Setelah selesai melaksanakan Shalat isya, Arman keluar dari kamarnya, melangkah menuju lantai satu. Disana tampak Pak Dewa dan istrinya sedang berdiskusi. Melihat Arman datang Pak Dewa langsung menyambutnya dan memintanya duduk sambil menunggu makan malam yang sedang disiapin sama mbo Darmi.
“ Pak Pak Dewa, kalau boleh saya mau pinjam mobilnya sebentar, saya mau mencetak Foto keluarga untuk saya pajang di rumah nanti,” ucap Arman.
“ Oh…tentu saja pak Arman, tunggu sebetar,” jawab Pak Dewa sambil melangkah menuju lemari mengambil kuci kontak mobil miliknya.
“ Ini kuncinya pak,” Pak Dewa pun menyerahkan kunci mobil pada Arman.
“ Terima kasih pak, kalau gitu saya pergi dulu sebentar,”
“ Loh, gak nunggu makan malam dulu, pak,” tahan Pak Dewa
“ Tidak pak terima kasih, soalnya saya buru – buru,” jawab Arman sambil melangkah menuju garasi mobil.
Setelah menyalakan mesin, Arman pun menjalankan mobilnya keluar dari garasi, dilanjutkan menysuri jalanan komplik untuk kenuju jalan raya.
Arman melajukan mobilnya cukup pelan. Mengingat terlalu banyaknya polisi tidur yang dibuat warga, untuk membuat kendaraan tidak terlalu kencang.
Mata Arman terbuka lebar saat melihat seorang Wanita hamil tengah membeli bakso. Wajahnya terlihat sedikit jelas walau hanya terkena cahaya lampu teras rumahnya.
“ Aleksa!”
Spontan bibirnya berucap menyebut nama Aleksa. “ Apa benar dia Aleksa?” Arman semakin penasaran dengan Wanita itu. Dihentiakannya mobil, dan berpura – pura akan membeli bakso agar bisa lebih jelas dengan Wanita yang sekilas mirip Aleksa. Namun sayang, Wanita itu pun sudah terlebih dulu masuk kembali kedalam rumah.
Melihat itu, Arman pun megurungkan niatnya. Kembali Arman menjalankan mobilnya menuju tempat mencetak foto. Arman ingin membesarkan foto pernikahan Hamran dengan Raisya.
Tepat jam sepuluh malam Arman pun kembali dar tempat cetak foto. Didepan rumah yang tadi terlihat Wanita seperti Aleksa pun Arman kembali memutar matanya. Mobilnya sengaja dijalankan dengan begitu pelan. Namun ternyata Wanita itu tidak muncul lagi.
Akhirnya Arman pun memutuskan untuk kembali kerumah Pak Dewa mengingat waktu sudah malam tidak enak kalau harus membuat pribumi terbagun untuk membukakan pintu buatnya. Dan benar saja, Pak Dewa dan Istrinya pun sudah tertidur.Mbo Darmi yang membukakan pintu buat Arman.
Sesampainya dikamar, Arman pun tidak bisa langsung tidur, wajaha Wanita hamil yang ditemuinya tadi terus mengganggu pikirannya.
“ Apa benar dia Aleksa? Kalau memang benar, aku merasa bersyukur, akhirnya aku bisa menemukan kembali orang yang aku cintai. Tapi bagaimana kalau ternyata dia benar Aleksa, tapi sudah menikah lagi?” Arman terus bermonolog. Menerka – nerka segala kemungkinan.
Pikiran Arman terus berlayar membayangkan Wanita tadi adalah Aleksa yang sudah bersuami lagi. “ Apa iya Aleksa dengan begitu cepatnya melupakanku? Ah tapi itu tidak mungkin. Sadar Arman, Aleksa bukan tipe perempuan yang mudah jatuh cinta, sadarlah kamu dulu sangat sulit untuk menaklukan mantan istrimu itu. Jadi yakinlah kalau Aleksa masih sendiri,”
Arman terus berkata dalam hatinya. Memikirkan perempuan tadi yang memang jelas sekali kalu itu adalah Aleksa. Namun sayang, cahaya lampu pun mempengaruhi pandangannya. Hingga tidak terlalu jelas buatnya untuk lebih meyakinkan hatinya kalau perempuan tadi itu benar – benar Aleksa.
Tepat pukul dua belas tiga puluh malam Arman pun bisa memejamkan matanya, dan akhirnya tertidur dengan pulas.
*****
Setelah selesai Sahalat Subuh, Najwa pun melakukan kegiatan rutinya berolahraga dengan berlari disekitaran komplek.
“ Assalammualaikum cantik.” Sapa Fadil yang tiba – tiba sudah berada disampingnya sambil berlari kecil. Seketika wajah Najwa berubah masam melihat kehadiran Fadil.
“ Waalaikum Salam,” jawab Najwa sambil tidak menoleh sedikit pun kearah Fadil.
“ Kamu belum berangkat kerja?” tanya Fadil sambil bersikap ramah.
“ Kelihatannya aku pakai baju kerja apa,” jawab Najwa sikapnya tetap tidak berubah.
“ Ihh…pagi – pagi udah mengaum,” sindir Fadil.
“ Terserah Saya, mau mengamum ke, mau mencakar ke, itu bukan urusan kamu,” ucap Najwa ketus.
“ Kalu aku jadi teman kamu, gimana?” tanya Fadil sambil memepet tubuh Najwa agar semakin dekat.
“ Gak mau,” jawab Najwa tegas.
“ Tapi akum au jadi temen kamu, terus gimana dong?” ucap Fadil sambil terus mendekat hingga jaraknya tinggal beberapa inchi lagi bahu mereka bersentuhan.
“ Idih…jadi cowok kok maksa,” jawab Najwa sambil merenggangan jarak dengan Fadil yang semakin menempel.
“ Kalau gak mau jadi teman, gimana kalau jadi istri aku?” Najwa seketika menghentikan larinya dan memutar badan menghadap kearah Fadil yang juga berhenti. Mata Najwa melotot semperti macan yang siap menerkam mangsanya.
“ Ya Ampun, melotot aja masih tetap terlihat cantik,” Fadil bukannya takut malah memuji sambil tersenum.
“ Kamu itu budeg apa memang stress. Jadi temen aja aku gak mau, apa lagi jadi istri,” ucap Najwa sambil kembali melanjutkan lari paginya dan memutuskan untuk kembali kerumah.
“ Tapi aku mau kamu jadi sitri aku, terus gimana dong,”
“ Tauah, dasar cowok rese. Aku heran kenapa aku harus ketemu dia terus,”
“ Biasa jadi kita jodoh,”
Fadil malah semakin jadi menggoda Najwa hingga membuat Najwa pun semakin kesal. Untung saja sudah sampai rumahnya Najwa gak pikir Panjang lagi langsung masuk rumah dan menutup pintu dengan keras.
Melihat Najwa bersikap seperti itu, Fadil semakin yakin dengan hatinya kalau Najwalah sosok calon pendamping yang sempurna buat Fadil.
“ Kamu kenapa Nak, kok pintunya dibanting seperti itu?” tanya Davina sambil keluar dari dapur karena kaget mendengar suara yang mengejutkan.
“ Biasa bu ada dokter modus,” jawab Najwa sambil berjalan masuk kamar mandi untuk membersikan diri dan bersiap berangkat kerja. Sementara Devina hanya memandang tingkah putrinya sambil menggeleng kepala
Setelah merasa rapi, Najwa pun keluar dari kamar menuju meja makan untuk sarapan. Disana Davina sudah menunggu untuk sarapan Bersama.
“ Nak, sebagai seorang gadis, bersikaplah sopan pada setiap orang. Baik itu laki – laki atau pun perempuan. Apalagi dokter Fadil itu pemuda yang baik. Jadi jangan bersikap terlalu sombong. Bias saja dan tetap ramah,” ucap Davina menasehati.
“ Tapi bu, aku tuh gak suka dengan kelakuannya yang rese dan sering modus, kemarin saja aku di peluknya. Alasannya aku mau terjatuh. Padahal yang jadi penyebabnya itu dia sediri. Apa itu bukan modus?” jawab Najwa sabil meneyelesaikan Sarapannya.
“ Loh kok orang nolong kamu bilang modus? Mungkin benar kamu hampir jatuh dan dokter Fadil menarikmu hingga seperti ingin memeluk kamu,” jelas Davina.
“ Udah ah bu aku mau berangkat kerja dulu takut terlambat, Assalammualaikum,”
Najwa pun pamit berangkat kerja, dan dengan mengunakan sepeda motor matic miliknya Najwa melaju menyusuri jalannan komplek. Tapi sayang baru saja nyampai pintu gerabang, tiba – tiba ban motornya pecah. Najwa pun kebingungan sendiri, sementara situasi masih pagi tentu saja tempat tambalban masih belum pada buka.
“ Ya Allah, godaan apa lagi ini. kemana aku harus nyari tuang tambal ban?” ucap Najwa kebingungan.
Disaat bersamaan, mobil Pak Dewa pun melintas. Karena hari ini ingin mengantar Arman melihat – lihat mobil di dealer. Arman berencana membeli mobil. Karena gak enak kalu harus diantar jemput Pak Dewa terus, dan sesampainya di gerbang komplek, Pak Dewa pun melihat Najwa sedang mendorong sepeda motorny.
“ Loh Najwa, motornya kenapa?” tanya Pak Dewa berasa heran.
“ Eh Pak Pak Dewa, anu pak motor saya pecah ban,” jawab Najwa gugup. Walau bagaimana pun, Pak Dewa adalah atasanya.
“ Wak bisa telat kalau kamu harus mencari tambal ban dulu. Sebaiknya kamu ikut saya saja,” ucap Pak Dewa menawarkan tumpangan.
“ Gak usah pak, biar saya naik angkutan umum saja,” jawab Najwa sungkan.
“ Udah gak usah nolak rezeki, tidak baik,” Arman yang dari tadi memperhatikan pun ikut bicara.
“ Gak usah nolak rezeki, tidak baik, naiklah,” Arman yang dari tadi memperhatikan pun ikut bicara. Ucapannya begitu tegas berwibawa, membuat Najwa pun tidak bisa menolaknya.