Baca mulai dari bab 1, karena mengalami perubahan cerita.
HAPPY READING
***
Malam ini Maikel datang sendiri ke Fable hanya untuk menikmati vodka. Segelas alkohol membuatnya lebihh santai untuk memikirkan pekerjaan. Jadwal perkerjaannya sangat padat dan beberapa property yang belum selesai dibangun dan harus mencapai terget.
Bisnis property susah-susah gampang, bergerak bidang kepemilkikan untuk dijadikan sebuah aset, baik berupa tanah, bangunan serta segala sarana dan prasarana menjadi sebuah satu kesatuan. Membangun konsep property dengan kawasan residensial, komersial, merupakan perpaduan yang harmonis dan rumah impian setiap pasangan. Modern dan inovatif menjadi wadah penting untuk pengembang seperti bisnis yang dijalaninya saat ini.
Banyak sekali PR yang harus ia kerjakan, ia melihat seles telah berhasil menjual property bahkan beberapa tahun belakangan ini ia berkerja sama dengan BUMN dan propertynya berhasil masuk bursa efek Indonesia.
Maikel memperhatikan wanita berambut ekor kuda itu. Ia akui bahwa wanita itu sangat cantik, mengenakan dress berwarna hitam yang memamerkan bentuk wajahnya dan ia juga dapat memandang cleavage yang sepertinya sengaja dipertontonkan. Ia sepertinya tidak asing melihat wajah itu, namun ia tidak tahu siapa dia.
Maikel menyadari bahwa wanita itu tengah memperhatikannya. Pandangan mereka bertemu sekian detik dan membuatnya penasaran. Namun seketika wanita itu mengalihkan pandangannya karena ia berhasil memergoki dirinya. Ia menyungging senyum lalu menegakan tubuhnya dan menghampiri wanita yang duduk sendiri itu.
“Hai.”
“Hai,” wanita itu menyapa balik.
Mereka saling menyapa dan kini ia duduk di sebelah wanita itu. Ia memperhatikan secara intens wajah cantiknya, dia memiliki wajah berbentuk V, hidung mancung dan alis yang terukir sempurna.
“Selebrity ya?” ucap Maikel seketika, ia hanya mencoba menebak, karena wajahnya tidak asing.
“Hemmm …” Rara tidak menjawab pertanyaan itu, namun ia mengangguk.
Rara menatap pria itu duduk di sebelahnya. Ia dapat mencium aroma citrus dari tubuh pria itu. Ia tahu betul aroma parfum yang dipakainya merupakan racikan dari Francois Demachi, sama persis aroma parfume yang dikenakan Bimo. Aromanya sangat segar.
“I see, tapi saya nggak tau nama kamu?”
Oh God, ia tidak menyangka di Indonesia ini masih ada seseorang yang tidak mengenalinya. Ia tidak tahu pria ini dari mana, namun ia merasa takjub pria itu tidak mengenalnya.
“Saya tadi membuka google chrome, tidak sengaja melihat wajah kamu di sana. Saya yakin kamu selebrity.”
“Apalah arti sebuah nama. Tapi lupakan saja, nama itu nggak penting,” ucap Rara.
“Iya tidak penting. Senang kenalan dengan anda,” ucapnya lagi.
Rara memandang senyum tampan pria itu, senyuman itu mampu dan mengintimidasi wanita mana pun. Alis tebal, rambut sedikit berantakan, mata elang membuat pria itu terlihat sangat sexy. Ia yakin betapa nyamannya memeluk d**a bidang itu.
Maikel menegak vodca nya lagi, ia kembali memandang wanita bernama Rara itu.
“Saya banyak teman dekat celebrity sebelumnya.”
“Owh ya siapa?” Tanya Rara penasaran.
“Tapi lupa kan saja, sudah masa lalu.”
“I see, oke.”
“Pernah beberapa kali masuk infotaiment dan itu sama sekali nggak enak?” Maikel bercerita.
“Mantan kamu selebrity?”
Maikel tersenyum, “Bisa dibilang begitu. Menjadi artis sepertinya hidup kita menjadi tidak tenang.”
Rara lalu tertawa, ia menyesap brandy nya, “Iya kamu benar.”
“Dunia entertainment memang membuat hidup menjadi tidak tenang. Apalagi rawan kriminalitas, berita hoax yang bertebaran di media social, hujatan netizen tanpa henti.”
Maikel tersenyum, “Tapi tidak lepas dari ketenaran dan kejayaan.”
“Iya kamu benar.”
“Nama kamu?”
“Rara Adora.”
Maikel menatap ke arah layar ponsel sejenak, ia lalu mengetik nama Rara Adora, lalu muncul di beranda google. Nama Rara Adora seorang penyanyi, penulis lagu dan model Indonesia. Sebelum berkarir dia seorang penyanyi solo. Dulu pernah memiliki group music di Surabaya bernama Valerie. Kelahiran 6 Juli (26 tahun). Tinggi : 1,65 m. Mantan kekasih : Arjuna Bimo Manggala Awner Aroma Kopi.
Maikel tidak percaya bahwa Rara adalah mantan kekasih dari pemilik Aroma Kopi. Seluruh warga Indonesia pasti tahu siapa Bimo. Dia pria sukses yang terkenal saat ini karena dia berhasil menikahi selebgram terkenal bernama Anya. Artikelnya sangat diburu oleh netizen.
“Kamu mantan Bimo?”
“Kamu kenal Bimo?”
“Pernah dengar sih di kalangan pembisnis, tapi saya nggak kenal dia secara personal.”
“Dari mana kamu tahu?”
Maikel memperlihatkan layar ponselnya kepada Rara, “Saya baca biodata kamu di google.”
Rara membaca profilnya pada brana google, di sana tertera nama pasangan dan nama Bimo lah di sana, “Sejak kapan ada nama Bimo di biodata saya?”
“Mungkin otomatis dari pihak google,” ucap Maikel mencoba menduganya.
“Oh God, kenapa bawa-bawa dia, dibiodata saya? Dia juga sudah menikah.”
“Mungkin ketika kamu menikah nanti, nama itu akan tergantikan dengan nama suami kamu.”
Rara menyandarkan punggungnya di kursi, ia melirik pria di sampingnya yang tengah memandangnya. Tatapan mereka bertemu kembali, ada perasaan bergetar di hatinya,
“Saya tidak berpikiran untuk punya suami.”
“Itu saya banget.”
Alis Rara terangkat, “Really?”
Maikel lalu tertawa, “Yes, saya bahkan tidak berpikiran untuk punya istri juga.”
Rara tertawa, “Alasannya apa kamu tidak ingin punya istri?” tanya Rara, ia memandang Maikel lalu menuangkan brandy nya lagi.
“Mungkin pikiran saya saat ini masih ingin bebas, belum bisa menjaga komitmen seperti menikah.”
“Karena itu kamu diputusin oleh pacar kamu,” tebak Rara.
“Seperti itu lah kenyataanya. Saya pernah beberapa kali memiliki teman wanita, baru beberapa bulan kenal, dia langsung ingin mengajak menikah. Dan saya mengatakan tidak ingin menikah, you know, apa yang terjadi pada saya. Dia memutuskan saya.”
Rara seketika tertawa, “Iya lah, ngapain berhubungan dengan pria yang cuma main-main.”
“Saya nggak pernah main-main dalam hubungan. Hanya saja belum siap. Coba kamu pikir, kita baru berkenalan beberapa bulan, ngedate beberapa kali, pasangan saya sudah mikir ingin menikah dan punya anak.”
“Menurut saya kebanyakan wanita itu ingin mendapat kepastian.”
“I know, tapi terlalu terburu-buru kan,” ucap Maikel.
“Iya kamu benar.”
Maikel menarik nafas panjang, “Mengikat diri dengan orang lain bukanlah hal yang mudah menurut saya. Banyak yang harus dipikirkan, bukan masalah finansial saja, tapi tanggung jawab, kebebasan, mental, dan fisik. Yang paling susah menurut saya itu komitmen.”
“Iya kamu benar,”
“Yang menikah saja banyak yang cerai apalagi pacaran. Dunia entertainment, menikah itu seperti mencari status saja. Tiga bulan menikah lalu cerai, dengan alasan sangat konyol menurut saya.”
Maikel lalu tertawa seketika, ia melirik Rara, “Kenapa kamu nggak ingin menikah?” tanya Maikel penasaran.
Rara menarik nafas panjang ia memandang Maikel, “Alasan simple, saya sayang sama diri saya. Saya bukan tipe wanita yang buru-buru menikah. Menikah bukan jaminan diri untuk bahagia. Saya lebih suka menikmati hidup tanpa harus menuntut tekanan orang lain.”
Maikel setuju dengan steatment dari Rara, ia menatap wajah wanita itu cukup serius, “Berarti kita dua orang yang memiliki pola pikir yang sama tentang pernikahan.”
“Iya kamu benar.”
Maikel menyesap vodca nya, ia bersandar di kursi sambil menikmati angin, “Single?”
“Yes, kamu?” Ia menatap pria itu, pembahasan pernikahan cukup seru menurutnya.
Maikel menyungging senyum, “Iya sama.”
“Ingin menikah atau nggak, itu bukan urusan orang lain. Kita lah yang mengambil keputusan. Ingatlah, kapan kamu ingin menikah atau dengan siapa kamu menikah, itu sepenuhnya urusan kita.”
“Iya kamu benar. Jika dipaksakan akan bermasalah.”
Maikel memandang langit tanpa bintang dan angin mulai berhembus, “Kayaknya akan turun hujan,” ucap Maikel ia menoleh menatap Rara, wanita itu juga memandang langit yang sama.
“Langit tanpa bintang,” ucapnya pelan. Rara menoleh ke arah pria di sampingnya, ia menarik nafas,
“Mengapa bintang selalu bersembunyi sata hujan?”
“Itu karena bintang terututup awan tebal yang membawa air hujan. Namun jangan cemas, setelah hujan berhenti langit kembali cerah dan bintang akan kembali bersinar,” ucap Maikel ia menyesap vodcanya lagi. Ia memandang Rara menegak brandy nya.
“Kenapa kamu datang ke sini?” Tanya Maikel penasaran.
“Saya hanya perlu hiburan aja. Kamu?”
Maikel tertawa, “Iya sama. Saya banyak kerjaan, ke sini ngilangin penat sejenak sebelum memikirkan pekerjaan lagi.”
“Kamu pernah denger nggak kalau pantai itu menghilangkan stress?” Maikel membuka topik obrolan berbeda.
“Saya tahu semua orang berbodong-bondong ke pantai. Karena pantai dipercaya membuat perasaan menjadi lebih baik,” Rara tidak tahu sudah berapa banyak ia menegak brandy nya, begitu juga dengan Maikel, karena mereka asyik ngobrol.
Maikel menatap Rara, Rara memandangnya balik, “Bagaimana kalau kita ke Pantai?”
“Ancol?”
“Iya.”
“Mau hujan loh ini?”
“Iya saya tahu, tapi di pantai jarang hujan.”
Rara kembali menatap Maikel, ia tidak percaya bahwa pria itu mengajaknya ke pantai, padahal mereka adalah dua orang asing yang baru bertemu. Ia bahkan tidak tahu nama pria itu.
Rara kembali memperhatikan pria itu, secara keseluruhan dia tidaklah buruk. Dia terlihat pria cerdas, tutur katanya baik dan formal. Dia juga sopan selama ngobrol tadi tidak banyak melihat lekuk tubuhnya. Dia juga bukan pria tertawa ngakak dan lepas. Dia tertawa sesuai porsinya, giginya rapi, kulitnya bersih dan paling penting jam tangan yang di kenakan pria itu sangat mahal dengan merek ternama dan bukan pria sembarangan.
“Mau?” tanya Maikel lagi.
“Saya masih memikirkannya.”
“Come on, hanya untuk malam ini. Saya dan kamu, butuh hiburan tengah malam.”
Rara kembali berpikir, seketika ia memandang Resti. Managernya itu melambaikan ke arahnya. Rara tersenyum atas kehadiran Resti. Maikel memandang ke arah yang sama. Wanita yang mengenakan tang top itu menghampirinya.
“Dia teman kamu?” Tanya Maikel.
“Iya.”
“Bagaimana tawaran saya ke pantai?”
Rara menggigit bibir bawahnya, ia tidak tahu apa ia harus menerima ajakan pria itu atau tidak. Jujur selama mereka ngobrol tadi, tidak ada hal yang membuatnya berbahaya atau takut. Pikiran dan hatinya mengatakan ke pantai bukan hal yang buruk. Justru ajakan itu membuat moodnya menjadi lebih baik.
“Bagaimana?” tanya Maikel sekali lagi, ia memandang iris mata Rara.
Rara menarik nafas panjang, “Oke, saya ngomong dulu sama teman saya. Dia mau atau tidak jika ditinggal sendiri.”
“Oke.”
Maikel menegakan tubuhnya begitu juga dengan Rara. Resti kini berada di hadapannya.
“Maaf ya lama, soalnya rame banget tadi di sana. Ngantri gitu,” ucap Resti menyelipkan rambutnya di telinga. Ia memandang seorang pria yang berdiri di samping Rara. Ia memperhatikan secara intens, bahwa pria itu tidak buruk menurutnya justru sebaliknya.
“Iya nggak apa-apa kok.”
“Res, gue pergi dulu ya?” ucap Rara.
“Ke mana?” Tanya Rara penasaran.
“Ke pantai?”
“Ancol?”
“Iya lah, pantai mana lagi di Jakarta ini selain Ancol.”
“Sama dia?” tanjuk Resti ke arah pria itu.
“Iya.”
“Aman nggak?”
Maikel lalu memandang teman Rara, wanita itu mengatakan aman atau tidak. Ia seperti pria criminal dikatakan seperti itu.
“Saya pastikan Rara aman dengan saya.”
“Owh, yaudah oke.”
“Kalau lo mau, oke sih, have fun aja, asal jangan bablas, soalnya doi so hot,” bisik Resti terkekeh.
Rara lalu tertawa, ia menepuk bahu Resti, “Yaudah kalau gitu,” Rara mengambil tas nya di meja.
Ia dan Maikel mengikuti langkah Maikel dan meninggalkan Resti yang menatap Rara dari kejauhan. Resti tidak percaya bahwa Rara bisa mengenal cowok secepat itu, padahal ia meninggalkan Rara beberapa menit yang lalu. Ia akui pria itu tidak buruk bahkan sangat keren menurutnya. Namun pikirannya lalu terkoneksi, ngapain malam-malam ke Ancol? Nyari ubur-ubur? Main air? Atau bercocok tanam?
***
Rara menyimbangi langkah pria berkemja hitam itu menuju parkiran,
“Mobil kamu yang mana?” tanya Rara.
“Itu,” ucap Maikel menunjuk mobilnya.
Rara menatap kearah sebuah mobil jeep berwarna hitam metalik berdiri dengan angkuhnya di sana. Rara menelan ludah, ia tidak percaya bahwa mobil mahal itu adalah milik Maikel. Ia merasa takjub, sejak dulu ia ingin merasakan bagaimana naik mobil berbody tinggi besar. Mobil jeep terlihat mengintimidasi mobil-mobil sedan dan minibus yang ada di parkiran.
Rara tahu betul mobil jeep wrangler dan rubicon dihargai dengan harga fantastis. Mobil ini masih dengan ciri khas jeep lainnya, memiliki empat pintu. Mobilnya sangat mewah dengan ban yang besar siap membawanya pergi.
“Mobil kamu keren,” ucap Rara.
Maikel menyungging senyum, “Thank you.”
Maikel membuka pintu mobil depan untuk Rara, ia mempersilahkan Rara masuk ke dalam mobilnya. Maikel memastikan Rara memasang sabuk pengaman, semenit kemudian mobil meninggalkan area bar. Rara menatap Maikel memanuver mobil, tangan kanannya di setir dan tangan kirinya di parceling. Sementara tubuhnya bersandar di kursi dengan rileks.
Pria itu memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya. Ia akui bahwa pria itu sangat sexy dan berkharisma.
Maikel menghiupkan audio, mereka mendengar lagu dari Bbnos and Rich Brian-Edamame. Lagu itu mengisi sepanjang perjalanan mereka.
“Kamu suka music hip-hop nggak?” Tanya Maikel.
“Lumayan. Kamu suka?”
“Lumayan, saya suka hip-hop dari dulu,” ucap Maikel lalu bercerita.
“Hip-hop itu anak muda banget ya.”
Maikel tertawa, “Iya, entahlah dari jaman muda sampe sekarang, saya suka aja dengar lalu hip-hop.”
“Apa yang buat kamu suka?” tanya Rara penasaran.
“Banyak yang bilang kalau rap itu bukan music, hanya kumpulan kalimat yang dilantukan secara cepat tanpa melodi yang jelas. Namun rap itu lumayan sulit menurut saya, karena memerlukan improvisasi, spontanitas, ritme, rima, serta kreativitas, yang mencampurkan lirik dan nada.”
“Kamu bisa ngerap nggak?” tanya Maikel.
“Enggak bisa.”
“Kamu kan penyanyi.”
Rara tertawa melirik Maikel, “Enggak semua penyanyi bisa ngerep kan. Kamu bisa nggak?”
“Enggak, saya suka denger aja sih, buat semangat.”
“Iya bener banget.”
Seketika rintikan air membasahi kaca mobil depan, awalnya sedikit lalu seketika rintikan hujan semakin lebat. Maikel menghidupkan whisper dan lampu jarak jauh, karena hujan semakin lebat. Ia tidak menyangka bahwa hujan datang secepat ini sebelum mereka tiba di pantai. Jarak pandang ditutupi oleh hujan, Rara menoleh memandang Maikel.
“Hati-hati hujan,” ucap Rara penuh khawatir, karena hujan sangat lebat.
“Iya.”
Tidak hanya hujan saja, namun angin kencang dan petir terlihat menyala-nyala. Mereka tidak tahu bahwa badan meteorology, klimatologi dan geofisika mengingatkan bahwa potensi hujan, angin kencang dan petir di sebagian wilayah Jakarta pada Sabtu dan Minggu sore. Mereka mendengar suara petir dan kilat menyala-nyala.
“Kayaknya bahaya banget deh kalau kita terusin perjalanan ini,” ucap Rara.
“Berhenti ya?” ucap Maikel.
“Iya.”
Maikel menghentikan mobilnya tepat depan gedung hotel Holiday inn. Mobil itu berhenti tepat dibawah pohon. Maikel menghidupkan lampu dasbor. Maikel dan Rara menunggu hingga hujan reda, ia memandang Rara yang bersandar di kursi. Wanita itu melepas sabuk pengaman, begitu juga dengannya.
“Biasa kalau hujan lebat gini cepet sih berhentinya.”
“Iya, biasanya gitu. Tapi ada juga yang lama banget sampe pagi.”
“Semoga aja cepet.”
***