Karina menggeliat, ia begitu nyaman tertidur, rasanya kasur yang ditidurinya terasa lebih empuk dan nyaman.
Matanya samar terbuka, tapi ia tak kunjung juga ingin bangun. Rasanya terlalu enak untuk beranjak.
Sayup - sayup ia mencium aroma yang tak asing, aroma ini justru membuatnya lebih merasa nyaman lagi.
Ini aroma apa ya? Kok familiar? Pikirnya.
Sesaat ia mendusel sebelum ingatannya tertarik pada satu fakta, siapa pemilik aroma yang seperti ini.
Matanya terbuka, melihat ke sekeliling, ia langsung terduduk dengan mulut nyaris menganga. Kamar ini asing, tapi juga terasa tak asing.
"Oh my god," desisnya tak percaya.
Buru - buru ia beranjak turun dari ranjang, saat hendak turun matanya justru bertemu pandang dengan Bara yang sedang melipat tangan berdiri menatapnya, bahu kirinya menyender di konsen pintu.
Karina salah tingkah, kenapa bisa ia tidur di kamar Bara? Di atas tempat tidurnya pula, Karina tak begitu ingat.
"Pagi Pak," sapanya sembari menggigit bibir bawah mencoba meredam rasa grogi dan malu.
Bara hanya diam memandangnya.
"Ayo Karina, ingat - ingat apa yang terjadi? Kok bisa Lo tidur di sini?" desisnya pelan.
"Sudah ingat?" tanya Bara.
Karina menggeleng. Kenapa ia bisa blank begini?
Bara berdecak, "Perasaan semalam Kamu cuma minum boba bukan alkohol."
Bara masih memandanginya. Karina menunduk, merutuki dirinya sendiri namun tiba - tiba saja ingatannya yang samar kembali.
Semalam setelah makan malam Karina tak langsung pulang, seingatnya semalam ada Anggun yang datang bertandang.
Karina tak tahu kenapa ia merasa kesal karena Anggun datang ke apartemen Bara. Padahalkan ini apartemen bujangan, kenapa juga Anggun bisa datang sesukanya, kesalnya. Tapi sendirinya perempuan ada di apartemen sang bos.
Karena hal itulah semalam ia makan apa yang Anggun bawa, termasuk boba. Entah Anggun tahu Karina ada di sini atau bagaimana, karena Anggun datang membawa makanan yang cukup untuk empat orang.
Dan entah karena kelelahan atau nemang mengantuk, matanya terasa berat, tanpa ia sadari dirinya mulai terlelap di sofa ruang tamu.
Tapi kenapa Karina bisa ada di kamar Bara?
Semalam Bara membangunkan Karina, hendak mengantarkan gadis itu pulang, tapi nyatanya Karina yang setengah sadar malah ngeloyor ke kamar Bara dan tidur di sana. Sungguh sangat memalukan.
"Bapak kok gak bangunin Saya sih?"
"Saya bangunin Kamu, tapi Kamu sadar Kamu bilang apa? 'Iya bu ini Karina pindah ke kamar'," ucap Bara menirukan apa yang Karina katakan semalam.
Karina meringis, seingatnya semalam, ibunyalah yang membangunkan dan menyuruhnya pindah ke kamar, jadi tanpa ia sadar dirinya melah berjalan menuju kamar Bara dan tidur di atas tempat tidur bosnya.
"Maaf Pak."
Bara masih dalam posisi yang sama memandangi Karina yang tertunduk lesu.
"Tapi semalam Bapak tidur di mana?" tanyanya takut - takut.
"Menurut Kamu?"
Karina mendongak, menatap Bara. Ia melirik ke arah tempat tidur.
"Bapak gak tidur di sini kan?"
"Kenapa memangnya kalau Saya tidur di sini? Inikan kamar Saya."
"Tapikan Pak......"
Karina agak cemas. Masa sih mereka tidur satu ranjang?
"Gara - gara Kamu, Saya jadi tidur di sofa." Bara mengerakkan kepalanya, seolah menunjuk dengan dagunya ke arah sofa di sudut ruangan.
Karina menghembuskan napas lega. Lagian mikir apa sih dia tak mungkin Bara akan melakukan hal aneh padanya.
"Terus Mbak Anggun gimana?"
"Ngapain Kamu nanyain dia? Ayo Saya antar pulang. Atau mau ke kantor pakai baju itu?"
Karina menggeleng cepat. Iya juga dia harus berangkat bekerja. Bara saja sudah serapi ini, siap berangkat kerja.
Selama di perjalanan terasa canggung. Karina komat kamit berdoa semoga cepat sampai ke rumahnya.
Sesampainya ke kontrakan, ia dengan cepat turun dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Ia semalu itu bahkan untuk sekedar pamit masuk.
"Lo darimana aja?" tanya Sesil yang bersiap akan berangkat bekerja.
"Lo Gue telponin dari semalam juga gak ada kabar. Gue khawatir banget sama Lo tahu gak?"
"Sorry, sorry. Hp Gue baterainya sekarat. "
"Lo nginap di mana semalam?" Sesil mengikuti Karina berjalan ke kamar. Untung Sesil punya kunci serep kontrakan Karina, jadi dia tak luntang lantung karena malas pulang ke rumahnya sendiri.
"Hah," desah Karina.
"Nanyanya nanti aja. Gue mau mandi dulu. Mending Lo berangkat deh nanti telat.
Karina hendak beranjak ke kamar mandi setelah mengambil handuk, namum tangannya di cekal oleh Sesil.
"Lo nginap di mana? Jawab dulu ikh.."
"Di apartemen pak Bara. Udah ah Gue mau mandi."
"Karinaaaaa," teriak Sesil, tak mengira akan jawaban Karina. Kalau sahabatnya itu menjawab menginap di hotel karena perjalanan luar kota Sesil tak akan seheboh ini. Tapi ini? Nginap di rumah bos mereka? Yang benar saja?
"Lo ngapain nginap di rumah pak Bara?"
Karina lagi - lagi mendesah. Masih pagi tapi dia sudah banyak pikiran, apa kabar saat bekerja nanti?
"Ketiduran."
"Tapi Lo gak kenapa - kenapa kan? Gue gak tiba - tiba punya ponakan baru dari Lo kan?" tanya Sesil sambil tersenyum penuh arti.
"Sialam Lo. Sana berangkat kerja. Gue mau siap - siap."
Karina ngeloyor masuk ke kamar mandi, dia tak mendengar suara mobil beranjak, itu artinya Bara masih menunggunya.
Mungkin cuma Karina sekretaris yang bersiap mau bekerja tapi ditunggui bosnya.
Setelah bersiap Karina lekas berjalan keluar.
"Baru mau berangkat Kar?"
Karina menoleh ke kanan. Tante Widya seperti biasa sedang menyiram tanaman. Karina heran kenapa orang ini di rumah sini kenapa tak di apartemennya yang katanya mahal itu.
"Iya Tante. Karina duluan ya."
Ia hendak beranjak.
"Itu ada bos Kamu ya di dalam."
"Iya Tante. Karina jalan dulu ya. Gak enak ditungguin."
Karina hendak berjalan lagi. Kalau diladeni bisa tak ada habisnya.
"Kapan - kapan kenalin ya bosnya sama Tante."
Karina hanya menjawab dengan senyuman kemudian berjalan pergi menuju mobil. Ia bergedik, Merinding sendiri. Mau apa ini Tante minta dikenalkan ke bosnya.
Sesampainya di mobil ia melihat Bara memandang ke arah Tante Widya.
"Kenapa Pak kok ngelihatin tetangga Saya gitu amat?" tanyanya heran.
"Itu tetangga Kamu?"
Karina mengangguk.
"Iya. Itu yang Kita ghibahin kemarin. Orang yang suka banget pamer kekayaan sama menantunya itu."
Bara tak menjawab hanya memandang sekilas ke arah Tante Widya yang masih melihat ke arah mobil kereka.
Bara diam saja tak menjawab ucapan Karina kemudian menjalankan mobil. Sekilas rasanya aneh saat Karina melihat respon Bara.
"Dia tadi minta dikenalin sama Bapak loh."
"Buat apa?"
Karina menaikkan bahunya, mengeluarkan hp untuk di charger karena baterainya yang bahkan hanya tinggal lima persen.
"Gak tahu. Biasa paling mau membandingkan menantunya sama Bapak. Secara tu orang pokoknya mau cuma menantunya yang paling kaya yang paling oke. Tapi kasihan sih mas Damar sama mbak Rani pasti tertekan."
Bara tak menjawab hanya menyimak ucapan Karina. Tangannya yang sedang memegang stir mengepal, menggenggam stir dengan kuat. Raut wajah Bara juga entah kenapa jadi berubah muram.
********
#typo mon maap. jangan lupa VOTE dan KOMEN ya. biar makin semangat ngelanjutinnya.