********
"Kayaknya banyak tetangga tu yang ngintipin mobil di depan rumah Kita," ucap bapak masuk ke dapur. Karina, Susan dan Bunda sedang menyiapkan makan malam sambil ngerumpi tentunya, menengok ke arah suara.
"Pada kepo kali Pak ngelihat ada mobil mahal nangkring di depan rumah Kita, dikira Kita baru beli kali ya."
"Iya Kali Pak. Biarin aja," sambung Bunda.
"Bapak ke sini, terus bosnya Karina ke mana? Jangan ditinggalin sendiri, nggak enak."
Bapak menunjuk ke arah belakang tubuhnya, "Tadi main catur sama Bapak, terus perut Bapak sakit, pas keluar toilet eh bos Kamu ketiduran di depan tivi sama Adin."
Merasa kepo dengan ucapan Bapak, ketiga perempuan itu kompak mengintip dari balik gorden pintu antara dapur dan ruang tengah.
Benar saja Bara sedang tertidur, berbaring menyamping ke kanan. Tangan kirinya memeluk boneka hello kitty milik Adin, sementara Adin sendiri berbaring menyamping berbantalkan lengan kanan Bara. Gadis kecil itu sedang memainkan rubik ditangannya dan nampak tak risih sama sekali, karena biasanya Adin merasa takut dengan orang yang baru ia temui.
"San, itu Adin coba dipindahin. Kasihan bosnya Karina nanti tidurnya keganggu, Karina Kamu ambil selimut gih." perintah Bunda.
Susan dengan pelan mengambil Adin, untungnya gadis kecil itu manut - manut saja. Begitu juga Karina yang berjalan menuju kamarnya mencari selimut. Dengan hati - hati Karina menyelimuti Bara yang nampak tertidur pulas, ada niatan untuk memfoto bosnya yang tertidur sambil memeluk boneka hello kitty, pasti bakal jadi gosip heboh kalau ia upload di grup rumpinya.
Karina mengambil HPnya dan mulai memfoto Bara yang tertidur lelap beberapa kali, lumayan dapat bahan ghibah.
"Kamu ngapain sih Kar. Orang tidur malah di foto."
"Bahan Ghibah Pak," jawab Karina jujur.
"Kamu ini. Jangan aneh - aneh ah."
"Mungkin mau di simpan Karina Pak, buat kenang - kenangan." Susan terkikik sambil menggendong Adin.
"Tapi kasihan, capek banget kayaknya."
"Ya gimana nggak capek Pak. Kerja tiap hari udah kayak besok matahari gak terbit lagi. Belum tadi pagi nyetir berjam - jam. Baru sembuh sakit padahal," jelas Karina.
"Baru sembuh sakit? Memangnya sakit apa?"
"Itu loh yang kemarin Karina nggak jadi pulang Pak. Bosnya kena usus buntu," jelas Susan.
Bapak mengangguk saja.
Hari semakin sore dan Bara masih nampak terlelap. Karina bahkan sudah selesai mandi.
"Udah bangun bos Kamu?" tanya Bunda.
"Belum bangun Bun, padahal tadi mau numpang istirahat sebentar aja katanya, abis itu mau langsung balik," Karina menenggak air mineral sembari bicara dengan Bunda, sementara Bapak sedang duduk di teras bermain bersama Adin.
"Loh Kamu mau langsung balik ke Jakarta? Sebentar banget pulangnya Kar? Nggak mau nginap aja? Bunda udah banyak masak ini."
"Nggak Bun. Aku besok mau bolos, Bos tu mau langsung balik."
"Bahaya ih pulang malam - malam. Kenapa nggak nginap aja, nanti pulangnya bareng Kamu."
"Bun...." Karina duduk di meja makan. Kebiasaan bundanya sejak dulu kalau ada tamu atau teman anaknya pasti heboh masak ini itu, bisa seharian di dapur nggak ada lelahnya.
"Pak Bara itu nggak kayak Karina yang mau nggak masuk juga nggak ada yang peduli. Tapi kalau pak bos nggak masuk, bah berapa banyak orang yang nyariin? Buanyak."
"Tapikan kasihan Kar, bilang suruh nginap aja."
"Kalau nginap mau tidur di mana Bun?"
"Di kamar Kamu kan bisa."
"Idih, kok kamar Karina, enak aja. Terus Karina mau tidur di mana?" protesnya, tak terima tergusur dari kamarnya sendiri, dia saja sudah lama tak pulang dan kangen dengan kamarnya, enak saja. Bagaimanapun itu kamar anak gadis.
"Kan Kamu bisa tidur di kamar Mbak Kamu dulu."
"Lah kan Mbak mau nginap sini katanya, masa mau tidur bertiga kasur kecil begitu."
"Ya udah kalau gitu Kamu kan bisa tidur berdua sama dia." Susan datang sembari mengikat rambutnya.
"Mbak," sergah Karina setengah teriak merinding mendengar apa yang Mbaknya itu ucapkan, Susan dan bunda bahkan sudah tertawa karena saking asyiknya menggoda Karina.
"Udah, udah. Bangunin bos Kamu itu, udah mau maghrib. Nggak baik tidur."
Karina menghela napas, dengan agak menghentakkan kaki ia berjalan ke ruang tengah, Jam sudah hampir menunjukkan pukul enam sore adzan maghrib juga mulai berkumandang.
Karina agak ragu membangunkan bosnya ini, karena ia tahu betul salah - salah Bara bisa pusing kalau dibangunkan tergesa.
"Pak, bangun udah maghrib. Sholat nggak?" ucap Karina.
Tak ada respon.
"Pak bangun," ucap Karina lagi sementara Bunda dan Susan mengintip dari balik gorden andalan.
"Pak Bara, bangun." Kali ini Karina menggoyang bahu Bara yang sedang tidur menyamping. Bara hanya menggeliat kecil tak ada tanda ia akan segera bangun. Namun tak lama.
Braaakkk..
Bapak yang baru masuk bersama Adin tak sengaja menjatuhkan Keranjang mainan yang ia bawa sampai Bara mendadak terbangun.
Bara menyerjit, kepalanya terasa berdengung karena bangun tergesa. Ia memijat pangkal hidungnya pelan.
Melihat hal itu Karina buru - buru memijat kepala dan bahu Bara.
Susan dan Bunda yang menonton sejak tadi saling tatap. Tentu mereka tak percaya dengan apa yang mereka lihat, masa iya kedua orang itu tak punya hubungan apapun? Rasanya tidak mungkin setelah melihat betapa dekatnya mereka berdua, sampai Karina dengan santai, seperti sudah biasa dan tak canggung memijat bahu dan kepala Bara. Mereka tersenyum penuh arti.
Sementara itu Bapak sedang membereskan mainan yang berserakan bersama Adin sembari minta maaf.
"Maaf ya, jadi kaget, kebangun."
"Nggak apa - apa kok Pak," balas Bara walau raut kesakitan masih nampak di wajahnya.
"Mau minum obat Pak?" tawar Karina.
Bara menggeleng. "Nggak, nggak usah. Jam berapa?" tanyanya.
"Jam enam."
Bara mendongak melihat jam dinding di atas tivi. Sepertinya dia tertidur cukup lama.
"Kenapa nggak bangunin Saya dari tadi?"
"Habis Bapak tidur kayak nggak pengen bangun. Mana berani Saya bangunin." Karina masih memijat bahu Bara mencoba membuat bosnya itu relaks sampai sakit kepalanya hilang. Bukannya apa, sebisanya Karina ingin Bara bangun sendiri,
"Udah mulai gelap."
"Iya, udah maghrib. Bapak mau lanjut pulang atau mau nginap sini?" tawar Karina.
"Soalnya kata Bunda mengkhawatirkan kalau Bapak pulang sendiri karena udah kemalaman. Kan lumayan di jalan berjam - jam. Jadi besok sekalian Saya pulang sama Bapak," jelas Karina, toh tak ada ruginya Bara menginap dan pulang bersamanya besok, kan lumayan bisa hemat ongkos dia.
"Memangnya boleh Saya menginap?"
"Ya boleh. Boleh banget. Nginap aja, mau berapa lama juga diterima." Kali ini Bapak yang menjawab sembari mengedipkan sebelah matanya. Karina entah mengapa merasa merinding melihat hal itu.
********
"Kar, ini." Bunda menjulurkan sepasang baju kaos dan celana training milik adik Karina.
"Suruh mandi bos Kamu, ganti baju. Masa mau pakai baju itu terus."
Saat ini Bara sedang sholat maghrib, tapi ya itu bosnya belum mandi karena takut kelewatan waktu sholat.
"Nggak perlu Bun, biasanya dia bawa baju di mobil. Nih Karina mau ambil." Karina menunjukkan kunci mobil Bara karena memang ia akan keluar dan mengambil pakaian Bara yang biasa bosnya itu bawa ke mana - mana.
Karina berjalan menuju mobil Bara dan benar saja Bara membawa tas berisi pakaiannya seperti biasa. Sepertinya bosnya itu benar - benar memindahkan barang dari mobil sebelumnya ke mobil ini karena segala barang yang ada di sana sekarang ada di sini, bahkan sampai ke payung pink milik Karina juga ada.
Setelah itu ia menutup pintu mobil dan menguncinya, Hari sudah gelap, Karina rindu suasana di kampunya ini,
Asri tetangga sekaligus teman satu sekolah Karina yang entah sejak kapan berdiri di depan rumahnya menyapa.
"Pulang kampung Kar?" tanyanya.
Karina tersenyum. "Iya nih. Kebetulan ada kerjaan di sini jadi sekalian pulang."
"Oh. Terus yang tadi berangkat ke masjid sama amang siapa?" tanyanya, dan Karina mulai paham akan sesuatu.
"Itu bos Aku."
"Bos? Bos Kamu yang direktur itu?" Karina mengangguk, entah mengapa ada niatan ingin pamer.
Asri nampak tersenyum sendiri.
"Masih muda ya. Masih bujangan nggak?"
Karina agaknya ingin berdecak namun ia tetap menjawab. "Iya masih lajang."
Karina hapal betul apalagi yang akan Asri ini katakan.
"Boleh minta nomornya nggak?" tanyanya persis seperti apa yang Karina pikirkan.
"Kalau itu maaf nggak bisa," ucap Karina dan langsung beranjak hendak masuk ke dalam rumah.
"Kok Kamu pelit sih, nomor doang juga."
Karina menghentikan jalannya. "Beliau itu bukan orang sembarangan. Menurut Kamu bisa bebas gitu orang tahu nomornya?"
Setelah mengucapkan itu Karina langsung melengos pergi tak menghiraukan Asri yang mengatainya entah apa. Entah kenapa di mana - mana ada saja orang modelan seperti ini di sekelilingnya.
Apalagi Asri ini dulu selalu dibandingkan dengan Karina. Ibunya sering mengatai Karina tak laku lah, apalah, nyatanya Asri ini saja sudah menikah dua kali dan keduanya gagal, mana sudah punya anak tiga, sengaja banget cari mangsa ikan kakap modelan bosnya Karina ini.
Bara keluar dari rumah dan berdiri di teras memperhatikan Karina yang berjalan masuk sambil membawa tas pakaiannya.
"Terimakasih," ucap Bara saat Karina menyodorkan tas tersebut ke arah bosnya itu.
Bara melirik ke arah tempat Karina berdiri tadi. Karina menoleh juga dan Asri masih di sana, dengan daster di atas lutut, riasan yang cukup tebal padahal sudah malam dan di rumah saja, belum lagi senyum genitnya sembari menyampirkan rambut ke belakang telinganya.
Karina yang merasa merinding melihat itu menarik Bara masuk ke dalam.
"Ayo masuk Pak, Maghrib nggak baik di luar," ajaknya.
Bara manut saja, dan satu pertanyaan Bara nyaris membuat Karina tertawa terbahak.
"Itu tadi orang?" tanyanya dan Karina tak sanggup menahan tawanya.
********
#VOTE dan KOMEN ya guys biar makin lancar updatenya. azeeegg...