Hari ini Lana memiliki banyak waktu luang. Berhubung dateline-nya telah terpenuhi, dia ingin memanfaatkan waktunya dengan bersantai bersama suami. Mungkin saja, mereka bisa mencobanya malam ini. Apalagi, jika bukan kegiatan panas diatas ranjang. Jadi, dia berencana tak kemana-mana setelah makan malam bersama suaminya dan sahabatnya ... Melina. Dia akan mengajak Bimo pulang dan bercinta.
“Apa kalian tak memiliki rencana malam ini?” celetuk Melina.
“Tidak,” sahut Bimo cepat sebelum Lana sempat menjawabnya.
“Bagus! Bagaimana kalau kita lanjut ke klub ‘Havana’ setelah dinner?” usul Melina dengan mata berpijar penuh harap.
Lana jadi tak tega memadamkan pijar berkilau di mata Melina dengan mengatakan bahwa dia berencana meminta Bimo pulang bersamanya setelah makan malam nan lezat ini. Dia masih bimbang, Bimo sudah mendahuluinya membuat keputusan bagi mereka tanpa berkompromi dengannya.
“Sepertinya asyik. Aku dan Lana dengan senang hati akan ikut ke Havana.”
“Bim ....” Lana memanggil lirih sembari menarik lengan kemeja suaminya.
Bukan suaminya, namun Melina yang lebih tanggap.
“Apa Lana memiliki acara lain?” tanya Melina dengan sorot mata berubah kecewa.
“Tidak, tak ada,” tegas Bimo sekali lagi, lantas tersenyum manis pada Lana. “Betul, kan, Lana?”
Lana terpaksa mengiyakan dengan mengangguk lesu.
“Ohya, apa yang ingin kau sampaikan padaku, Sayang?” tanya Bimo ketika teringat tadi Lana menarik lengan kemejanya.
“Tak ada. Aku hanya ingin merapikan kemejamu,” jawab Lana dengan tersenyum paksa.
“Yeee! Kita akan bersenang-senang malam ini!” pekik Melina ceria.
Bimo tergelak melihatnya. Memang Melina sangat menyenangkan, dia acapkali menularkan keceriaannya pada orang-orang di sekitarnya. Termasuk Lana yang tengah bersyukur dia belum sempat menolak permintaan jalan bersama dari Melina.
***
“Cheeers!”
Mereka bertiga mempadukan gelas berisi anggur merah, lalu menyesapnya perlahan. Lana berinisiatif melakukan aksi romantis pada suaminya sebagai pemanasan sebelum mereka mencoba aktivitas panas di atas ranjang.
“Beb, yuk kita bersilang lengan untuk meminum anggur.”
“Maksud kamu?” tanya Bimo yang menganggap mubazir melakukannya padahal mereka bisa minum lebih mudah dengan gerakan biasa.
“Ck! Biar kita merasakan sensasi pengantin baru lagi! Biar romantis,” decih Lana manja.
Bimo tergelak mendengarnya, tangannya mengacak poni Lana dengan gemas. Mata Bimo berpijar penuh cinta.
“Istriku amat romantis, aku nyaris melupakan itu. Baiklah, mari kita lakukan.”
Bimo menyilangkan lengannya ke lengan Lana dan minum anggurnya dengan cara itu. Lana melakukan hal yang sama dengan pipi bersemu merah. Dua pasang mata tersenyum dengan matanya, berbeda dengan sepasang mata orang ketiga yang menyorot penuh kebencian. Dia melampiaskannya dengan minum anggur sebanyak mungkin.
“Melina ... apakah kamu tak terlalu banyak minum anggur?” celetuk Bimo khawatir.
Lana baru menyadari hal itu setelah Bimo mengungkitnya. Sepertinya betul, Melina agak mabuk. Wajahnya memerah, matanya terlihat sayu.
“Melina, apa kamu baik-baik saja?” tanya Lana was-was.
“Huum, aku baik saja. Aku hanya merasa ... huek.”
Dia mual, ingin muntah. Melina memutuskan pergi ke wastafel, dengan langkah tergesa. Pandangan Bimo mengikutinya.
“Apa dia baik-baik saja?” tanya Lana.
“Ehm, kurasa begitu,” jawab Bimo tanpa mengalihkan perhatiannya pada Melina.
“Apa aku perlu kesana? Mungkin Melina perlu bantuan.”
Bimo menoleh pada istrinya dan tersenyum mesra. “Istriku sangat baik hati, tapi kurasa tak perlu. Melina bisa mengatasinya sendiri. BTW, mengapa kita tak memanfaatkan kesempatan berdua ini dengan mencuri satu dua kecupan?” ujar Bimo sembari mengedipkan sebelah matanya.
Lana jadi gagal fokus. Bimo berhasil merebut perhatiannya dengan aksi kemesraan di depan umum mereka. Tanpa malu, pria itu mencium bibir istrinya.
“Beb, kurasa kita menjadi pusat perhatian orang-orang,” tegur Lana halus.
“Biarkan saja, Sayang. Mereka hanya iri pada kita.”
Cup, cup, cup, cup. Bimo terus menghujani Lana dengan kecupan basah di bibir kenyalnya. Terakhir Lana harus menghentikannya dengan menahan bibir rakus itu dengan tangannya.
“Stop dulu, Beb ... sebelum kita diusir dari cafe ini,” bisik Lana geli. “Kita lanjutkan nanti malam di kamar, okey?”
“Ide bagus!” sahut Bimo cepat, lantas menyengir konyol. “Sayang, gara-gara kebanyakan menciummu ... aku sakit perut. Tak masalah, kan, kutinggal sebentar?”
Lana tersenyum geli. “Tentu, aku bukan anak kecil yang ketakutan ditinggal ibunya.”
“Bukan kamu, aku yang takut, Sayang. Khawatir istriku yang cantik akan digoda lelaki nakal,” gerutu Bimo dengan bibir mencebik. Dia berhasil meninggalkan istrinya dengan senyum penuh kebahagiaan terukir di wajah wanita itu.
Bimo berjalan menuju ke belakang cafe, tapi bukan ke toilet pria. Dia berbelok ke toilet wanita setelah melirik pada Lana. Memastikan wanitanya tak memperhatikannya. Dia membuka pintu toilet, dan disana Melina telah menunggunya dengan wajah masam.
“Mengapa lama sekali?”
Bimo mengusap pipi Melina untuk menenangkannya. “Kau tahu, Sayang. Aku harus membahagiakan Lana dulu supaya dia tak mencurigai kita.”
“Dan apakah istri tololmu sudah berhasil kau buat mabuk kepayang?” sindir Melina.
“Kurasa begitu,” ucap Bimo yakin, dia teringat akan senyum kebahagiaan di bibir seksi Lana.
“Kau boleh menghiburnya dengan remahan kemesraan. Asal jangan terlanjur ke ranjang. Ingat, kau milikku,” kata Melina posesif. Tangannya meremas benda di selangkanngan Bimo.
Grep!
Mata Melina membulat ketika mendadak Bimo memojokkannya ke dinding toilet. Kedua lengannya diangkat keatas, kemudian Bimo menyerbu bibirnya. Menciumnya kasar dan dalam. Tentu Melina tak pasrah begitu saja. Pelakor itu balas memagut tak kalah panasnya. Mereka berciuman sangat liar, dengan lidah saling memilin kuat.
Tangan nakal Bimo bergerak meremas daada Melina dari luar gaunnya. Tak puas hanya itu, pria itu dengan cekatan melepas kancing di d**a Melina. Begitu terpampang jelas bulatan montok didepan matanya, Bimo segera menyingkap bra yang menutupinya. Diremasnya kedua belah gunung kembar yang bergelantung manja di daada Melina.
“Aaah ... terus, Hon.” Melina melenguh seraya menarik kepala Bimo ke dadanya.
“Mmmfh.” Bimo merespon dengan mengulum apa yang disodorkan padanya.
Mereka asyik bermesum ria hingga tak menyadari ada seseorang yang mendekat ke toilet wanita yang tak sempat terkunci. Seseorang yang mereka katakan sebagai istri t***l.
Si istri t***l itu mengetuk pintu toilet. Tok, tok, tok.
“Melina, apa kamu baik-baik saja?”
Lana mengkhawatirkan sahabatnya, tanpa setahunya ... sang sahabat justru sedang mencumbu suaminya di dalam toilet. Wajah Melina berubah pias, demikian pula Bimo.
Tak mendapat jawaban, Melina mencoba membuka pintu.
Bersambung