Resepsi pernikahan Abra dan Gadis sangat spektakuler dan meriah. Ribuan orang hadir. Resepsi yang digelar malam hari sampai hampir tengah malam itu masih ramai dengan para tamu undangan yang membuat Gadis benar-benar sangat lelah. Kakinya capek berdiri di atas sandal yang heelsnya sampai delapan centimeter. Baru duduk, ia sudah berdiri lagi menyalami para tamu undang. Tak pernah ia bayangkan sama sekali kalau menikahi seseorang yang sangat kaya raya seperti Abra seperti ini akan sangat melelahkan baginya. Ia jadi membayangkan bagaimana lelahnya menjadi artis jika melakukan resepsi gila seperti ini. Dan kata Abra, resepsi seminggu kemudian akan dilanjutkan di Lombok, resepsi di Lombok khusus dihadiri oleh karyawan pusat Abra sekaligus rencana bulan madunya.
"Bulan madu?" tanya Gadis heran sembari menatap ke arah Abra yang balik menatapnya dengan santai di saat ada kesempatan mereka untuk duduk. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan tamu undangan masih banyak, sedangkan batas waktu undangan sebenarnya hanya sampai jam sembilan saja. Ini yang datang diluar undangan, kolega-kolega bisnis Abra yang jauh dan keluarga besarnya datang tanpa ia duga sama sekali. Ia tak menyangka, Mamanya akan memberi kabar kepada keluarga besarnya bahwa ia menikah dan lihat saja, seperempat dari kamar hotel yang telah ia sewa terisi penuh dengan para keluarganya, sedangkan hampir tiga perempat kamar hotel lainnya juga penuh dengan kolega bisnisnya. Untung ia menyewa semua kamar hotel kecuali beberapa kamar mewahnya, tapi akhirnya kamar mewahnya ia sewa juga secara dadakan karena ia takut khilaf jika satu kamar dengan Gadis.
Abra masih ingat bagaimana James menatapnya bingung saat Abra memintanya menghubungi pihak manager hotel dan mengatakan bahwa ia juga akan menyewa seluruh kamar mewah di hotel. "Gue butuh waktu untuk nyelesaikan laporan keuangan, James." kata Abra seolah paham arti tatapan James itu. Dan kenapa juga ia sebagai bos harus menjelaskannya kepada James?
Jika gugup dan bingung, ternyata Abra juga bisa salah tingkah.
"Kapan ini berakhir? Aku sangat lelah ..." kata Gadis dengan mata yang sayu dan berkedip-kedip.
"Tahan. Satu jam lagi." jawab Abra yang merasa prihatin kepada Gadis. Tak tahan dengan ekspresi Gadis yang lelah itu, akhirnya Abra menghubungi pihak hotel lewat James. Ia memutuskan untuk tak menerima tamu undangan lagi dan akan turun panggung setelah ia tak menyalami tamu, setidaknya setengah jam lagi.
Setengah jam berlalu dan benar dugaan Abra bahwa tamu terlihat mulai sepi. Ia berdiri dan memandang ke arah Gadis yang masih berusaha duduk tegak dengan menatap wajahnya datar. Bahkan menatap wajah tanpa ekspresi apapun, Abra sudah merasakan dadanya berdebar-debar. Pernikahannya sangat mewah, tapi di mata Abra Gadis-lah yang termewah. Ia ratu hari itu. Sangat cantik dengan balutan gaun pernikahan warna merah muda dan riasan yang menampilkan aura kecantikannya, beda dari para pengantin pada umumnya. Istilah orang jawa 'manglingi'.
"Ayo." kata Abra kepada Gadis.
"Mau ke mana?" tanya Gadis.
"Berkeliling sebentar ke para tamu undangan lalu kita istirahat." kata Abra. Mata Gadis seketika langsung berbinar dengan sangat senang ketika mendengar kata istirahat.
Abra berjalan lebih dulu dari Gadis yang sibuk dengan gaunnya itu. Langkah kaki Gadis sedikit terburu kala Abra sudah hampir sampai di anak tangga.
"Abra!" panggil Gadis. Ia hendak meminta tolong padanya untuk menemaninya berjalan, atau setidaknya tidak perlu cepat-cepat melangkah. Abra menoleh dan Gadis tanpa sengaja menginjak sendiri bagian dalam dari gaunnya, membuatnya kehilangan keseimbangan. Abra menyadari ada yang aneh dengan ekspresi Gadis yang melotot keheranan, langsung Abra bergerak mendekat dan memeluk Gadis sebelum perempuan itu jatuh.
Pelukan dan tangkapan Abra sangat pas. Selain Gadis urung jatuh, kedua bibir mereka juga bertemu dan saling menempel, membuat para tamu undangan bersorak senang dan MC pernikahan juga tak kalah menyoraki mereka berdua.
Abra seketika melepaskan bibirnya dari bibir Gadis yang terasa manis itu. Ia menoleh ke arah tamu undangan dan tersenyum salah tingkah kepada mereka. Hal yang sama juga dilakukan oleh Gadis.
"Gara-gara lo gue hampir jatuh!" bisik Gadis kesal.
"Justru gara-gara gue lo gak jadi jatuh!"
"Salah! Lo emang manfaatin kesempatan dalam kesempitan!" Mendengar hal itu seketika Abra melepaskan tangannya dari pinggul Gadis, membuat Gadis yang belum memiliki persiapan sama sekali sedikit goyah dan Abra seketika langsung menangkap tubuh Gadis kembali.
"See? Gimana jadinya kalau gak ada gue?" tanya Abra sok pahlawan. Gadis hanya memandanganya masam. Lalu ia berusaha melepaskan diri dari Abra setelah berhasil menguasai dirinya agar seimbang.
Tanpa aba-aba, Abra langsung menggamit tangan Gadis untuk melangkah turun dari atas. Gadis kaget tapi ia diam saja. Ia memang butuh Abra hari ini. Sangat butuh malahan.
Di lantai bawah, Abra mendekati tamu-tamu penting yang datang ke pernikahannya dengan Gadis yang menemaninya. Abra hanya berbicara singkat dari satu tamu ke tamu lainnya sekaligus mengucapkan terima kasih kepada para tamu undangan yang datang.
Usai menemui hampir para tamu undangan yang tersisa, Abra berjalan menjauh dengan Gadis sampai keduanya benar-benar keluar dari ruang resepsi. Mereka berdua menuju lift dan berencana masuk ke kamar untuk istirahat.
Abra dan Gadis sampai di depan kamar, ketika Gadis akan masuk Abra mengucapkan sesuatu. "Sayang, aku ada di kamar sebelah, jika kau butuh sesuatu kau boleh masuk, ini kuncinya." kata Abra seraya menyerahkan kartu tanda masuk kamar ke Gadis. Gadis menerima kartu itu dengan tatapan heran. "Istirahatlah dulu, ada beberapa kerjaan yang harus aku tinjau." lanjut Abra seraya pergi meninggalkan Gadis menuju kamar sebelah.
Selanjutnya Gadis segera masuk ke dalam kamar yang kini keadaan kamarnya sudah disulap menjadi seperti semula. Tak berselang lama Gadis bersorak senang sekali di dalam kamar sembari menari-nari ke sana dan ke mari, ia tak menyangka kekhawatirannya soal malam pertama yang menegangkan sirna seketika. Abra tidur di kamar sebelah dan ia bisa leluasa di kamar hotel sendirian. Segera Gadis berlari ke arah kamar mandi dan mengambil satu gaun tidur sexy yang sebelumnya ada di koper.Kalau pakai gaun tidur sexy tanpa Abra, pun ia berani.
Di dalam kamar mandi sengaja Gadis berendam lama-lama dalam bath-up untuk menghilangkan rasa pegal di tubuhnya. Sampai ia tertidur sejenak di bath-up dan terbangun kemudian karena ia hampir menenggelamkan wajahnya sendiri. Segera ia menyudahi aktifitas mandinya dan mengeringkan rambutnya yang basah. Gadis menarik gaun tidur satin yang panjangnya hanya sampai separuh dari pahanya. Ia terlihat sexy dan menggoda dalam balutan gaun tidur berwarna purple itu. Apalagi rambutnya yang basah-basah manja itu menambah aksen menggoda.
Ketika keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan gaun tidur sexy dan tangan yang sibuk mengeringkan rambut dengan handuk, Gadis tak menyadari ada seseorang yang sudah bersandar di atas kasur dan menatapnya tanpa berkedip.
"Arrggghhh!!" pekik Gadis kala ia melihat ke arah Abra yang balik menatapnya diam dan dingin. Buru-buru Gadis berlari masuk ke dalam kamar mandi kembali dan keluar dengan bathrobe yang sudah ia kenakan. Wajah Gadis yang terlihat kesal itu sama sekali tak menakutkan Abra yang berusaha tenang meski gejolak di dadanya kini meletup-letup. Hasratnya ingin ia tuntaskan tapi ia berusaha menahannya sekuat tenaga.
"Lo, ngapain bisa ada di kamar gue? Bukannya tadi bilang mau tidur di sebelah?" tanya Gadis protes tak terima sembari memegang bathrobenya kencang-kencang.
"Kamar ini udah gue sewa, jadi gue bisa tidur di mana aja." jawab Abra santai.
"Tapi kan lo janji gak akan nyentuh gue. Syarat yang gue ajuin no kontak fisik."
"Siapa bilang gue mau nyentuh lo? Gue cuma mau tidur di sini aja. Dan ... " kata Abra seraya melempar turun selimut tebal dan bantal ke bawah. "Lo boleh tidur di mana aja, lantai atau kursi terserah sama lo." katanya seraya memosisikan dirinya tidur tanpa selimut.
Gadis melongo heran melihat sikap Abra yang plin plan itu. Gadis hanya bisa menghela napas berat dan memegangi kepalanya yang sebenarnya tak terasa pening. Lalu tiba-tiba Gadis terbesit ide dan segera berjalan menuju meja sudut dan mengambil kartu kunci masuk kamar sebelah. Jika Abra tidur di kamarnya, ia bisa tidr di kamar Abra, kan? Itu pikirnya.
Tingkah Gadis itu membuat mata Abra mengawasinya hingga Gadis berjalan menuju pintu.
"Mau ke mana tanpa selimut?" tanya Abra, Gadis berbalik dan menoleh ke Abra.
"Pake aja selimutnya, lagian dingin kalau gak pake. Ntar lo sakit. Gue tidur di sebelah aja." kata Gadis seraya kembali berjalan menuju pintu. Mendengar apa yang baru saja Gadis katakan itu, seketika Abra meloncat turun dari kasur dan buru-buru berlari ke arah pintu mendahului Gadis. Ia berhasil menahan Gadis ketika Gadis berhasil memegang kenop pintu dan hendak membukanya. Gadis menatapnya bingung.
"Jangan tidur di sebelah." kata Abra. "Tidur sini aja, lo bisa tidur di kasur dan pakai selimutnya, gue yang tidur di sofa." kata Abra, mendengar itu otomatis dahi Gadis berkerut heran.
"Kenapa gak boleh?" tanya Gadis curiga seraya mengeratkan kembali bathrobenya dengan memeluk dirinya sendiri. "Katanya lo mau konsentrasi kerja." kata Gadis mengingatkan.
"Ini malam pertama kita. Apa kata pengawal gue kalau kita tidur terpisah? Gimana kalau semua orang tahu kalau kita hanya pura-pura nikah saja?" tanya Abra yang membuat Gadis berpikir sejenak.
Demi Tuhan. Gadis terlihat sangat menggoda di mata Abra.
"Gue gak akan ingkar janji gue. Lo boleh bawa ini saat tidur." kata Abra seraya menyerahkan pisau lipat itu ke Gadis. Gadis menerimanya dengan ragu-ragu dan berpikir sejenak sebelum melepaskan tangannya dari kenop pintu.
"Oke deh." kata Gadis. Baginya ucapan Abra ada benarnya. "Lo yakin gak butuh selimut?" tanya Gadis. "Dingin banget ACnya meski udah gue kecilin volumenya." imbuhnya. Abra menggeleng.
"Pakai aja, gue besar di London." imbuhnya seraya merebahkan diri di atas kursi. Gadis memandang lelaki itu sebelum akhirnya ia juga naik ke atas kasur dan mematikan lampu tidurnya. Tak butuh waktu lama bagi Gadis untuknya terlelap. Hari ini sangat melelahkan dan ia butuh istirahat segera.
Mata Abra masih belum mau terpejam, pikirannya penuh dengan Gadis dan pernikahan dadakannya hari ini. Sepanjang ia hidup ia tak pernah secepat ini menyelesaikan sesuatu dan tak pernah sesemangat ini sebelumnya. Satu hari dengan Gadis dan itu membuat harinya penuh warna dan tawa juga perdebatan. Ia meringis kecil memikirkannya lalu bangkit dari posisi berebahnya dan menoleh ke arah Gadis yang sudah terlelap nyenyak.
Tak pernah sekalipun Abra terlintas di benak Abra bahwa ia akan menikahi Gadis asing yang sangat unik seperti Gadis. Gadis yang memiliki mata indah dan tak takut sama sekali saat berbicara dengannya. Gadis adalah orang pertama yang membuat Abra menjadi pria yang supel dan cepat akrab dengannya. Dan Gadis adalah orang pertama yang membuat Abra merasa cemas.
Kepindahan Abra kembali ke kamar adalah karena ia tak bisa tenang saat berada di kamar sebelah. Ia membayangkan hal konyol. Ia membayangkan bagaimana Gadis dan James bersama saat ia tak ada, mengingat bagaimana Gadis sangat mengagumi James.
Cemburu Abra yang tak beralasan itulah yang membuatnya kembali ke kamar, ia hanya ingin memastikan bahwa Gadis tidak ke mana-mana dan tak melakukan hal konyol.
Tanpa Abra sadari bahwa ia benar-benar tak memikirkan Clara sama sekali. Apakah cintanya untuk Clara telah mati? Entahlah ....