orang-orang yang bekerja di sana. Alih-alih berlari menghindari lelaki itu tapi justru dia yang berlindung di dadanya!
Rasa malunya kini sudah sampai ke ubun-ubun. Apalagi kedatangan Denada yang merendahkan dirinya. 'Sumpah demi apapun juga, aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku di sana lagi,' batin Tiara sambil bergidik. Belum lagi ia kehilangan telepon genggam yang termahal dari yang bisa dibelinya. Menyedihkan.
"Lagi mikirin apa?" tanya Attaya melihat keresahan pada wajah Tiara.
"Banyak hal. Kini aku pengangguran dan kehilangan HP-ku," sahut Tiara dengan pahit.
"Jangan khawatir Tiara, Kamu tinggal bilang mau kerja di mana, aku akan mewujudkannya. mengenai HP-mu, karena itu salahku, aku akan menggantinya, tolong jangan menolak ya?" tandas Attaya sambil membelokkan mobilnya ke arah vila-vila di wilayah Puncak.
"HP boleh, kerjaan biar aku cari sendiri. Jelasnya aku tidak mau bekerja di kantormu lagi apapun itu," tegas Tiara tanpa menoleh kepada Attaya.
"Kamu bisa kerja pada temanku yang memiliki perhotelan dan lapangan golf. Terpenuhi kan maumu, yang penting tidak di perusahaanku, bagaimana?" tanya Attaya.
"Tunjukin aja kantornya, aku akan melamar sendiri tanpa titip-titipan." Tiara menoleh dan menatap lelaki itu dengan sorot mata serius.
"Baiklah ... kita sudah sampai, ayo turun," ajak Attaya sambil membuka pintu mobil.
"Untuk apa kita ke sini?" Tiara membelalakkan matanya, pikiran negatifnya tiba-tiba muncul melihat dirinya telah merada di halaman sebuah vila.
"Tenang, Tiara. Di dalam sana ada beberapa orang pelayan. Jadi, kita tidak berduaan. Ayo, aku lapar banget nih." Attaya membukakan pintu mobil bagi Tiara dan menuntun gadis itu memasuki ruang depan dari vila tersebut.
◇◇◇◇