Noted : Ini sebenarnya chapter 18 ya guys. Maaf kebalik update bab.
Brak...
Dhira membanting pintu kamarnya dengan sangan keras.
"Dasar, lelaki kurang ajar. Setelah meminta ku untuk menikahinya lalu merebut kesucian bibirku berulang kali dan sekarang kamu malah bersama perempuan itu." Memukul bantal ke kasur berulang kali dengan tangisan yang masih terus terdengar.
"Aku enggak sudi menikah dengan kamu mas. Aku benci kamu... Benci..." Dhira berteriak dengan puas membiarkan air matanya membasahi bantal yang menjadi tempatnya untuk memeluk.
Dhira terlihat sangat kacau, matanya sembab rambutnya berantakan entah sudah berapa banyak tisu yang habis untuk menghapus air matanya.
Sudah hampir satu jam ia menangis seperti ini, berbolak balik menghadap kiri dan kanan, menutupi wajahnya dengan selimut lalu membukanya kembali seperti itu terus hingga ia kembali teringat akan janjinya pada Arjuna.
"Astaga... Ini sudah jam berapa?" Melirik pergelangan tangan yang masih di lingkari oleh jam tangan berwana silver. "Hah? Sudah jam 7. Mas Arjuna pasti sudah menunggu di bawah. Ah, biarin saja lah... hiks.. hiks.." Masih meratapi kesedihannya.
Suara nada panggilan di hanphone berbunyi, Dhira menghela nafas panjang sebelum menggeser tombol hijau di benda pipih itu dan mengaktifkan loadspeaker.
"Halo..." jawab Dhira pelan.
"Mas sudah hampir tiba di apartemen kamu." Suara Arjuna terdengar dari dalam telfon.
"Mm... Itu mas... Aku..." Sambil berfikir mencari alasan yang tepat.
'Enggak ada salahnya aku pergi sama mas Arjuna, sepertinya mama benar. Mungkin mas Arjuna memang tipe calon suami yang baik untuk aku. Sekalian aku menghilangkan rasa kecewa ini.' Ucap Dhira dalam hati.
"Mas, bisa tunggu 20 menit lagi kan? Aku baru aja mau siap siap mas. Tadi macet banget soalnya ini baru sampai," dusta Dhira dengan hati hati.
"Oh, oke... Mas bawa mobil santai kok." Terdengar suaranya yang sangat lembut.
"Oke, bye." Telpon terputus dan Dhira segera bergegas membersihkan diri dan bersiap siap untuk pergi.
Setelah keluar dari kamar mandi, Dhira memilih pakaian yang pas kali ini ia mencoba tampil sedikit sexi dengan dres di atas lutut berwarna coklat s**u berbahan lembut jika berjalan akan mengikuti pergerakan tubuh dengan kerah randah menampilkan leher jenjang nya yang indah dan berlengan panjang transparan serta membiarkan rambut indahnya tergerai di hiasi jepit rambut juga aksesoris kalung simple dengan liontin berbentuk kotak dan berkesan tegas dengan 13 mata berlian yang mempesona.
"Kamu menyukai perempuan sexi seperti ini kan? Kamu akan menyesal mas, lihat saja. Aku enggak peduli dengan kerja sama itu, aku akan menolak mu, pasti." sambil tersenyum sinis melihat pantulan dirinya dalam kaca besar di kamar.
Dhira mengambil salah satu koleksi tasnya dari dalam lemari kaca besar serta sepatu berhak tujuh senti membuat penampilannya semakin berkilau. Ia segera keluar dari apartemen nya menemui Arjuna yang pasti telah menungunya.
Setelah tiba di lobi, benar saja mobil Arjuna telah terlihat dengan posisi Arjuna yang berdiri di tepat di samping pintu mobil sambil mengotak atik handphone di tangannya.
"Maaf mas, kamu jadi menunggu lama." Dhira merekahkan bibirnya yang berwarna soft pink membuat Arjuna terkagum melihat kecantikan alami Dhira yang hanya di poles make up tipis.
"Mas? Halloo..." Mengibaskan tangan di depan wajah Arjuna.
"I-iya... Ayo kita pergi." Sambil membuka pintu mobil sebelah kiri.
Dhira masuk perlahan satelah itu Arjuna berjalan berputar untuk kembali memasuki dan mengendarai mobilnya menembus jalanan ibu kota di malam hari.
Mereka kini telah tiba di sebuah restaurant mewah dan memasuki ruangan VIP yang telah di pesan oleh Arjuna tak lupa Arjuna menggandeng tangan Dhira tentu sudah mendapat izin dari sang pemilik karena Arjuna bukan tipe pria pemaksa seperti Tama.
"Pa..." sapa Arjuna pada papanya yang telah terlebih dahulu tiba sembari menjabat tangan sang papa.
"Arjuna, ayo duduk." Melemparkan senyum pada Arjuna dan Dhira.
"Malam om, apa kabar?" Dhira menyambut tangan om Heru menempelkan nya diwajah sebagai tanda penghormatan.
"Baik... Kamu sehat kan? Om dengar kemarin kamu sakit?" Sambil menatap Dhira penuh tanya.
"Hanya kelelahan aja om." Dhira tersenyum tulus pada om Heru, papa Arjuna.
Dhira duduk di kursi yang telah di persiapkan untuknya, tepatnya di sebelah Arjuna, tampak dua kursi lagi yang belum terisi dan masih menunggu kehadirannya.
Om Heru, Arjuna serta Dhira mengobrol ringan sebelum memulai makan malam mereka seraya menunggu kehadiran adik Arjuna.
Terdengar suara langkah kaki yang terhenti. "Sorry, i'm late. Tahu sendiri kan jalan macet." Sambil menghela nafas di susul seorang pria dari belakang.
Semua pandangan terarah pada mereka berdua yang baru saja tiba dan segera duduk.
'Perempuan ini? Dan pria itu... ?' Dhira membatin saat melihat wajah keduanya dengan mata yang membesar.
"Sejak kapan jakarta enggak macet?" sahut Arjuna ketus menatap tajam Elindra.
"Ya ampun, bahkan saat ini pun kamu masih seperti gunung es. Menyebalkan..." Memutar mata malas lalu berjalan ke arah om Heru mencium pipi secara bergantian.
"Ya sudah sudah. Oh ya, Dhira ini adik Arjuna anak bungsu om." Om Heru mencairkan suasana.
"Hai, aku Elindra. Calon adik ipar kamu yang cantik." Elindra tersenyum ramah pada Dhira sambil menjabat tangannya.
"Dhira." Melempar senyum terpaksa.
"Dan kenalin ini mas Tama." Elindra memperkenalkan pada om Heru dan juga Arjuna serta Dhira.
"Tama." Menjabat tangan om Heru dan Arjuna bergantian. "Tama." Menatap Dhira dalam seakan matanya berkata.
"Dhira." Dengan tatapan mata yang tak kalah tajam.
Jabatan tangan keduanya semakin erat, saling pandang penuh arti tampak di sorot mata keduanya, tersimpan amarah dan kekecewaan sebelum Arjuna bersuara hingga keduanya tersadar.
"Calon istri aku." Arjuna menyentuh lembut bahu Dhira dan mengajaknya kembali duduk.
"Calon suami aku." Sambil terkekeh Elindra tak mau kalah dengan Arjuna dan membawa Tama duduk di sebelahnya.
Deg
Deg
Deg
Kini detak jantung Dhira kembali tak menentu, matanya terasa perih seperti tersiram pasir, hingga ia menurunkan pandangannya.
Mereka menyantap hidangan yang telah di persiapkan, menikmati hangat nya jamuan keluarga ini terkecuali Dhira yang tampak tak bersemangat setelah kehadiran Tama.
"Kapan kalian menikah mas?" tanya Elindra pada Arjuna.
"Memang kenapa? Apa kau mau membiayai pernikahan kami?" Arjuna tersenyum simpul menatap Elindra.
"Tch, kamu yang mau nikah masa aku yang biayainya. Maksudnya biar aku bisa ngatur jadwal aku disana." Sambil menatap Arjuna dan Dhira bergantian.
"Enggak datang juga enggak masalah. Kamu diam aja di paris enggak usah balik ke sini," sahut Arjuna ketus.
Elindra hanya berdecak kesal melihat tingkah sang kakak yang begitu dingin padanya.
"Seperti ini lah Arjuna dan Elindra, kalian berdua harus terbiasa. Mereka sejak kecil memang enggak bisa harmonis." Sambil terkekeh om Heru mengatakan pada Dhira dan Tama.
Keduanya hanya melempar senyum terpaksa pada om Heru tanpa mengeluarkan kata kata.
"Wine-nya tuan." Seorang pelayan membawa botol minuman beralkohol yang siap di tuangkan ke dalam gelas kaca.
"Wah kebetulan, ayo mas kita rayakan ini." Menatap Arjuna dengan senyuman yang penuh tantangan.
"Dasar childish." Desis Arjuna.