Melihat Najwa pergi begitu saja setelah menamparnya, Sintya merasa geram. Dengan cepat menyusulnya keluar.
“ Jangan pergi kamu Najwa! Beraninya kamu menampar saya. Saya pecat kamu sekarang juga, saya pastikan kamu akan jadi gembel Najwa,” teriak Sintya sambil mencoba menarik jilbab Najwa. Namun dengan cepat di tepis oleh Najwa sehingga membuat tubuh Sintya hampir tersungkur.
Disaat yang sama, Baskoro datang dan menahan tubuh putrinya yang hampir terjatuh.
“ Berani sekali kamu melakukan ini terhadap putri saya, memangnya siapa kamu. Kamu tidak apa – apa, nak?” Baskoro begitu marah melihat putri kesayangannya hampir membetur meja kerja.
“ Dia juga menampar saya pa,” Sintya langsung mengadukan Tindakan Najwa barusan.
“ Kamu sudah berani menampar putri saya? Kamu saya pecat sekarang juga,” bentak Baskoro geram.
“ Bapak mecat saya? Atas dasar kesalahan apa bapak memecat saya?” tanya Najwa sambil menatap tajam Baskoro yang sudah berapi – api terbawa emosi.
“ Karena kamu sudah bertindak diluar batas dengan menampar putri saya,” bela Baskoro.
“ Saya tidak akan menampar putri bapak kalau dia bisa menjaga mulutnya. Dalam hal ini, saya hany membela harga diri ibu saya yang sudah dihina oleh putri bapak barusan, dan tolong bekerjalah dengan professional pak, jangan mentang – mentang dia putri bapak latas bapak tidak mencari kebenaran tentang masalah ini,” jawab Najwa tak kalah tegas membela dirinya.
“ Saya tidak perduli denga napa yang dikatakan putri saya tentang ibu kamu. Hari ini juga kamu saya pecat,” ucap Baskoro sambil menunjuk wajah Najwa yang sudah basah dengan air mata karena sakit hati dengan perkataan Sintya tadi.
“ Baik terima kasih,” Najwa sepertinya sudah malas berdebat. Dengan cepat Najwa membalikan badannya dan hendak meninggalkan ruangan HRD.
“ Najwa! Kamu kenapa nangis?” tanya seseorang yang dikenal oleh semua staf kantor termasuk Baskoro.
“ Saya dipecat,” ucap Najwa sendu.
“ Pak Baskoro, tolong jelaskan pada saya, kenapa anda memecat karyawan terbaik seperti Najwa?” tanya Arman yang mengetahui kalau Najwa itu adalah Karyawan teladan dan selalu mendapat penghargaan dari perusahaan sebagai karyawan terbaik.
“ Kalian bertiga ikut keruangan saya sekarang, Pak Dewa juga,” ucap Arman sambil melangkah menuju ruang kerjanya, diikuti oleh Baskoro, Sintya, Najwa dan juga Pak Dewa dengan penuh tanda tanya.
“ Silahkan duduk,” ucap Arman meminta semua untuk duduk.
“ Sekarang tolong coba jelaskan pada saya, kenapa Pak Baskoro memecat Najwa? Apa sepatal itu kesalahnya hingga tidak ada surat peringatan dulu buat Najwa sesuai prosedur?” ucap Arman sambil memandang kearah Basokoro.
“ Maaf pak, kesalahan Najwa memang sudah kelewatan. Dia beraninya menampar seorang atasan. Bakan mendorong Sintya hingga hampir terjatuh dan kepalanya hampir saja membentur tembok,dan untuk itu, saya tidak bisa mentolelir karyawan yang sudah kurang ajar,” jelas Baskoro.
“ Apa pak Baskoro sudah menyelidiki penyebab Najwa menampar putri bapak?” Mendengar pertanyaan Arman Baskoro pun tidak bisa menjawab hanya mampu menggelengkan kepala.
“ Apa pak Baskoro sudah menyelidiki penyebab Najwa menampar putri bapak?” Mendengar pertanyaan Arman Baskoro pun tidak bisa menjawab hanya mampu menggelengkan kepala.
“ Kalau belum tahu penyebabnya, bagaimana bisa bapak mengatakan kalau Najwa sudah bertindak diluar batas. Pasti ada alasan kuat yang membuat Najwa menampar putri bapak,” ucap Arman sambil terus menatap wajah Baskoro yang tampak mulai berkeringat.
“ Dan buat kamu Najwa, saya mau tanya dan tolong jawab dengan jujur. Kenapa kamu menampar Bu Sintya? Apakah kamu tidak tahu kalau bu Sintya itu atasan kamu?” tanya Arman sambil mengalihkan pandangannya menatap Najwa yang terlihat begitu tenang.
“ Maaf pak kalau Tindakan saya keluar batas. Namun terlepas dari semua itu, tentu ada alasan kenapa saya melakukan itu. Karena bu Sintya sendiri yang meminta saya menamparnya-“
“ Kapan, kapan saya meminta kamu untuk menampar saya? Hanya orang tidak waras yang meminta orang lain untuk menampar dirinya,” ucap Sintya memotong pembicaraan Najwa.
“ Secara langsung ibu minta saya menampar ibu memang tidak. Tapi ucapan ibu yang sudah berani menghina dan merendahkan ibu saya secara tidak langsung ibu meminta saya untuk menampar wajah ibu, Saya tidak terima jika ada orang yang berani merendahkan dan menghina ibu saya. Seharusnya seorang atasan bisa menjaga sikap dan bicaranya. Tapi ibu sebaliknya sikap ibu itu menandakan kalau ibu tidaklah layak untuk menjadi seorang pimpinan,” jelas Najwa begitu tegas hingga membuat Baskoro dan yang lainnya terdiam.
“ Dan lagi pula, kinerja ibu itu sangat tidak professional. Menyangkutkan permasalahan pribadi dengan pekerjaan. Masalah ibu tidak suka saya dekat dengan dokter Fadil itu adalah masalah pribadi ibu, dan tidaklah perlu untuk disangkut pautkan dengan pekerjaan. Jangan karena ibu seorang Manager disini, terus bisa seenaknya saja mempermainkan perasaan. Rasa suka ibu sama doker Fadil adalah urusan pribadi masing – masing. Tidak perlu ibu marah sama saya dan mengancam akan memecat saya karena saya dekat dengan dokter Fadil. Jangan jadikan jabatan ibu sebagai alat untuk menakuti karyawan.
“ Dari awal saya sudah mengatakan kalau saya tidak ada hubungan apa pun dengan dokter Fadil. Dan saya sudah mencoba untuk menajuhi dokter Fadil sesuai keinginan ibu. Tapi sekarang, karena sikap ibu yang seperti itu, maka saya menyatakan kalau saya akan menerima dokter Fadil sebagai kekaksih saya,”
Baskoro dan Sintya begitu terpukul dengan penjelasan Najwa. Harga dirinya kini dipermalukan didepan Direktur Utama. Namun ada senyum Bahagia terlintas dari bibir Pak Dewa. Harapannya untuk menjadikan Najwa menatu pun kini terbuka lebar setelah Najwa menyatakan kesediaannya menjadi kekasih Putranya itu.
“ Baiklah pak Baskoro dan bu Sintya apakah benar yang dikatakan oleh Najwa? Tolong jawab dengan jujur. Karena disetiap ruangan ini ada CCTV, jadi kalau kalian berdua berani berbohong, maka saya tidak segan – segan untuk memberhentikan kalian berdua secara tidak hormat,” Perkataan Arman kali ini membuat Baskoro dan Sintya berkeringat.
“ Kalau begitu semua yang dikatakan Najwa adalah kebenaran. Dan untuk itu, saya membatalkan pemecatan terhadap Najwa. Dan untuk kalaina berdua, saya beri kesempatan satu kali ini untuk kalian berubah dan bersikap professional dalam pekerjaan. Sekarang kalian berdua boleh kembali keruang kerja masing – masing. Dan untuk Najwa juga pak Dewa, tetap disini, karena ada yang ingin saya tanyakan, terutama pada Najwa,” ucap Arman sambil berdiri dan melangkah menuju meja kerjanya. Dan mengambil sesautu dari dalam tas Arman, kemudian kembali menghampiri Najwa dan Pak Dewa yang masih menunggunya dengan dengan perasaan bingung..
“ Najwa, ini dompet kamu yang tertinggal di mobil pak Dewa tadi,” ucap Arman sambil mengembalikan dopet milik Najwa
“ Oh iya pak, saya mencari dompet saya dari tadi. Saya pikir jatuh dimana? Terima kasih pak karena sudah mengembalikan dompet saya,” jawab Najwa kegirangan.
“ Sama – sama. Tapi ada hal yang ingin saya tanyakan sama kamu,” ucap Arman sambil menarik nafas. Punggungnya disandarkan kebelakan agar menyentuh sadaran kursi yang didudukinya.
“ Masalah apa ya pak?”
Dengan rasa penasaran Najwa pun bertanya. Matanya menatap wajah Arman yang terlihat serius. Pikirannya terus bertanya – tanya, sebenarnya apa yang ingin diketahui oleh Arman saat ini.
Arman belum menjawab, matanya terpejam sejenak seperti sedang mengumpulkan kata – kata yang pas untuk mengungkapkan sesuatu. Sementara pak Dewa pun cukup serius ingin segera mengetahui apa sebenarnya yang ingin Arman tanyakan pada Najwa.
“ Saya minta maaf karena sudah lancang membuka dompet kamu,” ucapnya tersendat, membuat Najwa semakin penasaran. Apakah hanya permohonan maaf karena telah membuka dompetnya? Hingga Arman memintanya untuk tetap tinggal di ruangannya.
“ Kenpa bapak harus mina maaf kalau hanya sebatas itu, saya tidak keberatan kok pak,” jawab Najwa datar.
“ Saya memang ingin mita maaf tentang itu Najwa, tapi selain dari itu, saya pun melihat sebuah Foto pernikahan. Yang ada di dompet kamu.”
“ Yang ingin saya tanyakan adalah, itu foto pernikahan siapa? Kenapa kamu bisa memilikinya?” tanya Arman yang membuat Najwa sedikit terheran. Memangnya kenapa dengan Foto itu? Dan kenapa juga Pak Arman mau tahu tentang siapa yang di foto itu? Najwa pun bertanya dalam batinya.
“ Maksud bapak apa ya? Kenapa bapak ingin mengetahui siapa orang yang ada dalam foto itu?” tanya Najwa, matanya memandang wajah Arman mencari kebenaran disana. Tidak ada tujuan jahat dari raut wajah Arman yang terlihat begitu sedih saat bertanya tentang Foto pernikahan Ibu dan ayahnya.