Sementara Aryasetya sedang menunggang kuda menuju Desa terpencil yang kini ditinggali Adhisti.
Di desa itu.
Adhisti baru saja membuka matanya dan melihat jika matahari sudah bersinar terang. Dia pun bangun dan melihat kearah sekelilingnya.
"Hhmmm … ternyata sudah siang," ucap Adhisti sambil melakukan peregangan tubuhnya. Adhisti merasa tubuhnya sudah jauh lebih baik daripada kemarin.
"Tabib itu hebat sekali. Obat yang diberikan sangatlah ampuh dan tubuhku benar-benar terasa jauh lebih baik. Hehehe … aku bisa melakukan latihan lagi dan aku sudah sangat bosan harus beristirahat seperti ini," ucap Adhisti dia pun langsung berdiri dan berjalan menuju arah dapur.
Saat dia sedang berjalan, Faguni pun langsung datang menghampirinya.
"Yang Mulia, kenapa anda tidak memanggil saya? Kalau terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan, bagaimana nantinya?" Ucap Faguni dengan ekspresi wajah yang penuh kepanikan.
Adhisti pun tersenyum dan dia pun meraih tangan Faguni dan mengusap lembut tangannya.
"Aku baik-baik saja. Lihat, aku sudah sehat dan aku, aku merasa sangat bosan jika harus terus menerus berbaring diatas tempat tidur," ucap Adhisti dan dia pun melanjutkan ucapannya lagi, "Guni, terima kasih karena sudah merawat aku, kamulah satu-satunya orang yang selalu baik kepadaku dan aku harap kalau kamu benar-benar menjadi saudara aku, bukan sebagai pelayan aku lagi," ucap Adhisti dengan tulus dan dari sorot matanya juga, terpancar jika dia benar-benar menginginkan jika Faguni menjadi saudaranya.
Mendengar hal itu, Faguni pun menundukkan kepalanya dan dia tersenyum bahagia, karena Adhisti benar-benar menyayanginya.
"Terima kasih Yang Mulia, saya sangat bersyukur karena bisa melayani Yang Mulia dan saya juga berterima kasih karena hanya Yang Mulia saja yang mau menganggap saya sebagai saudara. Saya … Saya, saya sangat terharu dan saya berjanji, jika saya akan menjadi saudara yang akan menjaga anda Yang Mulia," ucap Faguni. Dia pun menitikkan air mata kebahagiaan. Adhisti pun tersenyum dan dia pun langsung memeluk Faguni.
"Sudah jangan menangis. Lebih baik, kita menjalani kehidupan kita saat ini dengan penuh kebahagiaan dan juga kebebasan. Lalu …," Adhisti menghentikan ucapannya dan dia pun melepaskan pelukannya.
Adhisti menatap wajah Faguni sejenak dan tersenyum kepadanya dan melanjutkan ucapannya lagi, "Lalu, bisakah kamu mengantar aku ke Sungai. Aku ingin sekali mandi dan seluruh tubuhku terasa sangat tidak nyaman. Hehehe … Guni, mau kan mengantarku ke sana?" Tanya Adhisti kepada Faguni.
"Tentu saja Yang Mulia. Ayo, kita bisa pergi sekarang. Kebetulan ini sudah mulai siang. Jadi, sungai tidak akan seramai seperti tadi pagi. Jadi, anda bisa dengan bebas mandi di sana," ucap Faguni.
Mendengar itu, Adhisti semakin bersemangat dan dia pun mengambil kain panjang dan mengganti pakaiannya dengan itu.
Kain panjang itu pun dia lilitkan ke tubuhnya dan Faguni membawa peralatan untuk mandi dan juga pakaian ganti untuk Adhisti.
Faguni sudah pergi ke sungai terlebih dahulu dan dia hanya akan membantu untuk mengawasi dari pinggir sungai. Karena Faguni takut, jika akan ada pria yang akan mengintip Adhisti.
Setelah persiapan selesai. Mereka pun segera pergi menuju sungai.
Saat mereka berjalan menuju sungai.
Dari jauh, Ekawirya yang sedang berjalan-jalan di sekitar hutan, melihat sosok wanita yang terus mengganggu pikirannya dan wanita itu adalah wanita yang selalu ingin dia lihat setiap waktu.
"Adhisti! Itu dia Adhisti! Dia mau kemana? Kenapa dia pergi menuju kearah sana bersama adiknya?" Gumam Ekawirya. Dia pun berpikir sejenak dan bertanya kepada salah satu pengawalnya yang mengikutinya dari belakang.
"Pengawal! Apakah kamu tahu, kesana itu. Menuju kemana?" Tanya Ekawirya sambil menunjuk kearah Adhisti sempat menghilang dari pandangannya.
"Lapor Yang Mulia. Ke sana menuju sungai dan semua penduduk desa akan pergi mandi dan juga mencuci pakaiannya di sana," ucap pengawal itu.
Mendengar itu, pikiran aneh mulai merasuki Ekawirya.
"Baiklah kalau begitu. Kalian bisa kembali ke tempat perkemahan dan saya ingin berjalan sendiri disini. Jadi, kalian boleh pergi sekarang juga," ucap Ekawirya. Dia sengaja mengusir pengawalnya karena dia ingin melihat Adhisti mandi dan hanya dirinya sajalah yang boleh melihat keindahan tubuh milik Adhisti.
Mendengar perintah dari Rajanya secara langsung. Para pengawal itu tidak bisa membantahnya dan mereka pun pergi meninggalkan Ekawirya sendirian di sana.
Setelah semua pengawalnya pergi. Ekawirya pun menyeringai dan secepatnya pergi meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju sungai, dimana ada Adhisti saat ini berada.
Di sungai.
Adhisti dan Faguni, baru saja sampai disana. Melihat air jernih dan bebatuan hitam yang berjajar sempurna di sungai itu, serta aliran sungai yang tidak terlalu deras membuat Adhisti merasa sangat senang dan dia sudah tidak sabar lagi untuk menjatuhkan diri ke sungai itu.
Adhisti pun melepaskan ikatan rambutnya dan kini rambut hitam lurus hingga pinggang terurai bebas.
Setelah itu, Adhisti pun secepatnya masuk ke dalam sungai itu dan membasahi seluruh tubuhnya.
"Woahhh … ini sungguh sangat menyegarkan, aku sudah lama tidak mandi di sungai. Hahahaha … ini sungguh sangat menyenangkan," ucap Adhisti dengan senyuman indah yang terlukis dari wajahnya. Dia terlihat sangat cantik ketika dia sedang tersenyum ditambah dari pantulan sinar matahari yang kini bersinar dan cahaya ini tersorot tepat kearah wajahnya yang putih, mulus dan sangatlah cantik.
Adhisti terus berenang dan dia memuaskan dirinya untuk mandi disana.
Namun, Adhisti tidak tahu, jika dari jauh, ada sepasang mata yang sedang mengawasinya dan itu tidak lain adalah Ekawirya.
Dia tersenyum dan matanya tidak mau melihat kearah manapun. Karena dia terus fokus menatap Adhisti yang benar-benar telah membuatnya merasa semakin menginginkannya.
Desiran didalam hatinya pun semakin terasa dan hawa panas terus membakar pikirannya. Karena melihat lekuk indah dari tubuh Adhisti yang membuat api hasrat didalam hatinya terus membakar dirinya saat ini.
"Adhisti! Kamu benar-benar sangat cantik. Tubuh kamu dan kulit indah kamu itu, ahhhh … aku ingin sekali memiliki kamu sekarang juga!" ucapp Ekawirya dan tanpa dia sadari, air liur dari mulutnya menetes dan Ekawirya langsung mengelap sudut bibirnya.
"Sialan! Bahkan aku tidak bisa menahan air liurku ini," umpat Ekawirya yang terus menatap Adhisti yang saat ini sudah selesai mandi dan kini berjalan menuju pinggir sungai.
Kain yang melilit ditubuhnya yang sudah basah oleh air sungai telah membuat lekuk tubuhnya terlihat semakin jelas sehingga, membuat Ekawirya semakin memiliki sebuah pikiran liar didalam otaknya.
Dia membayangkan jika saat ini dia bisa menyentuh tubuh Adhisti dan menekan tubuhnya dibawah kendalinya saat diatas tempat tidurnya yang indah.
"Oh Dewa, aku tidak bisa menahan godaan darinya. Dia benar-benar sangat indah dan juga membuatku tidak bisa bergerak sama sekali. Ahhh … Adhisti! Kamu harus menjadi milikku. Apapun yang terjadi, kamu harus menjadi milikku! Ya kamu harus menjadi Permaisuri ku," ucap Ekawirya dan dia pun tersenyum sendiri seperti orang gila. Dia terus membayangkannya dan tanpa dia sadari jika persembunyiannya kini telah diketahui oleh Adhisti.
Adhisti yang saat ini sedang memakai kain yang diberikan oleh Faguni, untuk menutupi tubuh Adhisti yang basah. Merasa ada yang tidak beres diantara semak yang ada disekitar sungai itu.
Adhisti melihat kearah dimana Ekawirya berada dan Adhisti melempar batu kerikil kearah sana.
Pluk ….
Suara batu itu mengenai dahi Ekawirya dan dia pun berteriak, "Ahhh … siapa yang melem …," Ekawirya menghentikan ucapannya karena dia melihat jika Adhisti menatap kearahnya dan persembunyiannya kini telah diketahui.
"Oh tidak! Apakah aku sudah ketahuan olehnya?" Umpat Ekawirya dengan suara kecil dan mulutnya masih ditutupi oleh telapak tangannya.
Adhisti pun tertawa dan dia pun berteriak.
"Hei, sang pengintip! Keluar kamu! Kamu sudah ketahuan olehku!"
Mendengar itu, Ekawirya tidak bisa mengelak lagi, dia pun akhirnya keluar dari persembunyiannya dan tertawa bodoh karena dia telah ketahuan.
"Eh … Ini saya, Adhisti," ucap Ekawirya dengan tawa bodoh sambil menggaruk kepalanya.
Adhisti langsung tertawa, namun dia segera menutup mulutnya.
"Puft, jadi yang mengintip aku itu q, sqqqeorang raja dari kerajaan yang besar di Dunia ini. Oh Dewa, aku pikir hq1qanya seorang pria desa atau bandit hutan. Tapi ternyata, itu anda Yang Mulia Raja," ucap Adhisti. Dia masih berusaha untuk tidak bisa tertawa.
Ekawirya menunduk malu, karena tingkahnya yang rendahan itu sudah diketahui oleh Adhisti.
"Adhisti, saya minta maaf karena, karena saya tidak sengaja melakukannya. Ya, saya tidak sengaja melakukannya," ucap Ekawirya dengan nada canggung dan dia sengaja menutupi rasa canggungnya dengan kebohongan yang bisa menyelamatkan nama baiknya sebagai seorang Raja.
Adhisti pun menghentikan tawanya dan dia memaafkan Ekawirya karena mendengar alasannya yang cukup masuk diakal.
Apalagi, dia seorang Raja. Jadi dia tidak mungkin melakukan hal rendahan semacam itu.
"Baiklah, aku memaafkan anda Yang Mulia. Karena itu tidak disengaja. Jadi aku tidak akan membahas itu lagi," ucap Adhisti dan dia pun bersiap untuk kembali ke Desa bersama Faguni.
"Baiklah Yang Mulia, saya pamit pergi duluan dan mohon maaf, aku tidak bisa mengantar anda," ucap Adhisti. Dia pun pergi meninggalkan Ekawirya yang masih dalam posisi tertegun dan merasa tidak percaya.
Dia tidak percaya jika Adhisti tidak marah kepadanya dan bahkan dia tidak meminta pertanggung jawaban kepadanya.
"Hanya itu saja? Dia tidak meminta aku untuk bertanggung jawab! Ahhh … kenapa dia tidak meminta pertanggung jawaban kepadaku?" Ucap Ekawirya dan dia merasa sangat kecewa karena Adhisti membiarkan dia begitu saja. Padahal Ekawirya sempat memiliki pikiran jika dia sudah ketahuan, maka dia akan dimintai untuk bertanggung jawab. Tapi, semuanya berbeda dengan apa yang ada didalam perkiraannya saat ini.
"Dia benar-benar wanita yang sangat berbeda. Bahkan sudah seperti ini, dia masih saja membuatku sulit untuk mendapatkannya. Hehehe … Tunggu saja, aku pasti akan mendapatkan kamu Adhisti dan aku, aku akan membawa kamu ke kerajaan aku dan aku tidak akan membiarkan kamu lepas dari pelukanku walau hanya sekejap saja," gumam Ekawirya dan dia pun tersenyum sendiri sambil berjalan menuju tempat dimana dia mendirikan tenda saat ini.
-bersambung-
Dhini_218
Only on: Dreame n Innovel