Mimpi Nyata

1101 Words
"Kalau begitu, kamu akan mama nikahkan segera dengan Arjuna enam bulan lagi." Ancam mama seraya tersenyum tipis pada Dhira. "Apaaaa? Mama jangan main main deh." Dhira sedikit berteriak terkejut dengan ucapan mama yang tak pernah main main. "Ya kalau sampai bulan depan kamu nggak bisa dapat calon sendiri, terpaksa mama harus menjodohkan kamu dengan Arjuna." Menatap Dhira dalam. "Kamu lihat papa Dhir, papa sakit gini nggak kasian kamu nak? Papa juga pasti mau melihat kamu segera menikah dan menimang cucunya, cuma kamu harapan mama dan papa enggak ada yang lain," lanjut mama dengan nada lirih. Dhira menghela nafas lesu saat melihat mata mama yang mulai berkaca kaca, ia tak tahu lagi harus menjawab dan berbuat apa untuk mencegah mama menjodohkannya pada Arjuna, pria yang sama sekali tak ia cintai bahkan tak ia suka. "Ma..." ucap Dhira pelan. "Aku sudah punya calon pilihan Dhira sendiri," lanjut Dhira menatap sorot mata sang mama dalam. Mama segera mengalihkan pandangannya dari papa, menatap sang anak dengan penuh kecurigaan. "Siapa?" tanya mama pada Dhira. "Besok setelah papa sehat akan aku kenalkan sama mama," ucap Dhira sembari menatap papa yang masih terbaring tak sadar kan diri. "Jangan coba coba bohongi mama," jawab mama datar . Dhira hanya mengangguk dan berjalan ke sofa untuk merebahkan dirinya setelah merasakan kelelahan yang teramat. Mbak Dina segera mendekatinya dan menatap sang bos dengan wajah penuh pertanyaan. "Apa lagi mbak? Aku nggak mau di tanya tanya lagi," ucap Dhira ketus dan memejam kan mata sejenak. Mbak Dina tak menyahut perkataan sang bos dan memilih duduk di tepi sofa. Suasana hening sejenak, Dhira mencoba menenangkan fikiran nya melupakan semua kejadian kejadiaan yang membuatnya terluka di tambah desakan mama yang selalu memintanya untuk segera menikah terlebih dengan Arjuna. Setelah cukup lama tertidur, Dhira mendengar samar samar suara seseorang yang tengah berbicara. Dhira membuka perlahan kedua mata nya pandangannya kini tertuju pada seorang pria yang tengah berbincang bersama mama tak jauh dari sofa tempatnya bersandar. "Kamu sudah bangun Dhir?" tanya mama pada sang anak sembari tersenyum lebar. Dhira hanya mengangguk pelan, lalu merapikan rambutnya yang tampak sedikit tak beraturan karena ia tak sadar telah tertidur selama kurang lebih satu setengah jam. Pandangannya masih tertuju pada seorang pria yang duduk membelakanginya membuatnya hanya bisa melihat punggung sosok pria yang masih misterius dan tak bisa memastikan siapa pria itu sebenarnya. "Dhira, sini sayang kenalin ini anaknya teman papa." Mama meminta Dhira untuk mendekatinya. Dhira memutar sepasang bola matanya malas saat mendengar ucapan mama, tapi saat melihat mata mama yang tajam bak mata elang yang akan melahap mangsanya, ia segera berjalan perlahan mendekati mama sembari menyalipkan rambut di belakang telinganya. "Vero kenalin ini Nadhira anak tante." Deg... Langkah Dhira seketika terhenti, kakinya seakan tak bisa menopang tubuh idealnya, sepasang telinga yang masih berfungsi dengan jelas menangkap satu nama yang telah terpatri di dalam hatinya kini terlontar dari bibir sang mama. Sempat berfikir bahwa itu hanya persamaan nama tapi saat itu juga matanya memanas melihat seorang pria yang ada di hadapannya saat ini adalah nama dan orang yang sama. "Apa kabar Dhir?" Vero berdiri dari duduk nya menyodorkan tangan kanannya pada perempuan cantik bermata bulat itu. Dhira masih menatapi seksama dengan mata berkaca kaca. Seperti mimpi melihat seorang pria yang ada di hadapannya saat ini nyata adanya. "Untuk apa kamu kesini?" tanyanya lirih pada Vero tanpa memperdulikan tangan yang hendak berjabatan dengannya. "Aku sengaja pulang ke Indonesia untuk menemui kamu Dhir, memperbaiki segala nya." Vero berusaha memegang tangan lembut Dhira. Dengan cepat ia menepis tangan Vero yang hendak menyentuhnya. Ia menatap semakin tajam, matanya tak tahan lagi untuk membendung butiran butiran air yang mendesak untuk keluar. "Jangan pernah lagi mendekatiku," bentak sang pemilik iris kecoklatan kesal. "Dhira? Kenapa kamu bicara seperti itu?" Mama balik membentak Dhira. Dhira menatap mama sekilas, memilih untuk segera keluar dari ruangan tersebut. Ia mencari keberadaan mbak Dina tapi tak kunjung ia dapati, melangkah terus keluar dari gedung rumah sakit menuju ke parkiran memasuki mobil mini cooper-nya. Melaju dengan kecepatan normal membelah jalanan ibu kota yang kembali ramai di saat jam seperti ini. Kini Dhira bermolog sendiri menuangkan segala kekesalan nya. "Untuk apa dia kembali lagi? D engan mudah nya dia bilang kembali untuk menemui ku? Memperbaiki segalanya? Hah? Ciihh ... Memangnya dia siapa berani kembali lagi untukku. Sialan, aku nggak akan pernah sudi lagi bertemu dengannya. Kenapa hari ini semuanya mengesalkan? Aahhh.. Siaalll.. " Dhira berteriak saat melampiaskan kekesalannya, bulir bulir air mata yang telah ia tahan sejak tadi kini mengalir deras membasahi pipinya. Dhira menghentikan mobilnya sejenak meratapi nasib nya yang sangat menyedihkan saat ini. Sebelum akhirnya ia melajukan kembali mobil nya menuju gedung apartemen miliknya. Dhira turun dari mobil, berjalan perlahan memasuki gedung apartemen dengan kepala yang sangat sakit hingga membuatnya sedikit memperlambat langkah mencari apapun yang dapat dijadikannya untuk bertumpu, tubuhnya seakan berputar saat ia merasakan pandangan nya yang semakin memburam sebelum akhirnya ia tak bisa menyadari apa yang terjadi setelah itu. 'Sepertinya aku bermimpi berada bersama seorang pria yang kini mulai mencuri perhatian ku. Aku merasakan aroma maskulin yang sangat dekat dengan indera penciuman ku.' Dhira membatin dengan keadaan yang masih terpejam. "Hmm...aroma maskulin ini sungguh candu bagiku," ucap Dhira di dalam mimpi. "Apa kamu menyukai aroma ini sayang?" tanya seorang pria yang berada di dalam mimpi Dhira. Dhira mengangguk sembari tersenyum, di dalam mimpinya tangan pria itu menyentuh lembut wajah Dhira lalu mencium keningnya dengan penuh kelembutan. "Maafkan aku Dhira, aku tak bermaksud menyakiti mu sayang," ucap pria itu di balik telinga Dhira. Tunggu... 'Kenapa aku merasakan bisikan di balik telinga ku itu seperti nyata? apa ini bukan mimpi?' Guman Dhira dalam hati. Dhira terbangun dari mimpi nya sesaat ia merasakan hembusan nafas yang berada tepat di wajahnya, segera ia membuka mata walau harus mengerjap beberapa kali untuk menahan sakit kepalanya yang masih terasa. "Aaaaaaaaa..." teriak Dhira saat melihat jelas wajah pria di hadapannya. Dhira segera mendorong tubuh atletis yang masih berada tepat di hadapannya yang terbaring di atas kasur. Dhira kemudian berdiri dari tidurnya mencoba untuk berlari dari tempat tidur, namun usahanya sia sia saat sakit di kepalanya muncul kembali di iringi denyutan yang terasa kuat membuatnya hampir terjatuh. Dengan sigap tangan pria yang ada di dalam mimpi nyata Dhira menangkapnya dari belakang. "Kamu harus istirahat, jangan terlalu banyak bergerak. Sebentar lagi dokter akan segera kemari untuk memeriksa kesehatanmu." Tama menopang tubuh Dhira untuk kembali berbaring di kasur . "Lepasin aku mas, jangan sentuh aku," ucapnya sembari melepaskan tangan besar Tama dari pinggangnya. Tama tak bersuara, ia semakin mempererat tangannya di pinggang Dhira memastikan agar ia tak terjatuh kembali. Dhira yang baru menyadari bahwa ini bukan lah kamarnya, kembali terkejut dan menatap dalam Tama yang masih berada di sampingnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD