Chapter 4

1109 Words
Awan cerah yang indah di langit tiba-tiba mendadak menjadi mendung. Bagaimana tidak? Bisa dikatakan siaran langsung pernikahan Abraham dan Gadis yang disiarkan di IG oleh Abra dan disaksikan ratusan ribu perempuan yang memujanya itulah penyebabnya. Bukan maksud hati para perempuan itu berdoa agar pernikahan lelaki pujaan dan impiannya batal. Mereka hanya kecewa bahwa bukan salah satu dari mereka yang bersanding dengan Abra saat ini, melainkan perempuan lain yang kini tengah menikmati ciuman maut Abra. Menikmati? Tunggu dulu. Siapa bilang Gadis menikmati ciuman dadakan yang didaratkan Abra tiba-tiba ke bibirnya di bawah balon-balon yang ditebarkan ke udara dan riuhan tawa bahagia tamu undangan di luar masjid. Gadis hanya tak punya pilihan lain. Ia terpaksa dan merasa eneg sekaligus saat Abra hanya mengatakan lima kata sebelum dengan berani mencium gadis seperti sekarang ini, "Sorry, ntar lo boleh pukul gue." Hanya lima kata itu, ya, hanya lima kata itu saja Abra langsung mencium gadis dengan penuh gairah. Semula Abra juga tak ingin melakukannya, ia terpaksa karena hampir seluruh tamu undangannya meminta mencium Gadis yang dipanggil mereka Clara. Gadis bahkan belum sempat menatapnya tajam dan mengucapkan larangan. Ia bahkan terkesiap saat Abra melumat bibirnya. Tentu saja saat pertama kali Gadis merasakan bibir Abra, tubuhnya bereaksi menolak dengan sedikit mundur, tapi tangan besar Abra menahannya dengan memegang erat pinggulnya. Saat Abra melakukan jeda hanya demi membuat Gadis bernapas, ia hanya mengatakan. "Untuk ciuman ini gue akan berikan cincin di tangan lo senilai lima ratus juta itu secara cuma-cuma, jadi maafin gue." kata Abra. Gadis belum sempat mengucapkan pendapatnya kala sekali lagi Abra mendaratkan bibirnya di bibir Gadis. Entah mengapa, Abra merasa seolah bibir Gadis adalah candu untuknya. Belum pernah ia mengulang ciumannya seperti saat ini, meskipun ia melakukannya dengan Clara sekalipun. Rasanya berbeda. Tak ingin membiarkan Abra menikmati bibirnya terus menerus, akhirnya Gadis melakukan serangan. Ia memilih membalas ciuman Abra dan kemudian menggigitnya, membuat lelaki itu otomatis melepaskan ciumannya. Gadis tersenyum puas seraya menutup mulutnya dengan tangan kanannya. "Aduh, maaf sayang... Aku terlalu menikmatinya hingga tanpa sadar melukaimu." kata Gadis berpura-pura hingga disambut riuhan tawa tamu undangan Abra. Abra terpaksa membalas ucapan Gadis dengan senyuman hanya karena tak ingin menimbulkan curiga keluarga serta seluruh undangannya. Abraham John Frederick adalah putra tunggal Adam Frederick dengan Liliana Anggun. Adam Frederick meninggal saat Abra berusia lima tahun di persimpangan jalan di kota London. Liliana yang terpuruk akhirnya membawa Abra kecil tinggal di Indonesia. Selama lima tahun menyendiri, akhirnya Liliana memutuskan menikah dengan Hasan Agung Putra. Pernikahannya dengan Hasan menghasilkan tiga anak yang menjadi adik tiri Abra. Yang pertama adalah Naomi Anastasia Putra, yang kedua adalah Emily Maudy Putra dan yang terakhir adalah Johnatan Adi Saputra yang akhirnya merebut Paula dari tangan Abra dengan cara mengajaknya selingkuh saat masih berhubungan dengan Abra kemudian menikahinya. Pernikahan Liliana dan Hasan semula baik-baik saja hingga sebuah telepon rumahnya berdering. Sebuah telepon masuk dari sekolah Abra dan John yang mengabarkan bahwa Abra dan John telah melakukan perkelahian hebat hingga John pingsan. Dari situ semua percecokan antara Liliana dan Hasan terjadi. Semua sikap buruk Hasan kepada Abra yang menjadi awal pertengkarannya dengan Liliana dan itu berlangsung hingga dua tahun lamanya sebelum akhirnya Liliana memutuskan untuk mengirim Abra ke neneknya di London. Abra merasa kecewa dengan sikap Liliana, ia bahkan tak mengucapkan satu patah katapun saat Liliana mengantarkan Abra ke Bandara International Soekarno Hatta. Meski Liliana berjanji akan sering datang berkunjung ke London, Abra tetap tak senang. Bagaimana bisa seorang anak lelaki senang jika di dunia ini hanya ibunya saja yang ia miliki? Abra sudah menahan diri untuk menerima Hasan sebagai ayahnya, meski ya, Abra kecil selalu diam saat Abra mengacuhkannya dan selalu membuatnya bekerja selepas Liliana pergi bekerja di akhir pekan. Abra kecil menahan semua kepahitan yang ia terima. Tak memiliki Ayah, dan hanya seorang ibu. Dan kini ketika ia memiliki keluarga yang sempurana, nyatanya tak sebaik yang ia harapkan. Ia dihadapkan hari-hari yang sulit selama tinggal dengan Hasan. Adik tirinya John tak suka dengannya sejak awal, John selalu bilang bahwa Abra tak pantas tinggal bersama dengannya dan keluarganya karena mereka tak satu ayah. Hanya Naomi saudara Abra yang mengerti. Ketika semua komunikasi antara Liliana dan Abra yang jarang semenjak Abra tinggal bersama Oma Sofia di London, Naomi lah yang paling sering menyanyakan kabarnya lewat email. "Apa yang lo pikirkan?" tanya Gadis tiba-tiba saat memerhatikan dengan seksama kemana arah pandangan Abra. Gadis akhirnya mengikuti arah pandangan Abra dan menoleh ke belakangnya. Di sana Gadis melihat seorang perempuan blonde wajah Asia tengah menatap ke arahnya. Belum sempat Gadis bertanya, Abra telah menggenggam tangannya dan membawanya masuk ke dalam mobil. Resepsi pernikahan akan digelar malam ini juga di hotel Arya Duta Jakarta. "Aku perlu ke suatu tempat." kata Gadis kepada Abra. "Besok. Kamu bisa ke mana aja." kata Abra tanpa memandang ke arah Gadis sama sekali. "Sekarang. Tolong. Ini penting." kata Gadis memohon. Abra memandangnya sejenak sebelum mendesah berat. "Kau tahu. Kita ini sedang menikah, lihatlah ke belakang!" kata Abra seraya meletakkan tabletnya. Gadis menoleh ke belakang dan benar saja apa yang dikatakan oleh Abra, Gadis melihat puluhan mobil iring-iringan pengantin tengah berjejer rapi di belakangnya. Bahkan ada aparat kepolosian yang mengiringinya. Sebenarnya seberapa kaya sih Abraham? Gadis mendesah. Ia benar-benar kepikiran Clara. Melihat Gadis yang duduk mendesah di sebelahnya membuat Abraham benar-benar tak bisa mengacuhkannya begitu saja. "Apa yang kau inginkan?" tanya Abraham. Seketika itu pula Gadis menoleh ke arah Abraham dengan senyum yang membuat Abraham tak bisa berkutik dari senyum Gadis. Gadis benar-benar terlihat cantik alami dengan bibir yang merah merona. Ah, Sial! Lihat saja Abraham, ia benar-benar kesusahan mengalihkan pandangannya dari Gadis. Sebenarnya lo ini manusia atau jin jadi-jadian, sih? Kenapa gue jadi salah tingkah gini sih sama lo yang baru gue temuin hari ini? Abraham menelan ludah, ia berusaha menetralisir jantungnya yang berdebar-debar setiap kali matanya melihat bibir Gadis. Gue bener-bener bukan cowok m***m, kok! Bukan! Plis, konsen, Bra! Konsen! Dia bukan Clara calon istri lo yang bikin lo sampek melipat kaki lo buat ngelamar dia! Bukan! Kacau. Abraham benar-benar kacau, hingga semua yang dikatakan oleh Gadis benar-benar tak bisa masuk ke otaknya. "Abra! Kamu dengerin aku gak sih?" protes Gadis geram. "James... " panggil Abra pada bodyguardnya yang duduk di sebelah sopirnya. "Lo denger apa yang diceritakan Gadis? Bisa lo cari solusi dari masalah dia sekarang?" tanya Abra dengan aksen yang tegas. "Bisa Bos!" jawab James cepat seraya mengambil ponsel di sakunya dan menelepon seseorang. Gadis hanya bisa melongo melihat titah Abra yang langsung saja dijalankan oleh orang suruhannya. Apa Abraham ini juga merangkap sebagai presiden selain CEO?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD