Desa Dozhu

1135 Words
Perjalanan Zhou Fu dan Shen Shen menuju ke pulau pertama memakan waktu sekitar dua minggu. Di hari ke 14 mereka berhasil sampai di sebuah pulau yang bernama pulau Jidong. Zhou Fu dan Shen Shen tiba di pulau tersebut di waktu yang sangat tepat karena jika saja perjalanan laut mereka memakan waktu yang lebih lama lagi, tubuh Shen Shen yang lemah akan terkapar tak sadarkan diri akibat kelaparan dan kehausan. Bekal makanan mereka sudah habis tiga hari sebelumnya dan itu adalah hari ke 4 mereka tidak makan dan minum. Tubuh Zhou Fu masih cukup kuat untuk tidak makan berhari-hari, tetapi tidak dengan Shen Shen. Perempuan itu sudah merengek dan mengoceh panjang lebar karena tidak bisa menahan perutnya yang perih karena lapar. Dan hari itu, hari di mana mereka sampai di pulau Jidong, Shen Shen hanya menutup mulutnya rapat karena sudah tak memiliki tenaga untuk mengeluh atau mengomel. Pertama-tama, mereka tiba di Dozhu, sebuah desa yang terletak di pinggiran pulau Jidong. Desa tersebut sepertinya sangat ramai dan padat penduduk di lihat dari bangunan gerbang masuk desa yang cukup besar. Di beberapa wilayah, sebagaimana yang Shen Shen pelajari di buku sejarah, memberlakukan pengecekan identitas ketika akan memasuki sebuah tempat. Beruntung desa Dozhu tidak memberlakukan aturan tersebut sehingga Zhou Fu dan Shen Shen bisa masuk desa dengan mudah. “Fu’er, aku tidak biasa mengemis, kau bisa melakukannya untukku bukan?” Shen Shen memelas sambil menarik-narik pundak Zhou Fu, “lagi pula, pakaianmu lebih cocok untuk menjadi pengemis. Bagaimana?” “Tidak mau! Lebih baik aku menjadi kuli daripada mengemis!” Zhou Fu berjalan mendahului Shen Shen. Bruuuuggg…. Seorang laki-laki kekar yang sedang mabuk tiba-tiba menabrak tubuh Zhou Fu yang kebetulan sedang berjalan cepat. Meski lebih besar dan lebih kekar, pemabuk itu justru yang tersungkur jatuh ketika bertubrukan dengan Zhou Fu. “Kau mendorongku ya, dasar bocah kepar*t! Rasakan ini!” pemabuk itu bangkit dan bersiap untuk menyerbu Zhou Fu menggunakan tinjunya yang kekar. Orang-orang desa yang kebetulan melihat, semuanya berteriak bersamaan, “bocah pengemis!!! Lari sekuat sebisamu! Dia adalah anggota komplotan Taoqi yang berbahaya!” Beberapa orang memilih untuk menutup mata sebab mereka tahu seberapa kuat hantaman pukulan si pemabuk itu. Wushhh… Wushhh… Wuushhh… Berkali-kali pukulan si pemabuk itu bisa dihindari oleh Zhou Fu. Zhou Fu bahkan tida menggeser kakinya sedikit pun sementara si pemabuk nampak sangat kewalahan menjotos ke sana dan kemari tapi jotosannya selalu meleset. “Kepar*t! Aku terlalu banyak minum makanya tinjuku meleset terus. Tunggu sampai kutunjukan jurusku yang sebenarnya!” Pemabuk itu mengambil posisi, ia munder beberapa langkah dan bersiap untuk mengeluarkan sebuah jurus. Zhou Fu menunduk untuk mengambil seuatu di tanah. Zhou Fu memungut sebutir kerikil, dari beberapa kerikil yang dilihatnya, ia sengaja memilih yang paling kecil. Kerikil itu ia mainkan di tangannya sambil matanya masih mengawasi pergerakan musuh. “Bocah itu sepertinya lumayan juga,” seorang warga berbisik pada rekannya. “Ya, baru kali ini aku melihat ada seorang bocah yang tidak gentar melihat tubuh kekar Tang Quwo.” “Hiyyyaaaaa!!!!!” Pemabuk yang bernama Tang Quwo itu melesatkan tubuhnya ke arah Zhou Fu dengan kecepatan yang lebih cepat daripada lemparan busur panah. Tubuhnya melesat maju tiba-tiba berbalik arah, Tang Quwo melesat mundur dengan dua kakinya bergesekan dengan tanah hingga membuat debu-debu beterbangan. Ia kebingungan mendapati tubuhnya didorong ke belakang oleh sebutir kerikil yang bahkan lebih kecil dari upil di hidungnya. Bukan hanya Tang Quwo, para penduduk yang kebetulan melihat juga bingung dan sempat mengira jika jurus Tang Quwo sedang mengeluarkan jurus baru. “Itu bukan jurus baru! Dia pasti dikalahkan oleh bocah itu!” seseorang berkata setelah melihat raut wajah Tang Quwo semakin ciut seiring dengan kemunduran langkahnya yang belum berakhir. Braaaaakkk!!! Tang Quwo akhirnya menabrak gerobak daging milik seorang penjual daging cincang. Tang Quwo terengah-engah mengatur napasnya. Kakinya bergetar antara lelah menahan gaya dorong dari kerikil Zhou Fu dan juga ketakutan kalau-kalau Zhou Fu memberi serangan balik. Tang Quwo baru sadar jika ia salah memilih lawan. Zhou Fu tersenyum kecil. Akhirnya ia berhasil melakukan pengukuran kekuatan musuh. Untuk sejenak ia ingin memuji kakeknya sebab telah memberikan banyak latihan dan ilmu kepadanya. “Fu’er! Cukup! Sudah kubilang jangan mencolok!” Shen Shen mendekat dan berbisik kepada Zhou Fu. “Mencolok katamu? Aku bahkan diam saja di sini tidak menggeser satu kaki pun! Mencolok yang bagaimana maksudmu? Dasar perempuan memang aneh!” Shen Shen menjewer telinga Zhou Fu sambil menyeretnya untuk menjauh dari keramaian. Hou Fu mengaduh tapi itu tak membuat Shen Shen melepaskan jewerannya. Sepanjang berjalan sambil menjewer Zhou Fu, Shen Shen tidak berhenti membungkuk sambil meminta maaf kepada semua orang. “Maaf… Maafkan kami… Maafkan adikku ini memang sedikit nakal…” *** Matahari bersinar dengan sangat terik, Shen Shen dan Zhou Fu duduk menyandar sebuah bangunan penginapan untuk berlindung dari ganasnya sengatan matahari siang. Shen Shen yang tadinya diam karena lemas dan kelaparan, kini mengomel tanpa diminta. “Kuat saja tapi miskin, huh apa untungnya! Manusia itu butuh uang untuk makan dan hidup enak! Apa bagusnya memiliki kekuatan tapi miskin!” Kalimat tersebut setidaknya sudah didengar oleh telinga Zhou Fu sebanyak sepuluh entah sebelas kali. Karena merasa lelah mendengar omelan, Zhou Fu memutar langkah dan sepertinya ia berjalan memasuki penginapan. Shen Shen semakin kesal karena ditinggal tanpa permisi. “Huh, mau jadi pembantu di dapur kau di sana?!” Shen Shen menggerutu. Zhou Fu memasuki penginapan dan ingin mencari seseorang untuk dimintai pertolongan. Tanpa berteriak memanggil, ada seorang lelaki tua yang menghampirinya sambil tergopoh-gopoh, “Tuan muda… Tuan muda pasti lelah sekali. Mari-mari, saya bantu mencarikan kamar yang cocok untuk tuan muda. Anda ke sini untuk beristirahat bukan?” Lelaki itu memberi isyarat Zhou Fu untuk mengikutinya. “Ehm… Tapi… Tapi aku tidak memiliki uang sedikit pun,” Zhou Fu menggaruk-garuk kepalanya sebab ia sebenarnya memasuki penginapan untuk menawarkan bantuan tenaga untuk ditukar dengan upah. “Oh, tentu saja tuan muda tidak memiliki uang. Pasti tuan muda telah mengembara cukup jauh. Ah, apalah arti sebuah uang,” lelaki itu tersenyum dengan sangat ramah. Tentu saja ia menyambut Zhou Fu dengan keramahan yang berlebihan sebab ia memang akan diuntungkan jika Zhou Fu tinggal di sana beberapa saat. Penginapan milik kakek tua tersebut sangat sering didatangi komplotan bandit yang meminta uang dengan paksa. Dengan keberadaan Zhou Fu di situ tentu akan memberinya manfaat. Ia kebetulan menjadi salah satu saksi pertunjukan Zhou Fu bersama Tang Quwo. Dan pertunjukan tersebut setidaknya sudah tersebar dengan sangat cepat. Zhou Fu pun berjalan mengikuti si kakek tua. Kakek tersebut memilihkan kamar yang cukup luas untuknya. “Oh ya, tuan muda silakan membersihkan diri. Kami akan menyiapkan pakaian dan makanan untuk tuan muda, mohon ditunggu,” si kakek membungkuk dan mempersilakan Zhou Fu memasuki ruangan. Zhou Fu merasa sedang diserbu keberuntungan ia pun sepertinya lupa jika ada Shen Shen yang sedang kepanasan di luar.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD