Chapter 2

1097 Words
Gadis ingin berbalik dan pergi setelah mengenakan masker tapi tangan muda perempuan bule dengan sigap memegang lengannya dan mendelik lebar ke arahnya. Gadis menggeleng kuat-kuat membalas tatapan perempuan bermata biru itu, seolah mengatakan bahwa ia bukan Clara, si pengantin yang harusnya menikah dengan lelaki di depan penghulu. Gadis menarik napas, ketika pegangan di kedua lengannya mengendur, ia dengan sigap dan cepat berbalik lalu berlari pergi. Hampir saja ia mendekati pintu masuk masjid dan tak menghiraukan beberapa pasang mata yang memandangnya kaget karena pergi dari ruangan samping sebelah masjid, jika saja ia tak melihat beberapa petugas penagih hutangnya tengah berdebat dengan para keamanan Masjid agar pergi. Mata Gadis yang membelalak dan dirinya yang kaget itu seketika berhenti mendadak. Ia bingung. Jika ia tetap kabur dari Masjid, maka harimau akan memangsanya, tapi jika ia tetap berada di dalam dan membiarkan orang lain yang tak ia kenal mengira ia adalah pengantin perempuannya, maka masalah besar akan menghampirinya segera mungkin. "We don't have time! You have to follow us! " kata perempuan bule itu kepada Gadis. Gadis menoleh sejenak dengan alisnya yang bertautan. Ia pasrah ketika ia digiring masuk ke ruangan yang entah apa dan rambut serta wajahnya dirias dan dirapikan. Ia tak punya pilihan. Dalam hati ia berdoa kuat-kuat semoga Tuhan mengampuni dosa-dosanya. Sialnya para penagih hutang yang dikira Gadis telah pergi dari masjid, nyatanya malah menjadi tamu pernikahan palsunya. d**a Gadis bergemuruh hebat kala seorang perempuan tua paruh baya menyodorkan lengannya untuk ia gamit berjalan memasuki masjid. Mau tak mau ia sudah terlanjur basah dan lebih baik ia tenggelam sekalian dalam sandiwara sialan yang tanpa rencana ini. Hari ini baginya adalah kesialan luar biasa. Pikir Gadis. Sedang di ujung sebelah kanan dalam masjid, Abraham telah memandang Gadis dengan senyum yang sangat lega. Pesan teks dari Mutiara semalam yang mengganggu tidurnya tak terbukti benar adanya hari ini. Ia lega bahwa gadis yang ia cintai berjalan beriringan dengan bibinya, bibi anak dari oma Sofia, bibi yang merawat saat Abra berada di luar negeri. Merreka berjalan menuju padanya tanpa sedikitpun. Abra masih belum menyadari kalau Gadis itu bukan Clara- perempuan yang tak satupun keluarganya di Indonesia atau Los Angeles, atau rekan bisnis atau temannya tahu wajahnya. Hanya Mutiara, sepupu jauhnya yang tahu bagaimana dan siapa Clara. Sayangnya, Mutiara tak bisa hadir saat ini. Trauma akan kehilangan kekasih dua kali membuat Abraham sangat hati-hati. Ia bahkan memutuskan tak mengenalkan Clara pada siapapun termasuk keluarganya, terakhir ia kenalkan kekasihnya yang bernama Claire kepada keluarganya, namun berakhir mengenaskan. Claire tak menikahinya dan memilih adik tirinya sebagai suaminya. Sekarang meski Abraham sudah berusaha melupakan luka di hatinya atas pengkhianatan yang dilakukan oleh Claire dan adik bungsu yang didukung keluarga besarnya, ia tetap tak bisa menerima kenyataan bahwa ia ditusuk dari belakang setelah sebelumnya hal yang sama juga menimpanya yakni Paula, pacar yang sudah tiga tahun bersamanya lebih memilih sahabatnya dari pada dirinya di detik-detik menjelang pernikahan mereka. Karena alasan-alasan itulah mengapa keluarga besar Abraham, kolega bisnis, teman sekolah hingga kampus, teman hiking dan traveling, tak ada yang tahu bagaimana rupawannya Clara yang dinikahi oleh Abraham. Dan gara-gara Gadis salah masuk masjid hari ini lengkap dengan atribut pernikahan di badannya membuat semua orang berpikir bahwa Gadis adalah Clara yang terlambat datang ke pernikahan. Baik Abraham dan seluruh orang di sana tak menyadari bahwa Clara asli tengah berjuang datang ke Masjid setelah sebelumnya ia menolong salah seorang korban kecelakaan dan mengantarnya ke rumah sakit sesegera mungkin. Karena jiwa sosial Clara yang tinggi itu ia sama sekali tak memedulikan percikan darah di gaun pernikahannya. Dan kali ini ia kembali harus berjuang mengalahkan kemacetan kota Jakarta menuju Masjid Istiqlal. Tangan dan kaki Gadis gemetaran dan rasanya semakin kuat sekali kala langkah kakinya semakin mendekat ke arah Abraham dan penghulu yang telah menunggunya di ujung sana. Berulang kali bahkan Gadis menghela napas sangat berat dan mengembuskannya. Matanya mulai mengitari langit-langit atap masjid agar risaunya segera memudar dan ia merasa tenang. Ah, apa iya aku harus melakukan perbuatan keji ini? Apa harus sejauh ini? Disaksikan oleh Tuhan? Haruskah berakhir seperti ini? Gadis menoleh ke arah para debt collector duduk di belakang dekat meja terima tamu. Terbesit rasa syukur yang tak punya peri kemanusiaan dan ia mulai gelisah dengan kelakuannya. Saat tangan kanannya telah berpindah dari lengan perempuan tua ke tangan lelaki mapan dan tampan bermata biru, Gadis menyadari bahwa kelakuannya kali ini teramat sangat salah. Sangat salah. Ia tahu ia sudah sangat sering berbohong, tetapi apa ia juga harus berbohong untuk acara sakral seperti pernikahan saat ini? Tidak.... Tidak.... Ini tidak boleh terjadi. Biarlah para penagih hutang itu menganiayaku, tapi yang jelas aku tak mau berbohong di rumah Tuhan. Gadis mencopot masker yang menutupi sebagian wajahnya saat sang penghulu baru saja akan memulai prosesi janji pernikahan dan sumpahnya. Saat Gadis mendongakkan wajahnya dan menatap Abraham dengan kedua mata coklatnya ia tahu bahwa ia akan terlempar keluar beberapa saat lagi dan akan terseret oleh para debt collector. "Siapa kamu?" tanya Abraham jelas dan terkejut menyadari kalau perempuan di depannya bukanlah Clara, perempuan yang hari ini akan dinikahinya. Gadis masih bergeming di tempatnya sedangkan penghulu yang berdiri diantara mereka menatap keduanya heran, apalagi Abraham tak mengenali calon pengantinnya. Dengan kuat Abraham menarik lengan kiri Gadis sehingga Gadis menjadi sangat dekat dengannya. Bukan tanpa alasan Abraham melakukan hal itu, ia hanya tak ingin seluruh orang yang hadir di Masjid termasuk wartawan merekam kalimat-kalimatnya. "Siapa lo? Di mana calon pengantin gue?" tanya Abraham tajam dan jelas. Gadis takut. Tanpa ia sadari matanya bergerak ke arah pintu masuk masjid dan mendapati para debt collector itu telah masuk Van mobil hitam mereka dan mobil itu melaju pergi. Gadis melepaskan tangan Abraham dengan sangat cepat dan kasar, membuat Abraham terhenyak kaget. "Mana gue tahu!" jawab Gadis sedikit berteriak. Abraham menyadari keadaan ketika tanpa sengaja matanya menyapu ruangan sebentar dan mendapati tatapan bertanya-tanya, heran, dan bingung dari para tamunya undangannya. Cepat-cepat Abraham menarik lengan Gadis untuk berjalan ke sudut, menjauh dari tamu undangan. Gadis ingin berontak tapi cengkraman tangan Abraham dua kali lebih kuat dari dugaan Gadis. "Udah gue bilang gue gak tahu dimana cewek lo!" "Terus ngapain lo pake gaun pengantin calon gue? " tanya Abrahan. Alis Gadis bertautan mendengar Abraham mengucapkan kalimat barusan. Gaun pengantin pasangan lo? Yang benar aja! Gaun ini dibayar aja belom! Gadis menelusuri gaunnya baik-baik lalu teringat bagaimana ramahnya perlakuan pelayan toko kepadanya seolah tahu bahwa ia adalah Clara meski bukan sama sekali. "Gue pinjem" jawab Gadis asal. "Kalo gitu.... " sebuah pesan masuk ke ponsel Abraham, membuat kalimatnya menggantung, lalu ia membaca pesan yang ada di dalam ponselnya setelah berhasil mengeluarkannya dari dalam saku celananya. 'Sorry gue gak bisa nikah sama lo.' Clara
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD