five : almost heart attack

2175 Words
Pada akhirnya, Lara memilih untuk ikut Jala pergi ke ulang tahun Albert. Ia tidak bisa membiarkan Jala pergi sendirian karena tahu kalau kembarannya itu ceroboh dan seringkali juga bersikap impulsif tanpa peduli akan kemungkinan jangka panjang terhadap apa yang dilakukannya. Jika sampai Jala dibiarkan datang ke kelab malam itu hanya bersama dengan teman-temannya, kemungkinannya besar sekali kalau Jala akan melakukan sesuatu yang tidak seharusnya. Tidak peduli jika Jala sudah berjanji sekalipun, Lara tetap merasa sangsi. Karena ini Jala, kembarannya yang mudah terhasut dan ikut-ikutan orang lain. Kalau Jala melihat teman-temannya minum dan mabuk, maka ia juga bisa dipastikan akan melakukan itu. Meski sikap Jala seringkali menyebalkan, namun Lara tetaplah peduli dan sayang pada saudara kembarnya. Ia tentu tidak mau Jala melakukan hal yang belum seharusnya dia lakukan, terlebih jika hal itu merupakan sesuatu yang buruk. Apalagi kalau sampai papi mereka tahu, pasti beliau akan merasa sangat kecewa. Jadi, Lara akan ikut untuk menjaga Jala karena mau dilarang pun Jala terlalu keras kepala. He owes her big time for this. "Berisikkkk bangetttt," keluh Lara setelah mereka memasuki night club tempat pesta ulang tahun kakak kelas mereka diadakan itu. Keduanya pergi ke kelab ini dengan menggunakan taksi. Padahal Jala sempat ingin menyetir sendiri namun Lara mencegahnya karena Jala belum punya SIM. Selain itu, papi mereka juga tidak tahu kalau diam-diam Jala sudah bisa menyetir karena belajar menggunakan mobil temannya. Kalau mereka pergi dengan menggunakan mobil papi, sudah bisa dipastikan papi mereka akan tahu karena melihat lewat cctv yang ada di garasi. Sesuai perkataan Jala di rumah tadi, tidak ada halangan bagi mereka untuk masuk ke tempat itu meski mereka tidak menunjukkan KTP. Mereka cuma mengatakan ingin menghadiri pesta ulang tahun Albert, lalu penjaga yang ada di pintu depan langsung membiarkan mereka masuk. Duh, Albert ini benar-benar memanfaatkan kuasa dan kekayaannya dengan cara yang salah. Berbeda dengan Lara yang nampak tidak nyaman berada di dalam kelab malam yang ramai, memutar musik keras, dan beraroma campuran rokok dan alkohol, Jala justru merasa takjub bisa masuk kesana. Ia seperti baru melihat sisi lain dunia. "Wow, jadi begini rasanya ada di night club," ujar Jala sembari bertepuk tangan terpana. "Gue jadi merasa dewasa..." "Apaaa?" tanya Lara yang sama sekali tidak mendengar jelas perkataan Jala itu. "Nggak kedengerannnn. Berisik bangettt!" Jala tidak mengulangi perkataannya, ia justru mengamit lengan Lara dan membawanya untuk mencari rombongan Albert dan anak-anak sekolah mereka. Walau suka semena-mena dengan Lara, tapi Jala berusaha untuk melindungi kembarannya itu. Sebisa mungkin ia berjalan dengan melindungi Lara agar sang adik tidak menabrak orang-orang yang ada disana. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk mencari Albert dan rombongannya. Albert telah memesan beberapa table yang berbaris berdekatan dan semuanya sudah terisi oleh teman-teman mereka. Kedatangan Jala dan Lara pun disambut dengan heboh. "Broooo, kirain lo nggak dateng," ujar Albert pada Jala. Mereka melakukan bro hug dengan saling menabrakkan bahu. "Pasti dateng lahh, masa sohib gue ultah gue nggak ada," ujar Jala. "Siapa tau kan nggak boleh sama Papi," Albert meledek. Jala pun terkekeh. "Si Bos lagi dinas luar kota, makanya bisa kabur kesini." "Wahh, pantesan." Albert kemudian melirik Lara yang masih setia mengamit lengan Jala. "Hai, Lara. Tumben nih mau ikut nongkrong." Lara sebetulnya malas banget ketemu Albert karena kakak kelasnya yang satu ini merupakan salah satu pentolan sekolah yang lumayan ditakuti. Walau kata Jala, Albert itu baik, tapi perawakan dan auranya tetap menyeramkan bagi Lara. Albert mengajak Lara fist bump dan dengan setengah hati, Lara melakukannya. "Ya, nggak apa-apa, daripada sendiri di rumah," balas Lara tanpa menjelaskan bahwa sebenarnya ia ingin melindungi Jala dari pengaruh buruk Albert dan teman-temannya. "Anyway, happy birthday, Kak." "Thank you, Ra!" Albert nyengir. "Ayo, ayo, duduk. Kalian boleh pesen apa aja yang kalian mau! Bebas! Gue yang traktir!" Udah gilaaa! batin Lara dalam hati. Belum apa-apa juga Albert sudah serupa setan yang menghasut umat begitu. Lara memberikan Jala tatapan peringatan agar ia tidak memesan apapun yang mengandung alkohol, tapi Jala hanya cengar-cengir saja. Mereka pun berjalan menuju salah satu meja pesanan Albert yang masih kosong dan baru terisi beberapa. Lara mengenali beberapa teman akrab Jala yang sering main ke rumah ada disana. Namun, Lara secara otomatis langsung berdecak dan memutar bola mata begitu melihat seseorang yang dikenalnya juga ada disana. "Ngapain tuh orang ada disini?" sungut Lara yang hanya bisa didengar oleh Jala. Jala mengikuti arah pandangan Lara dan langsung paham kalau Anette lah yang dimaksud. "Dia kan kenal juga sama Albert." "Kita duduk di meja lain aja." "Udah lah disini aja, kalau lo ngehindar malah nanti dianggap Anette cupu. Mau lo?" Lara mendengus keras, tapi tidak protes lagi saat Jala mengajaknya untuk bergabung di meja tempat musuh bebuyutannya sudah berada duluan. Melihat Lara, Anette tentu langsung memberikan tatapan tidak suka. Sejak pertengkaran mereka tempo hari, keduanya memang tidak saling bicara lagi. Jala menyapa teman-temannya, sementara Lara langsung duduk saja dan melipat kedua lengan di depan d**a. Ia duduk tepat berhadapan dengan Anette. Dipandanginya Anette yang malam ini mengenakan mini dress berwarna hitam, membuatnya terlihat jauh lebih dewasa dari usia sebenarnya. Di tangan Anette ada segelas minuman berwarna biru yang Lara bahkan tidak tahu namanya apa. "Baru kali ini deh gue liat ada orang yang pergi ke night club pakai sweater gambar Mickey Mouse." Jelas sekali kalau yang disindir oleh Anette itu Lara, karena memang malam ini Lara mengenakan oversize sweater keluaran Disney yang tentu sangat jomplang dengan suasana kelab malam. Lara hendak menjawab, namun Jala mendahului, "Anette, lo jangan cari ribut lagi sama kembaran gue ya. Dia nggak ganggu lo, jadi mending lo diem aja. I don't like it when you talk shits about her." Anette langsung diam dan melengos, sementara Lara tersenyum menang karena pembelaan yang dilakukan oleh Jala. Peringatan Jala itu sukses membuat Anette tidak berani lagi mengatakan apapun pada Lara. Ia tahu kalau Jala merupakan salah satu teman akrab Albert dan tongkrongannya. Kalau cari gara-gara sama Jala, sama saja dengan cari gara-gara dengan pentolan sekolah. Setidaknya, malam itu Lara bisa sedikit tenang karena tidak perlu meladeni Anette. Ia membiarkan Jala bercengkerama dengan teman-temannya, namun ia terus mengawasi Jala dan memastikan kembarannya itu sama sekali tidak menyentuh alkohol. Untungnya, Jala kooperatif, dan teman-temannya juga tidak berani menawari Jala macam-macam karena ada Lara. Malam itu berjalan hampir lancar. Jala tidak minum alkohol dan seharusnya mereka bisa pulang dengan aman dan tenang sebelum jam sebelas sesuai perjanjian dengan Papi. Hanya saja, sesuatu yang tidak terduga tiba-tiba terjadi. Pukul sepuluh malam lewat sedikit, mereka semua dikejutkan oleh suara teriakan orang-orang yang ada di dance floor. Secara otomatis, Lara langsung menggenggam tangan Jala, begitupun sebaliknya. Jantung mereka langsung berpacu cepat ketika tiba-tiba saja terlihat beberapa orang berseragam polisi masuk dan dengan lantang berkata kepada semua orang, "SEMUA YANG ADA DISINI HARAP DIAM DI TEMPAT. KAMI AKAN MELAKUKAN PEMERIKSAAN." Jala dan Lara berpandangan horror. "Ra..." "Mampus kita, A..." *** Kepergian Hamdan ke Semarang sebenarnya menyangkut beberapa hal mengenai pekerjaannya. Selama seminggu disana, ia mengadakan meeting dengan beberapa klien dengan tujuan untuk melebarkan sayap franchise dari Rois Group di kota itu. Lalu, Hamdan juga akan menghadiri sebuah Business Expo tahunan yang kebetulan juga dilaksanakan di Semarang untuk tahun ini. Dalam Business Expo tersebut akan ada banyak pengusaha dalam berbagai bidang berkumpul dengan tujuan untuk memperluas jaringan, mendapatkan informasi peluang bisnis, bertemu para investor, hingga mendapat kelas monitoring bisnis. Kebetulan, Hamdan menjadi salah satu pembicara dalam Seminar dan Workshop yang termasuk dalam kegiatan Business Expo tersebut. Rencananya Hamdan akan pulang dua hari lagi setelah acara Busines Expo itu selesai. Sekarang ia baru saja selesai melakukan pertemuan dalam rangka sharing dengan beberapa pebisnis lain dari berbagai kota bahkan negeri. Hamdan merasa senang-senang saja karena dapat melakukan sharing dengan mereka, karena ia jadi bisa memperluas jaringannya, dan sempat juga membahas tentang kolaborasi bisnis dengan beberapa pihak. Namun, tidak bisa dipungkiri kalau Hamdan lelah juga setelah seharian beraktivitas. Ia sudah bekerja dari pagi dan sekarang sudah pukul sepuluh malam lewat. Karena itu, Hamdan ingin cepat-cepat kembali ke hotel dan beristirahat. Tapi tentu saja, ia harus memastikan anak-anaknya pulang ke rumah dulu sebelum itu. Pertemuan Hamdan tadi dilaksanakan di sebuah hotel yang berbeda dengan hotel tempatnya menginap. Kini Hamdan berada di lobi hotel, duduk di salah satu sofa yang ada disana guna memesan taksi lewat ponselnya. Hamdan baru saja hendak mengonfirmasi pesanan taksinya ketika tiba-tiba saja seseorang mengulurkan sesuatu padanya. "You dropped this." Hamdan mendongakkan kepala dan terkejut mendapati wajah yang tak asing. "Loh? Pak Hamdan kan ya?" Perempuan bertatapan dingin itu bereaksi duluan setelah melihat Hamdan, lantas ia tersenyum, seketika melunturkan aura dinginnya. "Bu...Ambar?" "Yes, that's me," jawab Ambar ramah. "Saya tadi cuma liat baju kamu waktu kamu jatuhin ini. Cukup terkejut karena ternyata ketemu Pak Hamdan disini." Hamdan pun ikut menyunggingkan senyum, lantas ia mengambil benda dari tangan Ambar yang ternyata merupakan kunci kamar hotelnya. Sepertinya terjatuh ketika Hamdan merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya saat berjalan menuju lobi tadi. "Terima kasih, Bu Ambar, saya betulan nggak sadar kalau ini jatuh. Anyway, saya juga nggak nyangka ketemu kamu disini." Ambar terkekeh. Ia pun duduk di sisi sofa yang kosong di sebelah Hamdan. "Kalau kuncinya hilang, lumayan tuh harus ganti uang." "Betul." Meski kenyataannya Hamdan tidak akan masalah jika harus membayar untuk mengganti kunci hotelnya yang hilang, namun ia terlalu malas untuk mengurus masalah itu. Jadi, ia merasa bersyukur karena kunci hotelnya ditemukan oleh orang baik yang langsung mengembalikannya. Mengejutkannya lagi, orang itu adalah Ambar, tantenya Anette yang tempo hari ditemuinya di ruang bimbingan konseling sekolah anak-anaknya. What a coincidence. "Pak Hamdan ngapain disini? Kerja?" "Iya. Tadi saya ada pertemuan sama rekan sejawat dan sekarang mau balik ke hotel tempat saya menginap. Ibu Ambar sendiri gimana?" "Oh please stop calling me Ibu, just call me Ambar. Lagipula, kayaknya kamu lebih tua dari saya." Hamdan hanya tersenyum kikuk menanggapinya. Ambar pun memberi jawaban atas pertanyaan Hamdan tadi, "Iya, saya disini kerja. Sama kayak kamu, saya juga abis ada pertemuan disini dan sekarang mau balik ke hotel tempat saya menginap." "Ah I see." Hamdan tahu kalau di ruang pertemuan lain di hotel itu, ada beberapa pertemuan lain. Jadi, kemungkinan Ambar ada di salah satu ruangan itu tadi. Iseng Hamdan bertanya, "Jangan-jangan kamu datang ke Business Expo dan habis ketemu sama orang-orang dari sana?" Ambar tampak kaget. "Loh? Kok kamu tau? Jangan-jangan kamu juga datang ke Business Expo?" "Iya." "Wow, kebetulan banget!" seru Ambar semangat. "Saya masih agak nggak nyangka deh. Our first meeting wasn't very good, kalau diinget-inget saya masih ngerasa nggak enak karena sikap Anette tempo hari." "Nggak apa-apa, itu juga udah lewat. No hard feelings." Senyum Ambar kembali merekah mendengarnya. Image dingin yang semula dirasakan Hamdan dari Ambar sepertinya tidak benar. She's actually a warm person. "Omong-omong, kamu dari perusahaan mana? Siapa tau nih, perusahaan kita bisa kolaborasi." "Saya dari Rois Group." "Wow, cool. Saya suka banget sama makanan-makanan restoran franchise-nya Rois." "Glad to hear that. Kamu sendiri darimana?" "Saya dari Metalic Esport." "That popular and big profesional esport team?" "Iya! Kamu tau?" "Nggak begitu tau, tapi anak laki-laki saya sering sebut-sebut Metalic Esport karena dia suka main game, dan katanya dia kepengen gabung kesana suatu hari nanti." Akhirnya, Hamdan dan Ambar mengobrol mengenai perusahaan mereka masing-masing. Hamdan bahkan sampai lupa kalau ia hendak memesan taksi karena tiba-tiba merasa asyik bertukar pikiran dengan Ambar. Padahal mereka baru bertemu, namun obrolan mereka mengalir lancar begitu saja, persis seperti Hamdan mengobrol dengan rekan-rekannya di pertemuan tadi. Mungkin karena keduanya sama-sama pengusaha. Hamdan pun jadi tahu kalau Ambar merupakan salah satu founder dari Metalic Esport dan kini berstatus sebagai COO disana. That's so great of her, pikir Hamdan. Karena Ambar sendiri bercerita mulanya ia membangun Metalic Esport semata hanya karena suka main game. Sampai pada akhirnya ia terjun ke industri esport dan menjadikannya sebagai bisnis yang menjanjikan. Setelah setengah jam berlalu, akhirnya mereka sadar harus sama-sama berpisah. Keduanya bertukar kartu nama. "Saya nggak tau apa perusahaan kita bisa berkolaborasi, karena dari segi jenis aja udah beda banget. But, it's really nice talking to you, Pak Hamdan." Hamdan tersenyum dan mengangguk menanggapi. "Nice talking to you too, Ambar." Lantas, Ambar mengulurkan tangan dan mereka pun berjabat tangan. Ini adalah kali kedua mereka melakukannya, namun atmosfernya jelas berbeda. Saat di ruang bimbingan konseling tempo hari, auranya tidak sesantai sekarang. "See you when I see you then?" tanya Ambar yang kini sudah bangkit dari duduknya. "See you when I see you." Setelah sekali lagi bertukar senyum, Ambar pun berlalu karena taksi pesanannya sampai duluan, sementara Hamdan masih harus menunggu. Beberapa menit kemudian, taksi Hamdan sampai. "Ke hotel Novotel Semarang ya, Pak," ujar Hamdan pada supir taksinya. Supir itu mengangguk, siap mengantarkan Hamdan ke tujuannya. Hamdan niatnya ingin memejamkan mata sejenak dalam perjalanannya menuju hotel. Namun, belum sempat ia melakukan itu, sudah ada telepon masuk. Penat Hamdan rasanya langsung hilang begitu ia melihat nama princess-nya tertera di layar ponsel. Tanpa berpikir dua kali, Hamdan menerima telepon itu. "Halo, Sayang? Udah pulang ya?" Bukannya mendapat jawaban yang mengiyakan kalau anak-anaknya sudah pulang ke rumah setelah mendatangi pesta ulang tahun teman mereka, Hamdan justru mendapat jawaban yang membuatnya merasa seperti nyaris saja terkena serangan jantung. Dengan suara bergetar Lara berujar, "Aku sama Aa Jala...ditangkap polisi, Pi..."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD