~Bila pergi membuatmu bahagia maka aku tak akan pernah kembali ke masa lalu~
(Author)
*****
Tap
Tap
Tap
Suara hentakan sepatu pantofel menggema di sepanjang koridor hotel ternama, kilauan yang terpancar dari sudut sudut sepasang sepatu dengan harga terbilang mahal menandakan betapa kaya raya-nya sang pemilik ditambah balutan jas berwarna coklat gelap serta celana formal yang sangat pas melekat di tubuh seakan di jahit secara khusus menambah kesan terhormat.
Tak butuh waktu lama bagi pria itu menunggu pintu kamar hotel dengan pelayanan kelas atas tersebut terbuka hingga memperlihatkan wajah cantik dari dalam kamar tersebut.
"Kau datang juga, babe?" Perempuan cantik berhidung mancung dengan mata yang sedikit sipit rambut ikal panjang berwarna coklat dan bibir yang tipis sangat pantas mendapat gelar cantik dari kaum lelaki manapun dan tak lupa tubuh nya yang tak terlalu tinggi namun memiliki body bak biola serta d**a yang berukuran sedikit besar melekatkan gelar sexy pada pemiliknya.
"Apa kau bercanda?" Pria itu melonggarkan dasi yang mengikat di lehernya serta membuang sembarang Jas yang di kenakannya.
"Haha... kau bahkan tampak seperti singa yang sedang kelaparan sayang." Perempuan itu seperti sedang menggoda.
"Ya, aku akan melahapmu saat ini juga." Tanpa basa basi pria itu melahap habis bibir tipis perempuan sexi yang tengah duduk di sofa.
Sungguh si pria memang terlihat sangat 'kelaparan' hingga tak memberi ruang pada wanitanya untuk bernafas, tampak sesekali si wanita mencuri kesempatan hanya untuk menghirup oksigen secara gratis sebelum sang singa melahabnya habis.
"Aah... Kau belum puas? Bahkan beberapa malam yang lalu kita melakukannya di toilet umum hotel ini." Suara parau si wanita semakin membuat hasrat si pria bangkit kembali.
Jemari jemari kekar itu tampak lihai menari nari di tubuh sang wanita mengabsen inci demi inci tubuh sexi itu tanpa ada yang terlewat hingga menanggalkan dres mini yang menutupi tubuh indah yang sedang dinikmatinya meninggalkan satu helai kain yang menutuli bagian inti bawah si wanita, cecapan demi cecapan sang pria turun perlahan hingga pada puncak d**a montok itu.
"Kau seperti agar agar, kenyal dan nikmat..." Sambil memainkan lidahnya dengan lihai membuat sang pemilik meliuk liukkan tubuhnya.
Desahan desahan manja dari keduanya seakan menjadi pengiring lagu yang indah dari permainan yang akan mereka ciptakan. Dengan satu hentakan si pria berhasil mengangkat tubuh ringan si wanita tanpa melepaskan bibir yang saling bertautan hingga meletakkannya di atas kasur empuk yang akan menjadi saksi bisu permainan yang segera di mulai.
"Kau memang tak bisa bersabar, sayang." Wanita itu mengalungkan kedua tangannya di leher si pria.
"Lihat lah, punya-mu telah membesar dan menegang..." lanjutnya.
Tanpa basa basi si pria memasukkan batangannya yang telah mengeras sempurna ke dalam lubang inti wanita itu dengan satu hentakan.
"Aah..." Teriakan tertahan si wanita terdengar begitu nikmat membuatnya ikut larut dalam permainan panas itu.
"Eeuh.." Suaranya terdengar begitu parau.
Tubuh keduanya saling memanas mengeluarkan peluh di sekujur tubuh atas kenikmatan yang luar biasa di rasakan. Tak lama tampak cairan putih telah bersarang di perut si wanita.
Nafas yang tersengal sengal menandakan begitu menikmatinya sang pemain.
"Bagaimana jika calon istrimu mengetahui kalau kau bermain panas bersama ku?" Si wanita memiringkan tubuhnya menghadap si pria.
"Tak masalah," sahutnya dengan nafas yang masih tak beraturan.
"Apa kau benar benar mencintainya sayang?" Jari jari telunjuk si wanita bermain bebas di d**a bidang pria yang telah menjamah tubuhnya.
"Love is only part of my mission, honey." Pria itu membelai lembut wajah wanitanya.
"Ya ya ya... Whatever." Tampak sudut bibir wanita itu tertarik keatas.
*****
◾Flashback On◾
Hari ini penampilan Dhira sengaja berbeda dari hari lainnya. Pasalnya, sepulang kuliah ia dan Vero akan bertemu di sebuah cafe romantis yang selalu menjadi tempat anak muda nongkrong bersama pasangan masing masing, bahkan cafe itu sering menjadi saksi bisu para pria menyatakan cintanya pada pujaan hati.
Alunan lagu bergenre romantis yang disumbangkan oleh vokalis band di dalam cafe itu menambah suasana penuh cinta.
Dhira yang telah tiba terlebih dahulu duduk di kursi yang telah di pesan oleh Vero atas nama Dhira, beserta makanan dan minuman yang menjadi favorit mereka.
Lima belas menit berlalu, perempuan itu masih menunggu manis kedatang sang kekasih.
Dau puluh menit berlalu.
Tiga puluh menit berlalu.
"Kemana sih kamu, belum datang juga." Dhira memutar mutar benda pipih yang sedari tadi menemaninya.
"Nomornya nggak bisa di hubungi lagi. Aih kemana sih kamu Ver?" Dhira mengerucutkan bibirnya.
Tak lama benda pipih yang terletak bebas di atas meja bergetar diiringi nada dering, mata Dhira berbinar berharap yang telah di tunggu memberi kabar.
"Apa sih Non? Gue kira Vero rupa nya lo," ucap Dhira ketus.
"..."
"Apaa? Jangan becanda deh lo Non. Dia sendiri yang minta gue kesini." Matanya membulat sempurna seolah tak percaya dengan apa yang di dengar.
"..."
Tut...
Sambungan telpon di putus sepihak.
Tanpa basa basi Dhira pergi dari cafe romantis tersebut tak lupa ia meninggalkan dua lembar uang pecahan seratus ribu di atas meja.
Dhira meminta sopirnya mengarah ke bandara dengan cepat, tampak genangan air bening di sudut sudut mata indah perempuan berkulit putih mulus itu. Entah kenapa jalanan ibu kota saat itu terasa begitu padat dan sempit hingga membuat d**a perempuan itu terasa sesak.
Hampir dua puluh menit membelah jalanan padat itu Dhira tiba di bandara, matanya terus mengedar mencari cari sosok yang telah di tunggu kehadiran nya sejak tadi.
Hingga terdengar suara pemberitahuan keberangkatan penumpang tujuan New York akan segera mengudara. Dhira membuka handphone mengecek kembali nomor penerbangan Vero yang dikirim oleh sahabatnya, Noni. Matanya melirik sesekali ke arah layar besar yang menampilkan kode penerbangan dan nomor penumpang.
Tubuhnya membatu seakan seseorang telah menyiram semen ke seluruh tubuh Dhira, matanya berubah menjadi sendu saat mendapati kebenaran keberangkatan kekasih yang begitu mendadak tanpa menjelaskan apapun padanya.
'Apa salah aku? Kenapa kamu pergi tanpa memberi penjelasan apapun.' Batin Dhira di susul air mata yang mengalir dari mata indahnya.
Sakit? Sedih? Kecewa? Sudah pasti itu yang di rasakan perempuan cantik itu, tak ada lagi tawa tak ada lagi harapan setelah kepergian Vero bagai tsunami yang menyapu bersih harapan demi harapannya saat itu juga.
◾Flashback Off◾
"Dhira... tunggu!" Sedikit berteriak mungkin cara yang tepat untuk memghentikan langkah Dhira.
"Apa?" Dhira menatap tajam sorot mata dihadapannya.
"Please, honey. Look at me." Vero menarik pelan kedua pergelangan tangan Dhira yang tampak acuh padanya.
"I don't want to and never will," bentak Dhira dengan wajah kesal melepaskan secara paksa tangannya dari Vero.
Tanpa pikir panjang Dhira melenggeng bebas meninggalkan Vero yang masih membatu melihat sikap perempuan yang pernah menjalin hubungan dengannya selama dua tahun itu berubah seketika.
'Aku akan terus mengejar kamu sampai kamu kembali lagi padaku, akan ku tebus semua kesalahan ku Rara.' batin Vero.
Dhira masuk ke dalam mobilnya, membanting kuat pintu mobil memukul mukul setir mobil yang tidak bersalah dengan deraian air mata yang mengalir dari pelupuk mata indahnya.
"Untuk apa kembali? Aku membenci mu... Sungguh!" Sesak yang sedari tadi di tahan nya kini tak dapat lagi terpendam, Dhira membiarkan air mata terus membasahi pipi mulusnya tanpa menyekanya sedikit pun.
Bertahun tahun menahan rasa sakit karena ditinggalkan tanpa kabar dan alasan yang jelas membuat Dhira membenci makhluk yang di sebut pria hingga ia memilih untuk menutup hati pada siapa pun.
Ya, Vero lah penyebabnya. Pria itu adalah kekasih Dhira sejak duduk di bangku kuliah, pria yang yang selalu memperhatikan Dhira dengan tulus menghabiskan waktu bersama melewati hari hari yang terasa begitu bahagia tanpa ada penghkianatan yang mewarnai kisah cinta mereka.